Dear, pernahkah kamu mendengar istilah Distimia? Dalam buku “I want to die but I want to eat Tteokpokki,” Baek Se Hee menceritakan perjuangannya hidup dalam distimia. Kali ini, mari mengulik lebih dalam mengenai Distimia bersama Riliv!
Apa itu Distimia?
Distimia bisa disebut sebagai depresi kronis ringan berjangka panjang yang dapat bertahan selama dua tahun bahkan lebih. Dalam Diagostic and Statistical Manual of Mental Disorders menyebutnya sebagai PDD atau persistent depressive disorders.
Tidak boleh diabaikan, distimia menyebabkan seseorang terkurung dalam keputusasaan dalam waktu yang lama dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Jika tidak ditangani, penyakit ini dapat merambat menjadi depresi berat dan menjadi depresi ganda bagi penderitanya.
Oleh karena itu, ada baiknya memahami lebih jauh mengenai distimia. Siapa tau, kamu dapat menolong orang di sekitarmu atau bahkan dirimu sendiri!
Apa penyebab distimia?
Photo by Austin Guevara from Pexels
Walaupun tidak ada penyebab pastinya, terdapat beberapa faktor, khususnya faktor lingkungan yang dapat memicu gangguan mental tersebut.
Pertama, adalah latar belakang keluarga. Baek Se Hee dalam bukunya menceritakan keadaan keluarganya yang tergolong miskin sejak ia kecil, yang membuatnya kehilangan rasa percaya diri secara berkepanjangan.
Kekerasan yang pernah dilakukan ayahnya kepada sang ibu juga mempengaruhi kondisi mentalnya sejak dini.
Kedua adalah adanya gangguan kecemasan atau bipolar disorder yang pernah dialami, yang bisa dipicu oleh faktor lingkungan seperti perkataan teman-teman dan orang sekitar.
Baek se Hee menceritakan rasa anxiety dan tidak percaya diri yang dialaminya karena sering mendapat ejekan fisik dari orang sekitarnya. Jadi, jangan sembarangan bercanda dalam berkata-kata, ya! Karena kita tidak pernah tahu apa yang ada di benak orang tersebut.
Selain faktor lingkungan, distimia juga dapat disebabkan oleh gangguan ketidakseimbangan pada otak, khususnya zat kimia neurotransmitter dapat memengaruhi tingkat depresi.
Menurut penelitian, stabilitas mood dan suasana hati seseorang dapat bergantung pada neurotransmitter dan interaksinya dengan neurocircuits yang berperan dalam pengobatan depresi.
Disamping itu, tidak menutup kemungkinan bahwa depresi ini dapat menurun dari keluarga dengan riwayat gangguan mental. Orang yang memiliki penyakit jantung atau diabetes juga dapat beresiko mengalami distimia.
Apa saja gejalanya?
Gejala distimia atau PDD dapat terlihat mirip dengan gejala depresi pada umumnya. Perbedaannya adalah distimia termasuk kronis dengan gejala berlangsung berhari-hari dalam kurun waktu dua tahun atau lebih. Berikut adalah gejalanya:
- Perasaan sedih dan putus asa terus-menerus
- Gangguan tidur
- Merasa lemas dan kurang energi
- Perubahan nafsu makan
- Tidak dapat fokus dan konsentrasi dalam mengerjakan kegiatan sehari-hari
- Hilang semangat
- Menurunnya produktivitas
- Hilangnya kepercayaan diri
- Menghindari interaksi dan kegiatan social
Gejala PDD ini dapat timbul, baik saat masa anak-anak, remaja, hingga dewasa. Orang yang mengalami distimia cenderung moody dan pesimis dalam melakukan sesuatu.
Gejala ini dapat hilang dan timbul kapan saja, namun tidak pernah hilang secara permanen selama bertahun-tahun. Terdengar sangat menyesakkan, bukan?
Jika kamu mendapati teman atau orang terdekatmu mengalami gejala demikian, hadirlah untuknya dan berikan dia dukungan untuk tetap semangat menjalani kesehariannya.
Kamu dapat mengenalkannya pada aplikasi meditasi Riliv yang dapat diunduh secara gratis untuk membantunya mengurangi gangguan tidur, melacak mood, hingga meditasi yang dapat dilakukan dengan bimbingan aplikasi Riliv.
Jika kamu merasa memiliki gejala distimia, jangan takut untuk meminta dukungan orang-orang terdekatmu. Kamu juga dapat melakukan konsultasi online melalui Riliv untuk membimbingmu mengatasi penyakit ini.
Tetaplah semangat, dan jangan pernah putus asa!
Sumber:
- https://doktersehat.com/apa-itu-distimia/
- https://www.healthline.com/health/dysthymia#symptoms