Kenyataan dalam hidup terkadang terasa pahit dan sulit diterima ya, Dear. Tapi sadarkah kamu, kenyataan yang telah terjadi, tak akan berubah meskipun kamu tidak menginginkannya. Semakin diingat-ingat, kenyataan menyakitkan dan pahit akan semakin membuatmu marah. Nah, untuk menerima kenyataan, kamu harus dapat menerima diri secara utuh terlebih dahulu.
Menerima diri bukan berarti pasrah pada keadaan ya, Dear. Menerima diri secara utuh artinya kamu memahami dimana dirimu saat ini untuk membuat perubahan lebih baik dalam hidupmu. Kamu menerima kenyataan yang terjadi dalam dirimu bukan sebagai bentuk kekecewaan, namun sebagai niat perubahan untuk kehidupanmu di masa depan.
Sederhananya, kamu tak akan pergi kemana-mana tanpa tahu dimana kamu sedang berada.
Menerima diri secara utuh membuatmu keluar dari belenggu amarah
Photo by Helena Lopes on Unsplash
Kenyataan yang tidak sesuai dengan ekspektasi membuat emosimu meningkat, kemudian amarah pun muncul. Marah disebabkan oleh perasaan sakit terhadap sesuatu, baik secara fisik maupun psikis, atau tindakan seseorang yang sengaja membuatmu salah, sehingga menimbulkan tindakan atau emosi tak terkendali.
Misalnya, ketika kamu dikritik di sosial media karena suatu kesalahan. Tentu saja, kamu memiliki dorongan untuk membela dan menghilangkan perasaan malu. Sehingga, kamu cenderung mempertahankan argumenmu yang justru membuat emosimu meningkat dan amarahmu muncul.
Namun, itu tak perlu terjadi jika kamu bisa menerima dirimu secara utuh. Pikiranmu tidak akan berkata bahwa kamu bodoh, tidak layak, dan melakukan tindakan yang memalukan jika kamu bisa mencintai dirimu sendiri. Sehingga, pikiranmu hanya akan mencetak pikiran positif.
Ketika seseorang mengkritikmu, kamu akan menerimanya sebagai sebuah masukan untuk perbaikan dirimu di masa yang akan datang, dan bukannya sebagai kalimat menjatuhkan untuk mencemoohmu.
Atau dalam kasus lain, jika kamu dapat mengakui kesalahanmu dan bertanggungjawab atas perbuatanmu, amarahmu tak akan muncul. Meskipun, wajar saja, jika kamu akan tetap merasa kecewa dan kesal karena ada yang mengkritikmu secara pedas.
Bagaimana agar dapat menerima diri untuk menghindari amarah?
Hal yang membuatmu bebas dari amarah adalah pilihanmu menghadapi situasi tersebut. Apakah kamu akan menerima penolakan secara positif, atau menyalahkan keadaan dengan pemikiran yang destruktif.
Kamu tak bisa menolak kenyataan, meskipun sangat menyakitkan, seperti kehilangan seseorang yang kamu cintai. Mungkin kamu akan terus menerus bertanya mengapa hal tersebut terjadi. Nah, terkadang, ada hal-hal yang tak bisa kita temukan alasannya karena keterbatasan kita. Maka, cara terbaik adalah menerima dan mengikhlaskannya.
Memaafkan masa lalu jadi bagian dari penerimaan diri
Photo by Priscilla Du Preez on Unsplash
Memaafkan masa lalu mungkin terdengar sulit. Kita merekam semua pengalaman buruk yang berasal dari masa itu dan membentuknya menjadi sebuah kenangan. Secara alamiah, mungkin kamu akan terus menyalahkan diri sendiri, orang lain atau keadaan yang membentuk kenangan pahit tersebut.
Namun, cara terbaik untuk berdamai dengan masa lalu adalah memaafkannya. Ingatlah bahwa masa lalu tak pergi kemana-mana dan tak akan berubah, kecuali kita yang mengubah pandangannya.
Di masa lalu, mungkin kamu adalah anak yang dianggap nakal dan kurang pintar oleh orangtuamu. Maka, maafkanlah dan pikirkan seberapa banyak yang berhasil kamu dapatkan saat ini karena pandangan tersebut.
Tanpa disadari, peristiwa-peristiwa tersebut membentuk kewaspadaan dan tekad untuk menjadi lebih baik. Misalnya, karena dianggap kurang pintar, kamu berusaha keras untuk belajar dan lulus dari universitas terbaik di Indonesia.
Sementara, jika tidak memaafkannya, kamu hanya akan menyimpan pikiran yang menghasilkan amarah. Kamu akan mengingat setiap hinaan, cemoohan, dan bentakan yang membuatmu stress.
Jujur kepada diri sendiri membuatmu menerima diri secara utuh
Photo by Fuu J on Unsplash
Jika kamu terlalu sering membandingkan dirimu dengan orang lain, mungkin hal itu membuatmu sibuk membangun citra diri seperti orang tersebut. Akibatnya, kamu lupa terhadap dirimu sendiri dan tujuan hidupmu yang sebenarnya.
Cobalah jujur kepada diri sendiri. Jika memang kamu belum mampu melakukan sesuatu, atau kamu merasa kurang dalam beberapa hal, belajarlah meningkatkannya. Kamu tidak perlu membandingkan dirimu dengan pencapaian orang lain, yang hanya akan membuatmu lupa terhadap tujuan awal.
Nah, itu tadi penjelasan bagaimana menerima diri secara utuh yang dapat membantumu mengontrol emosi. Kamu perlu ingat bahwa amarah yang destruktif bisa saja kamu akses setiap saat, tapi berlatih mengendalikan diri akan membuatmu menjadi lebih bijaksana.
Jika kamu masih merasa butuh bantuan professional untuk membantu menerima diri secara utuh atau mengendalikan amarahmu, kamu bisa melakukan konseling menggunakan aplikasi Riliv, lho!
Sumber:
- Lieberman, D. J. (2018). Never get Angry Again. New York: St. Martin’s Press.
- https://www.apa.org/topics/anger/
- https://www.psychologytoday.com/us/blog/overcoming-destructive-anger/201712/accept-your-self-doubt-diminish-your-anger-0