Kenapa toxic relationship muncul – Apa persamaan antara toxic relationship dan Stockholm syndrome?
Yap, keduanya sama-sama melibatkan korban yang bersimpati kepada penawannya, hingga menolak untuk dibebaskan dari penculikan yang dilakukan. Dalam kasus toxic relationship, penculikan itu adalah hubungan yang abusif.
Namun, berbeda dengan Stockholm syndrome yang terdiri dari hubungan antara korban dan penawannya, dalam toxic relationship, kedua pihak cenderung membangun hubungan tersebut atas dasar sama-sama suka.
Meski tidak lagi merasa bahagia, susah bagi para korban yang terjebak di dalam hubungan tersebut untuk melangkah pergi dan memulai hubungan baru dengan orang lain.
Timbullah pertanyaan besar: kenapa toxic relationship muncul—dan kenapa rasanya sulit sekali buat korban untuk melepaskan diri mereka dari hubungan itu?
Nah, buat kamu yang bertanya-tanya apakah kamu sedang berada dalam toxic relationship sekarang, wajib untuk membaca artikel Riliv ini hingga tuntas!
Apa itu toxic relationship?
Suatu hubungan dapat dikatakan toxic atau beracun ketika kedua orang di dalamnya tidak mendukung satu sama lain. Sehingga, terdapat konflik di mana satu orang merendahkan dan tidak menghormati orang lainnya, dan sebaliknya.
Perilaku yang merusak kesehatan mental atau fisik pasangannya juga merupakan indikator terbesar dari toxic relationship, seperti gaslighting, kekerasan seksual, dan lain-lain.
Meskipun hampir setiap hubungan mengalami keadaan yang naik-turun, toxic relationship selalu terasa melelahkan secara emosional bagi kedua orang di dalamnya—hingga tidak ada ruang bagi momen-momen yang positif untuk dikenang.
Terdengar familiar di telingamu? Coba ingat-ingat kembali tentang masa kecilmu—sering kali, masa kecil yang tidak bahagia menjadi alasan di balik toxic relationship.
Kenapa toxic relationship muncul?
Ahli psikologi mengatakan bahwa toxic relationship dapat disebabkan oleh banyak hal. Biasanya, seseorang yang menyakiti pasangannya pernah berada dalam toxic relationship, baik itu secara romantis atau platonis.
Mungkin saja, mereka tidak memiliki lingkungan masa kecil yang suportif dan sering menerima kekerasan dari orang tuanya. Atau, mereka pernah di-bully di sekolah, hingga membuat mereka trauma dan menderita depresi, anxiety disorder, atau bipolar disorder.
Meskipun begitu, bukan berarti apa yang mereka lakukan patut dibenarkan, ya! Cara untuk sembuh dari trauma bukanlah melakukan hal yang sama—meskipun secara tak sadar—kepada orang lain, tetapi berkonsultasi ke psikolog.
Hal yang sama juga berlaku pada korban. Tidak menutup kemungkinan bahwa mereka tidak mendapatkan kasih sayang yang cukup, hingga memutuskan untuk bersama siapa saja yang bersedia memberikannya; meski caranya salah.
Tanda-tanda toxic relationship
- Terdapat kekerasan fisik atau mental dan pelecehan seksual
- Menimbulkan emosi negatif, seperti sedih, marah, cemas
- Tidak nyaman atau gugup saat berada di dekat pasangan
- Merasa bersalah saat tidak menghabiskan waktu bersama pasangan
- Teman atau anggota keluarga memberi peringatan
Mulai sadari kalau toxic relationship itu berbahaya!
Jangan tunggu apa-apa lagi, tinggalkan toxic relationship kalau kamu telah mengenali tanda-tandanya. Inilah alasan kenapa toxic relationship muncul dan kamu harus melepaskannya:
1. Lebih baik sendiri daripada terjebak dalam toxic relationship
Sendiri tidak memiliki arti yang sama dengan kesepian. Ketika kamu melepaskan toxic relationship, kamu akan dapat melihat hubunganmu dalam sudut pandang yang baru: tanda-tandanya, dan apa yang seharusnya kamu lakukan.
Sehingga, saat kamu telah siap untuk menjalani hubungan baru, kamu tidak akan mengulangi hal yang sama—karena, kamu telah hafal pola toxic relationship pada umumnya.
2. Toxic relationship menghambat perkembangan dirimu
Pasangan yang sering menyalahkanmu, seperti menanyakan, “Kamu kok nggak gini, sih?” atau “Kenapa kamu kayak gitu?” membuatmu merasa kecil dan berpikir bahwa opinimu tidak penting.
Akhirnya, kamu tidak bisa berkembang untuk menjadi lebih baik. Nah, meninggalkan toxic relationship menunjukkan bahwa kamu kuat untuk melawan orang yang menindasmu.
3. Melepaskan toxic relationship mendatangkan hubungan yang sehat
Jangan berpikir bahwa semua hubungan akan sama toxic-nya. Tidak! Justru, di luar sana, masih ada orang yang siap mencintaimu tanpa perlu menyakitimu.
Ingat, kamu adalah orang yang tidak perlu bergantung pada toxic relationship. Kamu adalah orang yang unik dengan sesuatu yang berharga untuk ditawarkan kepada orang-orang yang pantas mendapatkannya. Kamu bernilai lebih dari sebuah toxic relationship, titik!
Percaya, kok, pasti kamu bisa melihat itu semua dan mengambil keputusan yang tepat untuk mengakhiri toxic relationship yang kamu punya. Good luck, ya!
Riliv bekerjasama dengan Indika Foundation mendukung masa depan Indonesia yang damai, inklusif dan memiliki semangat toleransi. Tujuan ini akan dicapai melalui pemberian pendidikan karakter yang mengajarkan kemampuan bernalar kritis, menghormati perbedaan, mengasah empati dan kecerdasan sosial emosional.
Riliv dan Indika Foundation memiliki program kerjasama #MakeItEQual yang bisa Anda akses sebagai berikut:
- 10000 kode voucher free meditasi dengan menggunakan kode voucher makeitequal
- 100 artikel kecerdasan emosional dan mindfulness
- 15 modul dan e-book kecerdasan emosional dan mindfulness
- 3 workshop #MakeItEQual
Informasi lebih lengkap mengenai program #MakeItEQual silahkan kunjungi laman RILIV MAKE IT EQUAL untuk dapatkan seluruh keuntungan program kerjasama ini.
Referensi:
- lifehack.org. 7 Reasons Why You Need To Let Go of a Toxic Relationship
- time.com. Toxic Relationships: Signs, Help, and What To Do
- psychologytoday.com. 6 Reasons Why We Stay in Bad Relationships
Ditulis oleh Adinda Mauradiva.
Baca Juga:
6 Taktik Perilaku Toxic Manipulatif Ini Wajib Kamu Hindari!