“Nobody is perfect”—sepenggal kutipan sederhana yang sangat tidak asing di telinga, bukan? Kalau ditelaah lebih dalam, sebenarnya kutipan ini turut menggemakan pesan untuk menerima kekurangan diri sendiri, lho!
Sebagai manusia, kita terbiasa senang memelihara harapan dan menggantungkan ekspektasi. Tidak jarang pula, kita berapi-api dalam mengejar dan menuntut kesempurnaan—terutama kesempurnaan dalam diri kita sendiri.
Definisi kesempurnaan bagi setiap orang pun pastinya beragam, entah itu memiliki kulit mulus tanpa pori seperti yang terpampang di iklan-iklan produk skincare, atau mendapatkan nilai A untuk setiap mata kuliah di kampus!
Walaupun begitu, masing-masing dari kita pun pasti telah, sedang, atau akan menemukan sesuatu yang tidak memuaskan dalam diri kita sendiri. Biasanya, kita akan melabeli hal-hal ini dengan berbagai istilah—mulai dari kelemahan, kekurangan, hingga kecacatan. Lantas, kita harus bagaimana?
Alih-alih menyesali kekurangan kita, ada sebuah langkah awal yang lebih keren untuk kita jadikan PR bersama, nih! Yaitu untuk menerimanya terlebih dahulu.
Kenapa sih kita perlu belajar menerima kekurangan diri?
Photo by Daniel Reche from Pexels
Suka atau tidak suka, kita dihadapkan pada kenyataan, bahwa memang pada dasarnya tidak ada manusia yang sempurna. Pasti ada saja hal-hal di dalam diri kita yang tidak sesuai dengan keinginan kita—rambut yang kurang tebal, tubuh yang kurang ramping, otak yang kurang cerdas, dan berbagai ‘kurang-kurang’ yang lain.
Kalau kekurangan diri merupakan suatu bagian yang alamiah dalam hidup kita sebagai manusia, mau sampai kapan kita terus menutupi, menyesali, dan mengutukinya? Bukannya dapat memperbaiki keadaan, yang ada malah kita semakin menderita!
Dengan demikian, sangat penting bagi kita untuk menyadari bahwa sungguh tidak apa-apa untuk memiliki kekurangan dalam diri. Gaungkan kembali, “nobody is perfect and it is perfectly fine to be imperfect!” Setelah menyadari hal tersebut, barulah kita dapat masuk ke misi selanjutnya: menerima kekurangan diri sendiri—dan akhirnya, berdamai dengan diri sendiri pula.
Menerima kekurangan diri bukan berarti sekadar pasrah, lho!
Photo by Andrea Piacquadio from Pexels
Dalam proses penerimaan kekurangan diri, bukan berarti kita hanya perlu meneriakkan “ya sudahlah!” dan kemudian rebahan seharian, ya. Proses penerimaan kekurangan diri sendiri juga merupakan suatu perjalanan sekaligus pembelajaran bagi diri kita dalam merangkai hidup yang lebih bermakna. Dan tenang saja, kita dapat selalu memulainya sedikit demi sedikit, setahap demi setahap.
Yuk, intip 4 langkah awal untuk merealisasikan proses penerimaan kekurangan diri!
1. Mengidentifikasi jenis kekurangan yang dimiliki
Nah, di bagian inilah kamu dituntut untuk mengeksplorasi dan mengenal dirimu secara lebih mendalam. Kamu dapat memulainya dengan dua pertanyaan refleksi yang cukup sederhana: “kekurangan apa dalam diriku ini yang sebenarnya masih bisa kukendalikan dan kuusahakan?” dan “kekurangan apa dalam diriku ini yang memang pada dasarnya sudah tidak bisa kukendalikan dan kuusahakan?”
Jawaban untuk pertanyaan pertama akan masuk ke jenis controllable flaws (bentuk kekurangan diri yang sebenarnya masih dapat kamu perjuangkan perubahannya, misalnya seperti sifat malas), sedangkan jawaban untuk pertanyaan kedua akan masuk ke jenis uncontrollable flaws (bentuk kekurangan diri yang memang pada dasarnya tidak dapat lagi kamu perjuangkan perubahannya, misalnya seperti keterbatasan fisik permanen).
2. Memutuskan hal-hal apa saja yang dapat dan ingin dilakukan untuk memperjuangkan perbaikan controllable flaws
Setelah mengetahui bentuk-bentuk kekurangan diri yang sebenarnya ada di bawah kontrolmu, sekarang saatnya bagimu untuk menentukan rencana selanjutnya. Tidak perlu terburu-buru, kamu dapat menganalisis dan mencatat secara perlahan, kira-kira hal apa saja yang perlu kamu lakukan untuk meningkatkan diri.
Kemudian, setelah menemukan rencana yang sesuai dengan kesanggupan dan kebutuhanmu, jangan lupa untuk dilaksanakan dengan penuh komitmen, ya!
3. Melihat uncontrollable flaws sebagaimana adanya dan tanpa penghakiman
Tidak semua kekurangan dalam dirimu dapat kamu ubah—dan memang begitulah adanya! Jika kamu memaksa untuk memperbaikinya, kamu tahu akan kecewa. Namun, jika kamu memilih untuk terus meratapinya, kamu juga akan menderita.
Oleh karena itulah, satu-satunya hal yang dapat kamu lakukan adalah untuk menjadikannya teman. Lakukan selayaknya berteman dengan seseorang—kamu hanya perlu menyadari keberadaannya telerbih dahulu, kemudian secara perlahan-lahan menerima dirinya apa adanya.
Demikian pula dalam memperlakukan kekurangan dirimu, lihatlah hal tersebut sebagai suatu bagian dari hidupmu—sesuatu yang secara spesial menjadikanmu seorang kamu!
4. Melatih kebiasaan bersyukur secara konsisten
Photo by Andrea Piacquadio from Pexels
Melalui berbagai riset ilmiah yang telah dilakukan, rasa syukur telah terbukti mampu meningkatkan well-being jangka panjang dan membentuk pola pikir yang lebih positif dalam diri seseorang—yang mana pada akhirnya juga akan mendukung proses penerimaan diri secara lebih utuh.
Terdapat berbagai latihan ringan untuk membiasakan rasa syukur yang dapat kamu coba dan cocokkan sesuai preferensimu—seperti menulis jurnal (gratitude journaling) dan melakukan meditasi (gratitude meditation).
Untuk merasakan manfaat rasa syukur yang lebih signifikan, jangan lupa untuk melatihnya secara rutin, ya! Misalnya, untuk membantumu merealisasikan kebiasaan meditasi yang lebih konsisten, kamu dapat memanfaatkan aplikasi Riliv yang memiliki beragam panduan meditasi rutin, lho!
Kini, saatnya bagi kita untuk memulai perjalanan dan menjalankan misi penerimaan kekurangan diri masing-masing, ya! Karena setiap dari kita berhak untuk berdamai dengan diri sendiri—dan tentunya, untuk berbahagia.
Disadur dari:
- https://www.positivelypresent.com/2012/09/love-your-flaws.html
- https://tinybuddha.com/blog/5-tips-accept-imperfections-no-matter-how-different-you-feel/