Gangguan Skizofrenia – Baru-baru ini terjadi kasus pembunuhan mutilasi terhadap seorang wanita yang potongan tubuhnya ditemukan di Pasar Besar Malang. Pembunuhnya diduga memiliki gangguan mental berat atau yang dikenal dengan gangguan Skizofrenia. Mengapa demikian? Pelaku memiliki riwayat pernah melakukan kekerasan fisik dengan memotong lidah kekasihnya, membakar rumah tetangganya bahkan memukul kepala ayahnya dengan palu. Hal tersebut membuat warga di sekitar tempat tinggal pelaku menjadi resah dan akhirnya mengusir pelaku keluar dari lingkungan tempat tinggalnya.
Berdasarkan fenomena tersebut, mari membahas lebih jauh mengenai definisi gangguan Skizofrenia, gejala-gejala Skizofrenia, tipe-tipe Skizofrenia, pengobatan apa yang dapat diberikan kepada penderita, dan peran psikoedukasi dalam optimalisasi pengobatan. Gangguan skizofrenia adalah gangguan psikosis kronis dengan gambaran gangguan pikiran (isi, arus); gangguan afeksi; dan gangguan perilaku yang ditandai dengan karakteristik abnormalitas pada persepsi dan ekspresi terhadap realita.
Menurut DSM V, diagnosa untuk gangguan Skizofrenia harus memenuhi kriteria berikut ini :
Dua atau lebih gejala berikut ini harus ditampilkan secara signifikan selama kurang lebih 1 bulan:
Delusi/Waham
Seperti: waham dikendalikan (delusion of control), waham dipengaruhi (delusion of influence), atau persepsi delusional.
Halusinasi juga jadi gejala gangguan skizofrenia
Seperti : suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku penderita, atau jenis halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh (halusinasi penglihatan, taktil, dan lain sebagainya yang terkait dengan pancaindera)
- Disorganized speech (bicara kacau), merupakan inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.
- Disorganized behavior (perilaku kacau), seperti keadaan gaduh-gelisah, berdiam diri, menarik diri dari pergaulan, dan sebagainya.
- Adanya disfungsi dalam relasi interpersonal, pekerjaan, perawatan diri, dan sebagainya.
- Durasi gejala berkelanjutan selama 6 bulan
Berdasarkan kriteria gejala di atas, terdapat dua gejala yang menonjol pada penderita gangguan Skizofrenia, diantaranya adalah gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif adalah perilaku abnormal yang terlihat pada penderita Skizofrenia, seperti delusi dan halusinasi.
Gejala negatif adalah kehilangan fungsi normal penderita, seperti tidak mau bersosialisasi, kehilangan minat terhadap aktivitas yang menyenangkan/hobi, dan lain sebagainya. Gangguan Skizofrenia sendiri dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu :
-
Skizofrenia Paranoid
- Ada waham dikejar-kejar/diteror; waham cemburu; waham kebesaran
- Halusinasi (berisi suara tentang ancaman atau perintah)
-
Skizofrenia Hebefrenik
- Ada perubahan afektif
- Waham/halusinasi tidak jelas
- Perilaku yang tidak bertanggung jawab
- Proses pikir dan bicara kacau
-
Skizofrenia Katatonik
- Gangguan psikomotor menonjol
- Stupor (penurunan kesadaran; reaksi terhadap lingkungan sangat kurang)
- Katalepsi (mempertahankan suatu posisi anggota tubuh dalam waktu yang lama)
- Mutism
Pengobatan yang harus diberikan pada penderita gangguan Skizofrenia yang terutama adalah melalui obat (farmakoterapi) dan tentunya memerlukan bantuan dokter spesialis jiwa atau yang dikenal dengan psikiater. Selain melalui farmakoterapi, terapi ECt dan terapi psikologik juga dapat diberikan pada pasien Skizofrenia.
Penderita gangguan Skizofrenia disarankan ke Rumah Sakit Jiwa
Peran Rumah Sakit Jiwa bisa menyediakan layanan untuk rawat jalan, rawat inap, rehabilitasi, dan juga perawatan pemulihan (after care). Layanan tersebut disesuaikan dengan prognosa (prediksi kondisi pasien dari perjalanan penyakit/gangguannya) dari pasien Skizofrenia. Apabila pasien cepat mendapatkan pengobatan/terapi maka prognosanya semakin baik.
Selain pengobatan/terapi yang diberikan kepada pasien, perlu juga adanya psikoedukasi yang diberikan kepada pasien serta pasangan, keluarga, ataupun orang terdekat pasien. Psikoedukasi merupakan suatu bentuk intervensi yang paling efektif berdasarkan praktek yang telah dilakukan dalam dunia klinis dan komunitas masyarakat. Psikoedukasi menjadi suatu hal yang bermanfaat karena cara bentuk penyajian yang fleksibel karena mengkombinasikan informasi spesifik mengenai penyakit dan cara untuk mengelola kondisi lain yang terkait dengan penyakit tersebut.
Psikoedukasi menggabungkan intervensi psikoterapi dengan edukasi secara menyeluruh dan dengan pendekatan kompetensi yang dimiliki, menekankan pada bidang kesehatan, kolaborasi, coping, dan pemberdayaan. Psikoedukasi didasari oleh kemampuan yang dimiliki dan fokus pada kondisi saat ini. Pasien dan keluarga merupakan komponen yang bekerja sama dalam suatu treatment.
Oleh karena itu bertambahnya pengetahuan informal caregiver dan pasien, maka semakin besar peluang tercapainya kesehatan dan hal-hal yang mendukung terwujudnya kesehatan. Psikoedukasi dihadirkan untuk memberikan jembatan agar terbentuk kerjasama yang baik antara pasien dengan keluarganya dalam mewujudkan kesehatan.
Psikoedukasi memberikan suatu formasi ataupun mengembangkan strategi untuk menjadikan pengetahuan sebagai suatu bentuk proaktif untuk dilakukan. Oleh karena itu, psikoedukasi ini menjadi sangat penting untuk diberikan dalam proses pemulihan kondisi pasien dan juga mengurangi kekambuhan pada pasien.
Jika kamu butuh melakukan konsultasi secara mudah, kamu juga bisa memanfaatkan aplikasi konsultasi psikolog Riliv untuk melakukan konseling online.
Disadur dari :
- American Psychiatric Association. (2013). DSM V (Diagnostic and statistical manual of mental disorders V). Washington DC: American Psychiatric Association.
- Blaum, J., Frobose, T., Kraemer, S., Rentrop, M., & Walz, G.P., (2006). Psychoeducation : a basic psychotherapeutic intervention for patients with schizophrenia and their families. Schizophrenia Buletin, 32, S1-S9, 3-5.
- Lukens, E. & McFarlane, W. (2004). Psychoeducation as evidence-based practice : considerations for practice, research, and policy-brief treatment and crisis intervention. Academic Research Library, 4, 3.
- McFarlene, W.R., Dixon, L., Lukens, E., & Lucksted, A. (2003). Family psychoeducation and schizophrenia : a review of the literature. Journal of Marital and Family Therapy, 29, 2, 225-226.
- Nevid, J.S., Rathus, S.A., & Greene, B. Abnormal psychology in a changing world. 9th Ed. USA: Pearson Education, Inc.
Ditulis oleh Stefani Virlia, S.Psi., M.Psi., Psikolog.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Ciputra
Konten ini merupakan kerjasama Riliv dengan Fakultas Psikologi Universitas Ciputra.
Baca juga:
Yuk Coba Tantangan 7 Hari Aku Bersyukur dari Riliv!