Halo effect adalah – Pernah tidak, sih, kamu bertemu dengan seseorang yang memiliki penampilan fisik yang menarik—lalu, otomatis, kamu berasumsi bahwa ia memiliki kepribadian yang baik, pintar, sekaligus karismatik?
Kalau pernah, itu artinya, kamu mengalami halo effect! Yap, fenomena psikologi ini sering dialami oleh banyak orang, lho, terutama yang berkaitan dengan kesan pertama mereka terhadap orang lain.
Apa, sih, halo effect itu? Apa dampaknya kepada hubungan yang kamu miliki dengan orang lain? Simak artikel ini sampai habis untuk mengetahui jawabannya, ya!
Halo effect adalah kesan pertama yang positif
Secara singkat, itulah pengertian dari halo effect. Sebagai salah satu bias kognitif—kesalahan berpikir—halo effect “menipumu” untuk berpikir bahwa secara keseluruhan, seseorang dapat memiliki kepribadian yang positif akibat satu karakteristik yang dimilikinya.
Padahal, bisa saja, kenyataannya tidak seperti itu, lho. Kemungkinan, ketika kamu melakukan halo effect, kamu juga memproyeksikan preferensi, prasangka, ideologi, dan persepsimu mengenai dunia yang kamu anut kepada orang itu.
Menarik, ‘kan? Jadi penasaran, tidak, sih, dari mana halo effect ini muncul?
Asal-usul halo effect
Edward Thorndike adalah psikolog yang pertama kali mengemukakan istilah “halo effect” dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1920, The Constant Error in Psychological Ratings.
Dalam buku tersebut, Thorndike meneliti bagaimana cara komandan militer menilai kualitas karakter yang dimiliki oleh prajurit bawahan mereka. Di antaranya, kualitas kepemimpinan, fisik, kecerdasan, dan kesetiaan.
Hasilnya, Thorndike menemukan bahwa penilaian positif atau negatif oleh para komandan cenderung dipengaruhi oleh salah satu aspek prajurit. Misalnya, kalau fisik prajurit tersebut menarik, maka kualitas karakternya lebih positif daripada yang tidak.
Tapi, itu dulu, ya! Sekarang, halo effect lebih sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari—bahkan, secara tidak sadar, mungkin kamu lah yang melakukan atau menerima halo effect tersebut.
Halo effect terjadi di mana-mana
Beberapa situasi yang memungkinkan terjadinya halo effect adalah:
1. Hubungan antara guru dan siswa
Riset menemukan bahwa para guru akan berinteraksi lebih banyak dengan murid yang menarik secara fisik. Pasalnya, mereka menaruh ekspektasi yang tinggi pada murid-murid tersebut agar berperforma bagus secara akademis.
Nyatanya, kegantengan atau kecantikan seorang murid tidak menjamin keberhasilan akademisnya. Riset lain menunjukkan, murid yang menarik secara fisik memiliki nilai ujian yang lebih rendah saat menjalani kelas online daripada kelas tatap muka.
2. Rekrutmen kandidat oleh HR
Lowongan pekerjaan yang di-posting oleh suatu perusahaan telah mengandung persyaratan yang jelas. Namun, tidak menutup kemungkinan kalau HR juga menilai kandidat berdasarkan penampilannya, lho.
Apabila seorang kandidat memiliki fisik yang menarik dan menunjukkan bahwa ia mudah disukai oleh banyak orang, maka HR akan lebih mungkin untuk menilai kandidat sebagai seseorang yang cerdas, kompeten, dan qualified.
3. Taktik marketing suatu bisnis
Sering melihat artis berkolaborasi dengan brand tertentu? Yap, mereka adalah brand ambassador—dan yang tidak kamu sadari, halo effect juga berperan di situ, lho!
Kok bisa? Ya, karena kalau kamu menggemari suatu artis karena sifat atau nilai positif yang dimilikinya, kamu juga akan berasumsi kalau suatu brand juga berbagi hal-hal tersebut.
Hmm, kalau dilihat-lihat, halo effect ini bukan merupakan sesuatu yang jarang, ya! Jadi, tidak apa-apa, dong, kalau sering dilakukan? Eits, bukan seperti itu caranya…
Apakah halo effect itu buruk?
Ini pertanyaan yang sedikit sulit untuk dijawab. Sebagai seorang manusia yang berpikiran subjektif, halo effect mungkin terasa wajar untuk dilakukan, pada awalnya.
Tapi, coba, deh, pikir-pikir lagi tentnag dampak halo effect menggunakan contoh di atas.
Tidak ada hubungan antara daya tarik murid dengan kepintaran atau kerajinannya. HR pun juga berpotensi melewatkan kandidat yang berkualitas, karena hanya memilih berdasarkan penampilannya. Soal brand ambassador, kamu juga tahu, tujuan akhirnya adalah untuk mendapatkan lebih banyak uang bagi kedua belah pihak.
Jadi, halo effect itu buruk, ya? Padahal, ‘kan membantu untuk tidak berprasangka buruk kepada orang lain…
Oh, kalau berprasangka buruk, ada lagi namanya!
Berkenalan dengan kebalikan dari halo effect—horn effect
Kalau halo effect membuatmu berpikir secara positif terhadap seseorang, horn effect justru melakukan hal sebaliknya. Ketika kamu mengetahui seseorang memiliki satu saja sifat yang negatif, kamu pun juga akan membuat keseluruhan kesan yang negatif pula.
Contohnya, kamu berpikir kalau orang yang obesitas juga merupakan orang yang malas, karena jarang bergerak. Padahal, kamu tidak tahu cerita hidupnya—mungkin saja, ia sudah berusaha olahraga, tetapi terlalu sakit bagi tubuhnya.
Bagaimana cara agar terhindar dari halo effect dan horn effect?
Mulailah untuk berpikir secara objektif. Ketika mengamati atau berinteraksi dengan seseorang yang baru kamu kenal, cobalah untuk tidak serta-merta berpikir, “wah, pasti orang ini begini dan begitu.”
Kenali mereka secara lebih dalam agar kamu bisa menilai seseorang itu sebenarnya seperti apa, alih-alih penilaian itu diputuskan oleh satu karakteristik positif atau negatif saja.
Begitu juga jika seseorang mengira hal yang sama tentangmu. Bersikap jujur dan terbuka adalah hal yang terpenting—kalau tidak, orang-orang di sekitarmu bisa merasa terkelabui.
Apakah kamu kesulitan untuk mengekspresikan dirimu sejujurnya? Atau, kamu memiliki sifat yang judgemental terhadap orang lain, dan ingin mengubah itu? Tenang, psikolog Riliv hadir untuk membantumu. Konsultasi online secara mudah dan praktis di Riliv Konseling.
Referensi:
- tirto.id. Mengenal Halo Effect, Kesan Pertama saat Bertemu Seseorang
- idntimes.com. 5 Fakta Halo Effect, Kecenderungan Menilai orang dari Kesan Pertama
- verywellmind.com. Why the Halo Effect Influences How We Perceive Others
- simplypsychology.org. Why the Halo Effect Affects How We Perceive Others
- healthline.com. What Is the Halo Effect?
Ditulis oleh Adinda Mauradiva.
Baca Juga:
Kata-kata Percaya Diri, Ini Kuncinya Biar Tampil PeDe!
Konsep Diri Ideal: Bangun dengan Self Esteem dan Self Image!