Hai, Dear! Artikel Riliv kali ini akan membahas mengenai beberapa tanda umum dan ciri-ciri dari orang yang sedang mengalami stres.
Namun, tahukah kamu apa itu stres? Stres didefinisikan sebagai keadaan mental atau emosional yang tegang yang disebabkan oleh keadaan yang merugikan atau tidak menyenangkan. Keadaan stres juga sering dikaitkan dengan beberapa ciri fisik dan mental dari orang yang merasakannya.
Sekarang, yuk kita lihat beberapa ciri dari orang yang sedang mengalami stres!
Ciri pertama dari orang yang sedang mengalami stres: berjerawat
Jerawat adalah salah satu ciri yang paling terlihat dari orang yang sedang mengalami stres. Ketika beberapa orang merasa stres, mereka cenderung untuk lebih sering menyentuh wajah mereka. Hal ini dapat menyebarkan bakteri, dan berkontribusi pada pembentukan jerawat.
Beberapa penelitian juga telah mengonfirmasi bahwa jerawat mungkin memiliki kaitan dengan tingkat stres yang lebih tinggi. Ada juga sebuah studi yang mengukur tingkat keparahan jerawat pada 22 orang sebelum dan selama mereka menjalani ujian.
Hasilnya, meningkatnya tingkat stres akibat ujian berkaitan dengan tingkat keparahan jerawat yang lebih parah. Studi lain dari 94 remaja ditemukan bahwa tingkat stres yang lebih tinggi berkaitan dengan jerawat yang lebih buruk, terutama pada anak laki-laki.
Studi-studi tersebut menunjukkan keterkaitan antara stres dan jerawat, tetapi studi yang telah dilakukan itu tidak memperhitungkan faktor-faktor lain yang mungkin ikut andil dalam pembentukan jerawat.
Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk melihat hubungan antara jerawat dan stres. Dikarenakan selain stres, perubahan hormon, bakteri, produksi minyak berlebih, dan pori-pori tersumbat juga dapat menyebabkan timbulnya jerawat.
Merasakan sakit kepala
Banyak penelitian telah menemukan bahwa stres dapat menyebabkan sakit kepala, yaitu suatu kondisi yang ditandai dengan rasa sakit di daerah kepala atau leher.
Sebuah studi yang melibatkan 267 orang dengan sakit kepala kronis menunjukkan bahwa keadaan stres mendahului perkembangan sakit kepala kronis pada sekitar 45% kasus.
Studi lain yang lebih besar menunjukkan bahwa peningkatan intensitas stres berkaitan dengan peningkatan jumlah hari di mana seseorang mengalami sakit kepala setiap bulannya.
Selain itu, sebuah studi yang mensurvei 150 anggota militer Amerika Serikat di klinik pengobatan sakit kepala, menemukan bahwa 67% orang melaporkan bahwa sakit kepala mereka dipicu oleh stres, menjadikan stres sebagai salah satu pemicu sakit kepala yang paling umum.
Memiliki penyakit kronis
Sakit dan nyeri adalah keluhan umum yang biasa diakibatkan oleh meningkatnya tingkat stres. Sebuah studi yang terdiri dari 37 remaja dengan penyakit sel sabit menemukan bahwa tingkat stres harian yang lebih tinggi berkaitan dengan peningkatan rasa nyeri pada hari yang sama.
Sedangkan studi lain menunjukkan bahwa kadar hormon stres kortisol dapat berkaitan dengan penyakit kronis. Sebagai contoh, sebuah studi membandingkan 16 orang yang memiliki sakit punggung kronis dengan kelompok kontrol.
Studi ini menunjukkan bahwa mereka yang memiliki suatu penyakit kronis memiliki kadar kortisol yang lebih tinggi.
Studi yang lain menunjukkan bahwa orang dengan penyakit kronis memiliki kadar kortisol yang lebih tinggi di rambut mereka, sebuah tanda dari stres yang berkepanjangan.
Tetapi, perlu diingat sekali lagi bahwa studi-studi ini menunjukkan hubungan antara stres dan penyakit kronis tetapi tidak memperhitungkan faktor lain yang mungkin turut andil. Selain itu, tidak jelas juga apakah stres berkontribusi terhadap penyakit kronis atau sebaliknya.
Dikarenakan selain stres, ada banyak faktor lain yang dapat menyebabkan penyakit kronis, seperti kondisi penuaan, cedera, postur tubuh yang buruk, dan kerusakan saraf.
Ciri selanjutnya dari orang yang sedang mengalami stres: mudah terkena penyakit
Photo by Gustavo Fring from Pexels
Jika kamu merasa seperti terus-menerus berjuang untuk mengatasi penyakit ringan seperti pilek, kamu mungkin bisa menyalahkan stres atas kondisimu tersebut.
Dikarenakan stres dapat mengurangi sistem kekebalan tubuh dan dapat menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi.
Dalam sebuah penelitian yang melibatkan 61 orang dewasa yang disuntikkan dengan vaksin flu menemukan bahwa orang-orang dengan keadaan stres kronis memiliki respon imun yang lemah terhadap vaksin.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa stres berkaitan dengan penurunan kekebalan. Dalam sebuah studi yang lain, dilakukan penelitian pada 235 orang dewasa yang sudah dikategorikan ke dalam kelompok stres tinggi atau rendah.
Selama periode enam bulan, mereka yang berada dalam kelompok stres tinggi mengalami 70% lebih banyak infeksi pernapasan dan memiliki hampir 61% lebih banyak hari dengan gejala tersebut daripada mereka yang berada dalam kelompok stres rendah.
Demikian pula suatu analisa pada 27 penelitian menunjukkan bahwa stres berkaitan dengan peningkatan kerentanan mengalami infeksi saluran pernapasan atas.
Meskipun lagi-lagi, masih diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami hubungan kompleks antara stres dan kekebalan. Dikarenakan stres hanyalah salah satu teka-teki mengenai sistem kekebalan tubuh.
Sistem kekebalan tubuh yang melemah juga bisa disebabkan oleh pola makan yang buruk, kurangnya aktivitas fisik, dan gangguan imun tertentu seperti leukimia dan multiple myeloma.
Kekurangan energi dan insomnia
Kelelahan kronis dan penurunan tingkat energi juga dapat disebabkan oleh stres yang berkepanjangan. Sebagai contoh, sebuah studi yang melibatkan 2.483 orang menunjukkan bahwa kelelahan sangat berkaitan dengan peningkatan tingkat stres.
Stres juga dapat mengganggu tidur dan menyebabkan insomnia yang dapat menyebabkan kekurangan energi. Suatu studi kecil menemukan bahwa tingkat stres terkait pekerjaan yang lebih tinggi berkaitan dengan peningkatan rasa kantuk dan rasa gelisah pada saat tidur.
Studi lain pada 2.316 peserta menunjukkan bahwa stres dalam jumlah tinggi secara signifikan berkaitan dengan peningkatan risiko insomnia. Studi-studi di atas memang menunjukkan keterkaitan, tetapi mereka tidak memperhitungkan faktor-faktor lain yang mungkin ikut andil.
Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk menentukan apakah stres dapat langsung menyebabkan penurunan tingkat energi. Faktor lain yang mungkin berperan dalam penurunan tingkat energi bisa berupa dehidrasi, gula darah rendah, atau pola makan yang buruk.
Mengalami perubahan nafsu makan
Photo by Daria Shevtsova from Pexels
Perubahan nafsu makan sering terjadi selama masa stres. Ketika kamu merasa stres, kamu mungkin mendapati dirimu sama sekali tidak nafsu makan atau justru sebaliknya.
Suatu studi mahasiswa menemukan bahwa 81% dari mereka mengalami perubahan nafsu makan ketika mereka stres. Dari jumlah tersebut, 62% mengalami peningkatan nafsu makan, sementara 38% mengalami sebaliknya.
Perubahan nafsu makan ini juga dapat menyebabkan naik turunnya berat badan selama masa-masa ini.
Sebagai contoh, sebuah penelitian terhadap 1.355 orang menunjukkan bahwa stres berkaitan dengan kenaikan berat badan pada orang dewasa yang mengalami kelebihan berat badan.
Kembali lagi, meskipun studi-studi ini menunjukkan hubungan antara stres dan perubahan nafsu makan atau berat badan, studi lebih lanjut diperlukan untuk memahami apakah ada faktor lain yang ikut andil.
Nah, sekarang kamu sudah mengetahui beberapa ciri-ciri yang mungkin dirasakan oleh orang yang sedang mengalami stres, Dear!
Mengingat ciri-ciri tersebut masih membutuhkan penelitian lebih lanjut, jika kamu merasakan salah satunya, segera berkonsultasi dengan tenaga profesional untuk mengonfirmasi hal tersebut ya, Dear!
Jika kamu ingin berkonsultasi dengan psikolog profesional dengan tempat dan waktu yang fleksibel, kamu bisa mencoba aplikasi Riliv, loh! Selain itu, kamu juga bisa mencoba beberapa cara menanggulangi stres pada artikel berikut, Dear.
Disadur dari :
- https://www.healthline.com/nutrition/symptoms-of-stress