Bipolar Disorder – Survei terkini yang disadur dari Our World in Data mencatat bahwa dalam 5 tahun terakhir, penderita bipolar disorder menempati peringkat keempat dari isu kesehatan mental yang sering terjadi di dunia. Diketahui, sebanyak 0.55% pria dan 0.65% wanita mengidap bipolar disorder. Data ini bisa naik dan turun sewaktu-waktu, bergantung dari situasi sosial atau gaya hidup yang dijalani oleh setiap orang. Namun ternyata, tidak semudah itu mendeteksi gejala-gejala gangguan bipolar di sekitar kita. Jadi untuk kali ini, kita bakal membahas soal gangguan bipolar dan ciri-cirinya yang mungkin suka kita lewatkan.
Apa Itu Bipolar Disorder?
Bipolar disorder adalah salah satu gangguan mental yang berefek terhadap perubahan mood secara drastis. Oya, sebelumnya mari kita kaji dulu perbedaan mood dan emosi. Menurut Paul Ekman, mood adalah keadaan psikologis yang bertahan lebih lama daripada emosi. Gampangnya, mood itu menjurus ke suasana hati yang perubahannya dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Namun, emosi itu bersifat dinamis dan selalu berubah dalam sepersekian detik. Jika kalian pernah nonton film Inside Out, lima emosi yang biasa kita rasakan meliputi marah, sedih, senang, takut, dan jijik. Nah, dalam kasus bipolar, penderitanya akan mengalami perubahan suasana hati yang begitu drastis dan tidak disangka-sangka dalam periode tertentu. Misalnya, selama seminggu ia bahagia banget, seminggu lainnya dia depresi parah sampai berniat bunuh diri.
Gejala Umum Bipolar Disorder
Penderita bipolar sering mengalami perubahan mood yang tiba-tiba dan tidak terkendali selama beberapa periode. Ada dua periode perubahan mood, yaitu fase depresi dan fase mania.
Pada fase depresi, gejala-gejala yang muncul adalah kegelisahan panjang, kehilangan nafsu makan, tidak bersemangat beraktivitas, hilang minat perawatan diri, sering merasa hampa, dan sejenisnya. Untuk lebih lengkapnya, gejala depresi menurut panduan DSM-5 American Psychiatric Association bisa kamu cermati di sini.
Lalu pada fase mania, pengidap bipolar akan merasakan kebahagiaan, penuh semangat, impulsivitas, emosi yang meledak-ledak sampai mudah tersinggung, serta keinginan untuk melakukan hal-hal berbahaya yang di luar nalar. Maka dari itu, pada fase mania, penderita bipolar juga bisa mengalami delusi atau halusinasi yang berkaitan dengan impulsivitas tersebut.
Dalam beberapa kasus, perubahan mood penderita bipolar bisa sangat subtle alias tidak tampak. Inilah mengapa bipolar disorder termasuk gangguan mental yang sulit dideteksi karena kebanyakan penderita dalam fase depresinya bisa salah diartikan sebagai penderita major depressive disorder (Bobo, 2017). Penderita bipolar juga bisa mengalami mixed state, misalnya aktif secara fisik, namun mood-nya sangat buruk.
Penyebab dan Perawatan yang Direkomendasikan
Penyebab Bipolar Disorder
Banyak sekali penyebab munculnya bipolar pada individu, baik dari segi biologis maupun dari sosial. Secara genetik, gangguan ini bisa diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Menurut studi Escamilla & Zavala (2008), memang ada varian genetik yang mendukung seseorang mengidap gangguan bipolar, namun kita masih membutuhkan penelitian lebih lanjut, sehingga penyebabnya yang jelas masih diteliti sampai saat ini.
Secara medis, bipolar disebabkan oleh ketidakseimbangan kimiawi di otak, yaitu neurotransmitter yang mengontrol respon emosi, yaitu norephinephrine. Kalian pernah nggak merasa takut banget waktu naik pesawat? Atau ngerasa jantungan pas naik wahana di taman bermain? Nah, itulah fungsi norephinephrine. Neurotransmitter ini mengontrol respon fight or flight pada manusia. Apabila kadarnya sangat tinggi, kita akan cenderung merasakan euforia yang meledak-ledak dalam jangka waktu tertentu. Namun bila kadarnya rendah, kita akan merasakan low mood sehingga tidak bergairah menjalani kegiatan sehari-hari.
Treatment untuk Penderita Bipolar
Dilansir oleh Mayo Clinic, sejauh ini, perawatan bipolar yang utama meliputi pendampingan psikologis dan pengobatan medis menggunakan obat-obatan yang digunakan untuk menstabilkan mood, seperti lithium (Lithobid), valproic acid (Depakene), divalproex sodium (Depakote), carbamazepine (Tegretol, Equetro, dll.) dan lamotrigine (Lamictal).
Sementara itu, American Psychiatric Association menyarankan pada praktisi dan caregiver untuk mendampingi penderita bipolar disorder untuk terus mengawasinya, sebab fase depresi dan mania pengidap bipolar selalu berganti-ganti. Selain pengobatan medis, intervensi psikologi kelompok bisa juga membantu pengidap bipolar disorder untuk menerapkan kebiasaan positif, meningkatkan self-esteem, dan menjadi tempat bercerita yang aman mengenai masalah sehari-hari.
Ingat, ya, Teman-teman, bila kalian merasa punya gejala gangguan mental apa pun, segera hubungi psikolog terdekat untuk berkonsultasi. Nggak perlu ribet, karena Riliv hadir sebagai layanan konsultasi psikologi online dalam sekali jalan lewat aplikasinya! Selain itu, aplikasi Riliv juga punya deretan aktivitas positif yang bisa kamu terapkan untuk menjaga mood-mu tetap stabil. Yuk, tunggu apa lagi? Mulai konsultasi dengan psikolog Riliv sekarang!
Referensi
Bobo, W. V. (2017). The Diagnosis and Management of Bipolar I and II Disorders: Clinical Practice Update. Mayo Clinic Proceedings, 9 (10), 1532-1551. http://dx.doi.org/10.1016/j.mayocp.2017.06.022
Hirschfeld, R. M. A., et. al. (2010). Practice Guideline for the Treatment of Patients With Bipolar Disorder, 2nd ed. Virginia: American Psychiatrist Association.