Kenapa Aku Tidak Bahagia – Kamu berharap kamu tidak bekerja hari itu. Kamu berharap kamu tidak ketinggalan kereta pagi itu. Kamu berharap kamu masih di rumah, memasak pizza atau sekedar tidur. Tapi kamu sekarang berada di kantor, pekerjaan menumpuk, dan bos marah besar hari itu. Kamu terdiam dan berteriak dalam hati, “Kenapa aku tidak bahagia?!”
Tidak banyak yang mengetahui bahwa kesedihanmu berasal dari ketidakpuasanmu terhadap dirimu. Berharap menemukan hal baik, sayangnya kamu tidak beruntung untuk itu. Tanpa disadari, permasalahannya adalah pada mindset yang salah. Kamu belum menemukan self-acceptance untukmu.
Mengapa self-acceptance penting untukku?
Lingkungan di sekitar kita menuntut standar yang tinggi: performa pekerjaan yang tinggi, tampilan yang rapi, bukankah begitu? Tanpa penerimaan diri, kamu akan menilai dirimu berdasarkan tuntutan tersebut. Bakat menulismu seolah hilang karena tetangga rumah mencibir gaji atau pekerjaanmu.
Kalau penerimaan dirimu rendah, kamu cenderung tidak puas. “Kenapa aku tidak bahagia” berkaitan dengan tuntutanmu agar semua sempurna. Kamu tidak bisa menerima kekuranganmu, dan merasa bahwa dunia sangat buruk untukmu. Tidak heran, sering juga muncul kasus kehilangan semangat hidup karena ini, lho! Gawat banget, kan.
1. Kurangnya empati orang tua bisa jadi pemicu pertanyaan “kenapa aku tidak bahagia?”
Penelitian menunjukkan bahwa penyebab kurangnya kepercayaan diri adalah kurangnya empati orangtua dan umpan balik ketika anak berperilaku. Anak tidak tahu apa yang harus dilakukan karena dia hanya mengenali ‘dimarahi’ dan ‘disayangi’. Anak memahami perilakunya berdasarkan respon dari orang lain. Ketika dewasa, anak pun berusaha mencari feedback positif dari lingkungan. Sayangnya, tuntutan tinggi menyebabkan anak kesulitan mendapatkan ini. Hasilnya? Ketidakbahagiaan yang kerap muncul.
2. Tuntutan dari lingkungan serta kritik pedas mereka
Apa yang kamu rasakan ketika orang mengkritik jaket yang kamu kenakan? Kebanyakan, kita akan berpikir “Pakaianku buruk. Mereka benar.” Kecenderungan yang berlangsung di masyarakat kita adalah bahwa penilaian masyarakat lebih objektif. Kita pun yakin bahwa kritik muncul karena kita tidak memenuhinya. Hal ini berdampak pada hilangnya kepercayaan diri. Padahal, apa yang orang lain nilai buruk belum tentu merugikan kita, lho!
3. ‘Ideal-self ‘ yang menuntut terlalu banyak jadi alasan “Kenapa aku tidak bahagia?”
Ideal self atau diri yang ideal adalah bagaimana kita melihat diri kita sesuai yang diinginkan. Gambaran ini memacu kita untuk meraih kualitas yang diinginkan. Tidak jarang, kita justru terhipnotis bahwa kualitas tersebut sudah ada dan tidak mau menerima kekurangan yang kita miliki. Hal ini menyebabkan munculnya rasa tidak percaya diri serta berbagai kecemasan dan stres. Jangan takut bila kamu berharap bisa menjadi pelukis namun belum bisa menggambar berlatihlah dan kenali kemampuanmu sesungguhnya.
Kabar baiknya kamu bisa melakukan konsultasi psikologi melalui aplikasi curhat online Riliv, tidak ada kata terlambat untuk memulai penerimaan diri sendiri. Kamu juga bisa mulai memahami faktor yang membuatmu tidak bahagia. Gunakan juga untuk memahami dirimu sendiri; kekuatan dan kekuranganmu, itu semua yang membuatmu unik. Jangan takut untuk menjadi dirimu sendiri, nikmati setiap momen yang ada. Yuk mulai menerima diri sendiri!
Bahagiakan Dirimu bersama Riliv
Referensi
- Pillay, S. (2016). Greater Self Acceptance Improves Emotional Well Being. Diakses melalui www.health.harvard.edu
- Hagai. (2016). Self Acceptance. Diakses melalui www.positivepsychologymelbourne.com.au
- Carson, S. H., & Langer, E. J. (2006). Mindfulness and self-acceptance. Journal of rational-emotive and cognitive-behavior therapy, 24(1), 29-43.
Marine. Seorang introvert yang hobi mengembara di bumi maupun imajinasinya. Bisa diikuti di http://ketukansunyi.blogspot.com