Masa muda merupakan masa yang paling produktif untuk bekerja, apalagi pada generasi millennial. Faktanya generasi ini yang paling rentan mengalami gejala timbulnya burnout karena beban kerja yang semakin banyak. Yuk simak mengapa terjadi burnout kerja di sini, Dear!
Burnout adalah merupakan sindrom psikologis yang terditi atas tiga dimensi yaitu kelelahan emosi, depersonalisasi, dan penurunan prestasi pribadi maupun rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri dalam melakukan tugasnya sehari-hari.
Awal mula timbulnya burnout
Ada artikel Buzzfeed yang menerbitkan bahwa fenomena burnout pada generasi millennial sering terjadi pada rentang umut 22 tahun sampai 28 tahun
Sindrom ini terjadi ketika seseorang yang baru saja mengalami transisi dalam kehidupan dimana mereka dihadapkan pada suatu realita dalam lingkungan pekerjaan.
Millennial merupakan generasi yang dilahirkan untuk mandiri
Sikap kemandirian yang ditanamkan pada anak millennial memang membawa dampak yang baik bagi perkembangan karir. Kemandirian membuat seseorang dapat mengoptimalkan kemampuannya supaya bisa bertahan dalam kehidupan.
Sikap ini pula yang memacu seseorang untuk tidak pernah merasa puas dengan suatu pekerjaan, merasa selalu kurang, dan selalu perfeksionis. Burnout terjadi ketika seseorang terlalu memaksakan beban pekerjaan sehingga tidak menemukan kepuasan dalam bekerja.
Kesehatan mental menjadi dampak serius bagi karyawan
Dampak yang ditimbulkan secara mental dapa berwujud kelelahan emosional yang dirasakan oleh setiap individu karena merasa kosong, sendiri, dan terjebak dalam suasana yang tidak berdaya.
Sikap nyata afektif yang sering ditunjukkan adalah merasa depresi, tidak suka membantu, tidak memiliki harapan dan merasa tidak berarti.
Apabila hal ini tidak bisa diatasi dengan baik, maka akan menurunkan self-esteem dan dapat menyebabkan agresi serta kecemasan.
Gejala kognitif yang ditimbulkan adalah susah untuk berkonsentrasi, mudah lupa, susah dalam mengambil keputusan, sering merasa gugup, susah untuk santai.
Beban kerja yang berlebihan seperti bekerja diluar batas jam yang ditentukan, jumlah individu yang harus dilayani, tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas, hinggga pekerjaan lainnya yang melampaui batas kemampuan individu serta dukungan atasan yang kurang harmonis, tidak adanya penghargaan dalam bekerja.
Sosial media dan internet bisa jadi penyebab terjadinya burnout
Millennial tidak pernah lepas dengan internat dan sosial media. Bagi mereka kedua hal tersebut merupakan gudang dari segala informasi. Namun, ternyata internet dan media sosial berperan dalam memicu terjadinya burnout.
Sebut saja seperti instagram influencer, mereka digambarkan sebagai sosok yang idola yang patut untuk ditiru karena kesusksesan nya di dunia maya. Kenyataannya jauh berbeda dengan realita.
Tuntutan ekonomi dan gaya hidup memicu timbulnya burnout
Siklus ekonomi yang selalu berubah-ubah menuntut pekerja untuk bisa lebih adaptif dengan keadaan. Terkadang karena tuntutan ekonomi yang semakin banyak membuat seseorang mengambil banyak pekerjaan tambahan untuk mendapatkan hasil yang lebih.
Gaya hidup yang serba modern juga memicu tekanan sosial yang tinggi. Tekanan ini akan membuat kondisi mental menjadi lebih sensitif karena tidak bisa memenuhi kriteria yang diinginkan.
Tidak hanya dirasakan oleh kaum millennial saja tetapi semua orang juga pernah merasakan hal yang serupa. Tergantung bagaimana kesiapan mental seseorang dalam menghadapi tekanan pekerjaan.
Burnout sendiri dapat diminimalisir dengan cara menerima diri sendiri supaya dapat membuat tujuan yang realistis. Tetap fokus pada nilai dari kehidupan seperti pertemanan dan hubungan yang mendukung karirmu.
Sudah siap menghadapi burnout?
Disadur dari:
- https://www.thisisinsider.com/what-is-millennial-burnout-how-to-deal-with-2019-1
Written by Kadek Sharidevy
Discussion about this post