Halo pembaca Riliv, perkenalkan namaku Elrizky, kali ini aku akan berbagi cerita tentang konseling pranikah yang aku jalani bersama calon istriku bernama Sasmita.
Ada yang bilang kalau apa yang kami lakukan ini unik karena tidak banyak pasangan yang akan menikah melakukan konseling.
Kalau mau nikah ya nikah aja, lebih nyiapin bagaimana konsep acara, undangan, ketring, dsb.
Lalu mengapa pada akhirnya kita butuh konseling? Apakah tidak yakin dengan pasangan yang akan dinikahi?
Saya akan ceritakan apa alasan kami melakukan konseling dan bagaimana prosesnya. Semoga cerita dari saya bisa menjadi inspirasi untuk Dear yang akan berencana untuk menikah ya.
Tapi kita pahami dulu, apa sih konseling pranikah itu?
Dalam ceritaku kali ini, konselingnya saat ‘pra’, berarti belum terjadi. Karena saat pra, maka kita hendak memprediksi masalah yang nanti akan timbul berdasarkan pengalaman sendiri, hasil pemahaman terhadap pasangan maupun lewat pengalaman orang lain.
Konseling pra nikah ini jangan diartikan persiapan untuk menikah saja (akad dan resepsi). Tetapi lebih ke menyiapkan kehidupan berkeluarga. Bagaimana kita memecahkan masalah yang akan dihadapi saat berkeluarga nanti.
Penting mengenal pasangan di saat masa pacaran atau sekadar perkenalan biasa, dan komunikasi adalah kuncinya
Kami melalui masa pacaran kurang lebih 3 tahun. Di tahun 2019 ini, kami akhirnya merasa siap untuk menempuh jenjang selanjutnya, menikah. Salah salah satu alasan kami merasa siap karena sudah saling mengenal lewat komunikasi yang cukup.
Karena untuk mengenal pasangan lebih baik, kita sangat membutuhkan komunikasi. Semakin sering berkomunikasi maka semakin baik karena terbuka peluang untuk memahami pasangan sebanyak-banyaknya.
Namun tiap interaksi dan proses mengenali itu tidak mudah, karena kadang ketika menemui perbedaan yang akhirnya jadi pertengkaran. Tapi, pertengkaran dalam hubungan itu suatu hal yang wajar karena disaat itu juga kamu mengenal perbedaanmu dengan pasangan.
Jika komunikasi menjadi kunci, kenapa saya perlu melakuan konseling pranikah?
Mengenal kelebihan dan kelemahan baik untuk diri sendiri dan calon pasangan dalam penerapannya bisa melalui beberapa cara
- Pertama, kalian bisa melakukan proses penghayatan terhadap diri sendiri maupun kepada pasangan (sifat, kebiasaan, kelebihan, dll).
- Kedua¸ kamu bisa melakukan komunikasi kepada pasangan untuk memastikan apa yang kamu pahami terhadap pasanganmu.
- Ketiga¸kamu bisa bertanya kepada ahli agar semakin yakin dengan pemahamanmu dan bisa juga mendapatkan hal-hal baru atau potensi yang belum kamu ketahui.
Itulah mengapa aku dan pasanganku melakukan konseling kepada ahli. Bukan berarti kita tidak saling mengenal. Bukan berarti kita ragu terhadap pasangan. Bukan berarti juga kita jarang komunikasi.
Tapi dengan konsultasi kita akan tahu berbagai hal baru dan potensi yang belum kita tahu dari pasangan masing-masing yang tidak kita dapat dari sekedar komunikasi antar pasangan.
Lalu bagaimana nih proses konseling yang kita jalani?
Aku ceritain juga bagaimana proses konselingnya ya Dear. Karena bagian ini cukup penting dan menarik dipahami bersama. Singkat cerita, kami diberikan beberapa alat ukur untuk mengetahui seberapa besar masing-masing pasangan saling mengenal.
Pertama, alat ukur yang diberikan namanya tes Johari.
Tes ini diawali dengan masing-masing mengisi di sebuah kertas 7 kelebihan dan kelemahan pasangan dan diri sendiri. Kelebihan dan kelemahan ini bisa dari berbagai macam : kemampuan, kepribadian, kesehatan, pemikiran, finansial, dll.
Hasil yang baik ketika kedauanya sama-sama saling mengetahui. Dengan ini kita juga tahu mana saja sifat yang sama-sama tidak kita ketahui.
Kedua, alat ukur berikutnya kami diberikan suatu instrumen tentang Emotional Quality Management.
Kali ini diharapkan dengan tes ini kami mengetahui bagaimana kemampuan kita dalam mengelola emosi masing-masing. Beberapa kemampuan yang ingin kita pahami meliputi
- Self Awareness
- Self Acceptance
- Self Affection
- Self Afirmation
Ketiga, alat ukur terakhir yakni mengukur kemampuan Adversity Quotient.
Kemampuan ini berguna untuk mengetahui seberapa pasangan memiliki ketahanan atau daya juang saat menghadapi masa-masa sulit.
Jika keduanya memiliki daya juang yang tinggi maka akan lebih mudah untuk berjuang bersama memperbaiki kondisi sulit. Jika suami lebih tinggi dibanding istri menjadi wajar karena suami menjadi imam keluarga yang mengarahkan dan mengangkat keluarga dari kesulitan.
Tetapi istri walaupun kemampuannya dibawah suami tidak boleh selisih jauh berbeda, istri juga berusaha mengimbangi suami agar beban yang ditanggung keluarga terasa lebih ringan karena mendapatkan dukungan.
Begitulah teman-teman ceritaku tentang konseling pranikah yang aku jalankan.
Masalah pernikahan atau keluarga bukan lagi masalah yang ringan, bukan masalah yang gampang, tapi menjadi masalah serius, butuh sinergi suami dan istri dengan saling memahami.
Sehingga masalah bisa diselesaikan dan potensi masalah yang akan muncul juga bisa diantisipasi.
Written by Elrizky, Pemilik website VISIO Terapi (www.visioterapi.id)
—
Riliv membuka kesempatan bagi pembaca untuk berbagi cerita seputar pengalaman kesehatan mental. Kirimkan tulisanmu dalam file Word ke story@riliv.co dengan subjek “#YOURSTORY – Judul – Nama”. Silakan menggunakan nama samaran bila berkenan.