Anak Mengalami Stres – Apakah buah hati sering murung, malas pergi ke sekolah atau sulit berteman? Jika hal ini terjadi, mungkin anak sedang mengalami stres.
Stres adalah reaksi fisik dan psikologis yang terjadi akibat situasi yang menekan dari lingkungan. Ciri-ciri umum yang terjadi jika anak stres diantaranya adalah:
- Adanya perubahan perilaku atau melakukan perilaku baru yang sebelumnya tidak ada, seperti menghisap jari atau mengompol.
- Sering menunjukkan ekspresi negatif, mulai dari yang bersifat pasif seperti murung, menangis, menarik diri dan diam seribu bahasa sampai kepada perilaku negatif yang bersifat aktif seperti marah-marah atau agresi.
- Terganggu dalam aktivitas sehari-hari, seperti sulit tidur atau menolak makan.
- Adanya keluhan badaniah, seperti sakit perut, pusing atau mual.
- Minat belajar dan performa akademik yang menurun.
Temukan sumbernya jika anak mengalami stres
Sumber-sumber stres pada anak dapat berasal dari mana saja, baik dari keluarga, teman, sekolah atau lingkungan rumah. Berbagai tantangan eksternal seperti sekian beratnya beban pelajaran di sekolah, kelahiran adik, perpindahan ke rumah baru, atau terjadinya bullying bisa menjadi contoh faktor penyebab anak stres.
Tidak seperti orang dewasa, anak-anak lebih sukar untuk mengungkapkan apa yang menjadi permasalahannya sehingga orang tua dan guru perlu lebih peka untuk mengenali terjadinya stres pada anak. Sehingga stres tidak berkepanjangan dan menjadi permasalahan yang lebih berat di kemudian hari.
Siapa yang dapat menolong?
Langkah pertama adalah orang tua atau guru perlu menggali masalah guna mengetahui penyebab stres anak. Lakukanlah observasi pada tempat dan waktu munculnya gejala stres serta amatilah situasi yang memicu gejala tersebut. Orang tua dan guru juga perlu berdialog dengan anak untuk mengungkap sudut pandang anak tentang permasalahan yang terjadi.
Ketahuilah bahwa stres dalam batas tertentu adalah wajar dan bermanfaat untuk pengembangan diri. Dalam hal ini orang tua atau guru dapat memberi pengertian kepada anak bahwa adalah wajar untuk merasa takut, khawatir, sedih atau marah akan sesuatu. Anak pun perlu diyakinkan bahwa mereka mampu mengatasi tantangan yang ada dan orang tua akan selalu ada untuk mendukung mereka.
Dampingi saat anak mengalami stres!
Orang tua dapat mengembangkan kemampuan anak menghadapi stres. Ajarkan pada anak teknik-teknik relaksasi, seperti bernafas dalam-dalam atau membayangkan adegan lucu pada film kartun favoritnya. Luangkanlah waktu yang cukup setiap hari untuk berkomunikasi dengan anak. Ajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka kepada anak untuk mendorongnya bercerita. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang diawali dengan ‘apa’, ‘siapa’, ‘kapan’, ‘dimana’, ‘bagaimana’ dan ‘mengapa’. Dengarkanlah cerita anak dengan sepenuh hati tanpa menghakimi. Lakukan aktivitas positif bersama-sama.
Ada banyak aktivitas yang dapat dilakukan antara orang tua dan anak, contohnya berolah raga, memasak, melukis, bermain board game atau menonton film komedi. Berbagilah pengalaman pribadi dalam mengatasi stres agar anak memiliki referensi solusi yang dapat dilakukan. Memberikan gambaran kepada anak tentang kapan harus meminta bantuan dan kepada siapa merupakan informasi yang sangat berguna bagi anak.
Ajak bekerja sama agar anak tidak mengalami stres!
Kerjasama yang baik dengan segala pihak yang terkait adalah sangat penting. Orang tua dapat berkomunikasi dengan guru apabila diduga penyebab stres berasal dari lingkungan sekolah. Sebaliknya, guru perlu berkomunikasi dengan orang tua apabila permasalahan yang bersumber dari rumah berdampak pada perilaku anak di sekolah. Semua pihak dapat mendukung penyelesaian masalah anak. Pada kasus-kasus stres yang berkepanjangan, ada baiknya orang tua melakukan konsultasi psikologi dengan tenaga ahli seperti psikolog untuk membantu pemulihan psikologis anak. Aplikasi Riliv bisa jadi alternatif yang patut dicoba!
Written by:
Fransisca Putri Intan Wardhani, S.Psi., M.Psi., Psikolog. Dosen Fakultas Psikologi Universitas Ciputra
Konten ini merupakan kerjasama Riliv dengan Fakultas Psikologi Universitas Ciputra.
Baca juga:
Karyawan Pensiun di Usia Muda, Emang Boleh?