Stres Oksidatif – Kamu tentu pernah mendengar istilah ‘radikal bebas’ sebelumnya, bukan? Walaupun mungkin tidak semua orang mengerti maksud dari istilah tersebut, namun sebagian besar orang setidaknya pasti mengetahui bahwa istilah tersebut memiliki konotasi yang kurang baik—terutama dalam ranah kesehatan. Nah, istilah ‘radikal bebas’ ini akan banyak dijumpai pada pembahasan Riliv mengenai stres oksidatif yang penting untuk kamu pelajari dan awasi!
Yuk, kupas stres oksidatif dari sudut pandang biologi!
Photo by Gustavo Fring from Pexels
Secara sederhana, stres oksidatif merupakan ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dan kemampuan tubuh untuk mendetoksifikasi efek dari produksi tersebut melalui netralisasi antioksidan. Jika dijabarkan secara lebih sederhana lagi, stres oksidatif ini dapat terjadi saat tubuhmu tidak memiliki antioksidan yang cukup untuk ‘memerangi’ radikal bebas.
Oleh karena itu, penting bagimu untuk selalu menjaga kesehatan fisik dengan mencukupi asupan makanan bergizi yang kaya antioksidan dan sebisa mungkin menghindari eksposur berlebih terhadap sumber-sumber radikal bebas!
Seberapa berbahayakah stres oksidatif?
Melalui berbagai penelitian ilmiah sepanjang sejarah ilmu pengetahuan dan kesehatan, para ilmuwan telah menemukan banyak bukti bahwa stres oksidatif dapat berujung ke berbagai masalah dan penyakit serius, lho! Mulai dari masalah penuaan dini, penyakit jantung, hipertensi, diabetes, kanker, dan masih banyak lagi.
Hmm, sepertinya semua yang disebutkan mengarah pada gangguan fisiologis saja, ya?
Eits, tunggu dulu! Selain berdampak pada fisik, stres oksidatif juga memiliki berbagai implikasi psikologis, lho. Ternyata, sejumlah penelitian ilmiah pun telah menemukan bahwa stres oksidatif memiliki implikasi pada berbagai gangguan psikologis, mulai dari depresi, gangguan kecemasan, skizofrenia, hingga bipolar.
Terus, ada gejalanya nggak?
Menurut Dokter Donielle Wilson, terdapat beberapa ‘sinyal’ yang perlu kamu waspadai sebagai indikasi potensial bahwa tubuhmu mungkin sedang mengalami stres oksidatif, yaitu:
- Kelelahan berlebih
- Penurunan daya ingatan
- Penurunan penglihatan
- Nyeri otot dan sendi
- Sakit kepala
- Sensitivitas terhadap suara meningkat
- Peningkatan kerentanan infeksi
Walaupun begitu, perlu diingat bahwa gejala yang dapat dialami oleh masing-masing orang bisa saja bervariasi, ya! Sejauh ini, belum ada penetapan mutlak mengenai gejala-gejala stres oksidatif yang bersifat one-fits-all bagi semua orang.
Jika kamu merasakan satu atau beberapa gejala di atas, jangan sembarang mendiagnosis dirimu juga, ya. Carilah bantuan profesional agar kamu tidak perlu terlarut-larut dalam kebingungan dan kecemasan tidak menentu akibat self-diagnose.
Apa yang dapat kulakukan untuk mencegah stres oksidatif?
Setelah mengenal dan mempelajari dampak yang dapat ditimbulkan, tentu kamu ingin sebisa mungkin mencegah—atau setidaknya, meminimalkannya—bukan?
Beberapa tips yang dapat kamu implementasikan untuk mencegah stres oksidatif adalah mengurangi asupan gula dan zat-zat kimiawi yang biasanya terkandung dalam makanan olahan, serta menghindari sap rokok, debu, dan berbagai sumber polusi lain. Selain itu, memperbanyak asupan makanan kaya antioksidan itu memiliki warna-warna terang, lho—beberapa di antaranya adalah buah bit, sayur kale, buah beri, dan tomat. Selain itu, ada juga kacang-kacangan dan biji-bijian. Oh iya, teh hijau dan teh hitam juga termasuk, lho!Serta yang tak kalah penting, kamu hanya perlu menemukan dan melakukan hal-hal yang membuatmu merasa lebih ringan di kala stres. Lakukan apa pun yang menyenangkan bagimu—entah itu memasak, menonton drama Korea, berolahraga, menulis jurnal, atau bermeditasi.
Nah, kalau kebetulan salah satu stress remedies andalanmu adalah bermeditasi, Riliv bisa menjadi sahabat barumu mulai sekarang! Melalui aplikasi meditasi Riliv, kamu dapat mengakses dan memilih berbagai panduan meditasi online sesuai selera dan kebutuhanmu.
Stres oksidatif ini menjadi bukti nyata bahwa ternyata tidak hanya pikiran kita yang bisa stres, demikian pula dengan jasmani kita—dan jika yang satunya bermasalah, yang satunya lagi pun akan terkena imbasnya. Maka dari itu, jangan lupa untuk selalu merawat dan memerhatikan keseimbangan di antara keduanya, ya!
Disadur dari:
- BTSA. (TT). Examples of natural and synthetic antioxidants available on the market. Dilansir dari https://www.btsa.com/en/examples-of-natural-and-synthetic-antioxidants/.
- Mandal, A. What is Oxidative Stress? Dilansir dari https://www.news-medical.net/health/What-is-Oxidative-Stress.aspx#:~:text=Oxidative%20stress%20is%20essentially%20an,effects%20through%20neutralization%20by%20antioxidants.
- Salim, S. (2014). Oxidative stress and psychological disorders. Current neuropharmacology, 12(2), 140-147.
- Szalay, J. (2016). What are Free Radicals?. Dilansir dari https://www.livescience.com/54901-free-radicals.html.
- Wilson, D. (2014). 5 Signs of Oxidative Stress and 7 Ways You Can Stop It. Dilansir dari https://doctordoni.com/2014/10/5-signs-of-oxidative-stress/.
Artikel ini ditulis oleh Winnie dan disponsori oleh Indika Foundation.
Baca juga:
Macam-Macam Pola Asuh Orang Tua, Mana yang Terbaik?
Cara Meningkatkan Self Love: Rahasia Kebahagiaan Banyak Orang