Dipaksa menikah oleh keluarga – Persoalan menikah seharusnya menjadi keputusan bersama antara pasangan, bukan pihak orang tua atau keluarga dari masing-masing pasangan. Sayangnya, pemaksaan untuk menikah masih banyak terjadi hingga sekarang.
Mengapa Orang Tua Ingin Kita Cepat Menikah?
Beberapa orang tua ingin anaknya cepat menikah karena berbagai alasan. Apalagi jika yang disuruh anak perempuan. Bahkan, tak sedikit pula kasusnya di Indonesia, terjadi pernikahan dini yang menyalahi aturan pemerintah tentang usia legal pernikahan, yakni 19 tahun. Dilansir dari UNICEF, kebanyakan orang yang memaksa anaknya menikah terlalu dini adalah mereka yang terjebak dalam kemiskinan dan tidak mendapatkan perlindungan yang memadai tentang keselamatan anak.
Namun di sisi lain, tidak hanya anak di bawah umur saja yang dipaksa menikah oleh keluarga, dan penyebabnya pun bukan karena masalah finansial. Namun, juga karena masalah budaya yang mengakar di masyarakat. Di Indonesia, budaya konservatifnya masih begitu kuat. Orang tua lebih memilih menikahkan anak dibandingkan membiarkannya menjalin hubungan untuk mengenal terlebih dahulu pasangannya karena alasan adat.
Tentu saja, dipaksa menikah itu identik dengan menyalahi hak asasi manusia. Namun, jika kita tinjau secara lebih lanjut, orang tua sebenarnya punya alasan tersendiri, dan pastinya tidak melulu berdasarkan alasan negatif.
Maka dari itu, mungkin ada baiknya kita juga memahami perspektif orang tua kita. Buktinya, ada juga lho yang menikah karena dijodohkan oleh orang tua, namun berhasil hidup bahagia dengan pasangannya karena support keluarga besar. Selain itu, para ahli juga menemukan bahwa pernikahan karena perjodohan bisa mengakibatkan gangguan kesehatan mental karena tidak adanya kesepakatan atau pertengkaran yang terjadi antar pasangan. Maka dari itu, banyak faktor yang bisa mensukseskan maupun menggagalkan pernikahan akibat perjodohan ini, dan kita tidak bisa menggeneralisirnya.
Jika kamu termasuk salah satu orang yang dipaksa menikah oleh keluarga, mungkin bisa melakukan beberapa cara seperti di bawah ini.
Anggap sebagai perhatian dan kasih sayang orang tua
Coba tanyakan alasan orang tua memaksamu menikah. Jika jawabannya supaya kamu cepat memiliki pasangan tetap (karena mungkin kamu sudah lama men-jomblo) atau agar kamu cepat-cepat mengubah status dengan si pacar (karena sudah berpacaran terlalu lama), anggap saja paksaan mereka sebagai tanda perhatian dan kasih sayang orang tua kepada anak.
Tanggapi dengan santai saat dipaksa menikah oleh keluarga
Terus-menerus dipaksa menikah atau ditanya “Kapan nikah?” memang menjengkelkan. Tapi, mungkin kamu nggak perlu menanggapinya terlalu serius, dibawa santai saja.
Berikan jawaban-jawaban bercanda, seperti “Jodohnya masih wamil (wajib militer), selesainya masih lama” atau “Tunggu harga rumah turun dulu biar bisa dikasih mahar rumah,” dan lain-lain.
Jika masih dipaksa juga, berikan alasan kamu nggak mau melakukannya
Rachel Sussman, terapis dan pakar hubungan di New York, mengatakan bahwa berbicara dengan orang tua bisa menjadi cara jitu agar kamu berhenti dipaksa menikah oleh keluarga.
Utarakan alasan kamu belum mau menikah sehingga orang tua dan keluarga mengerti dan akhirnya nggak akan lagi memaksamu untuk menikah. Jangan malu untuk membicarakan hal ini dari hati ke hati dengan mereka, ya.
Oh, kamu juga bisa bilang ke orang tua kalau paksaan mereka itu justru membuatmu stres. Orang tua yang baik tentu saja nggak mau membuat anaknya stres, ya. Jadi, mereka kemungkinan besar akan berhenti melakukannya.
Alihkan pembicaraan saat kamu dipaksa menikah oleh keluarga
Mengalihkan pembicaraan adalah salah satu cara halus yang menyatakan kalau kamu nggak mau membahas hal tersebut.
Jadi, jika mulai muncul omongan “Kapan kamu mau nikah?”, coba alihkan dengan membicarakan hal lain, seperti “Eh, tahu nggak sih kalau warung mi ayam yang biasa kita makan tiap minggu sekarang tutup?” atau semacamnya.
Terus lakukan seperti ini sampai keluarga menyadari kalau kamu nggak mau membicarakan pernikahan atau memiliki rencana untuk menikah.
Baca Juga:
Mitos Sindrom Asperger: Kamu Tidak akan Menikah?
Beritahu orang tua dan keluarga risiko pernikahan yang dipaksakan
Mereka mungkin ingin yang terbaik untukmu (walaupun cepat menikah bukan satu-satunya hal terbaik dalam hidup) dan kadang nggak menyadari risiko yang bisa terjadi jika kamu dipaksa untuk menikah.
Memang apa saja risikonya? Banyak, mulai dari ketidakcocokan dengan pasangan (jika dijodohkan) yang baru dirasakan setelah menikah dan merasa belum siap berkeluarga sehingga sering menimbulkan pertengkaran.
Sudah banyak kasus pernikahan yang dipaksakan harus berakhir dengan perceraian, padahal baru 1-2 tahun menikah. Keluarga tentunya nggak menginginkan hal ini, bukan?
Bisa jadi bahan pertimbangan dengan pasangan
Loh, maksudnya kamu mau dipaksa menikah oleh keluarga? Bukan, bukan begitu. Maksudnya seperti ini.
Untuk kamu yang sudah berpacaran lama dengan pasangan saat ini, mungkin saja keinginan untuk menikah belum muncul karena sudah terlalu nyaman dengan hubungan saat ini. Nah, paksaan dari keluarga bisa menjadi pertimbagan kalau mungkin hubungan kalian berdua memang sudah saatnya maju ke jenjang berikutnya.
Namun, sekali lagi, jangan sampai kamu dan pasangan merasa terpaksa, ya. Kalau memang ada hal-hal yang membuat kalian belum mau menikah, beritahukan saja kepada keluarga agar mereka nggak lagi memaksa.
Menikah adalah hal sakral yang sebaiknya hanya terjadi satu kali dalam seumur hidup. Jadi, sebenarnya nggak ada satu orang pun, termasuk keluarga, yang bisa memaksamu untuk melakukannya.
Jika kamu masih mendapatkan perlakuan seperti ini meski sudah melakukan cara-cara di atas, coba deh berkonsultasi dengan profesional. Sekarang ini, kamu bisa menggunakan layanan konsultasi psikologi online atau curhat online di aplikasi seperti Riliv.
Selain bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja, harganya juga terjangkau, dan bisa membantumu mendapatkan solusi jika terus dipaksa menikah oleh keluarga. Selamat mencoba!
Referensi:
- Allendorf, K., & Ghimire, D. J. (2013). Determinants of marital quality in an arranged marriage society. Social science research, 42(1), 59–70. https://doi.org/10.1016/j.ssresearch.2012.09.002
- Zhang, Y., & Axinn, W. G. (2021). Marital Experiences and Depression in an Arranged Marriage Setting. AJS; American journal of sociology, 126(6), 1439–1486. https://doi.org/10.1086/714272
Ditulis oleh Elga Windasari. Diedit oleh Neraca Cinta Dzilhaq, M.Psi., Psikolog
Baca Juga: