Depresi Pada Remaja – Masa remaja merupakan suatu fase peralihan dari masa kanak–kanak menuju dewasa. Pada masa inilah, anak banyak mengalami perubahan baik dari segi bentuk dan fungsi tubuh hingga tingkat kedewasaan. Tak lupa juga pada masa pertumbuhan ini, anak mulai memikirkan tentang status sosial dan juga jati dirinya. Dear, tahukah kamu bahwa remaja rentan pada depresi?
Sebuah studi epidemiologi pada tahun 2015 mengatakan bahwa sekitar 11% remaja akan mengalami depresi dalam hidupnya, yang kemudian akan membawa pengaruh negatif, tidak hanya pada masa remajanya saja, bahkan hingga dewasa.
Nah, depresi pada remaja itu sendiri merupakan suatu masalah kesehatan mental yang berupa perasaan sedih berkepanjangan disertai kehilangan gairah untuk melakukan sejumlah aktivitas pada remaja.
Seorang remaja yang mengalami depresi dapat dikenali melalui kesehariannya, sebab hal tersebut mempengaruhi cara berfikir, berperilaku, dan juga berkomunikasi. Kemudian, gejala depresi pada remaja dapat dikenali dalam bentuk:
- Perasaan sedih dan murung sepanjang hari
- Perasaan tidak berguna dan selalu putus asa
- Sikap menyendiri dan menjauhi lingkungan sosial seperti keluarga dan teman
- Kesulitan tidur atau tidur terlalu banyak
- Nafsu makan berkurang atau meningkat drastis
- Adanya tendensi untuk bunuh diri melalui perkataan maupun perilaku
Perlu diketahui, bahwa gejala–gejala tersebut secara umum juga dapat dirasakan oleh remaja yang tidak mengalami depresi. Namun, ketika gejala tersebut ditemui secara bersamaan, maka itu menjadi sebuah peringatan telah terjadinya depresi pada remaja.
Namun, sebenarnya apa sih yang menyebabkan timbulnya gejala depresi pada remaja?
Berikut ada 4 hal yang telah Riliv rangkum yang berpotensi menyebabkan depresi pada remaja. So, check this out!
Keinginan orang tua yang memaksakan dapat memicu depresi pada remaja
Photo by Andrea Piacquadio from Pexels
Setiap orang tua pasti sangat meninginkan anak–anaknya menjadi yang terbaik. Mulai dari memasukkan anak ke sekolah unggulan, mendaftarkan anak di berbagai privat dan kursus, hingga menentukan pilihan jurusan di kampus.
Namun, seringkali orang tua justru mengabaikan keinginan, pendapat, dan kapasitas anak. Padahal, apa yang dirasa orang tua baik, belum tentu dapat anak terima. Hal tersebut dapat membuat anak menjadi tertekan dan tidak menikmati apa yang nantinya ia kerjakan.
Ketika hasilnya tidak memuaskan, tak jarang orang tua yang justru memarahi anaknya. Membuat tekanan yang ditanggungnya semakin besar, yang pada akhirnya membuat anak rentan menjadi depresi.
Oleh karenanya, penting bagi orang tua untuk mengetahui apa yang menjadi minat dan bakat pada anak. Sehingga, orang tua dapat mengarahkan anak sesuai dengan kemampuan dan keinginannya.
Buruknya hubungan orang tua dengan anak
Depresi pada remaja juga sering terjadi pada anak yang kurang mendapatkan dukungan dan perhatian dari orang tua.
Menginjak usia remaja, banyak aktivitas yang dilakukan anak di luar rumah, baik bersekolah, aktivitas olahraga bersama teman, hang-out, hingga berorganisasi. Hal itu membuat anak sering menjumpai berbagai permasalahan di sekitarnya.
Suasana yang suportif di rumah membuat anak dapat dengan mudah mengungkapkan berbagai hal yang telah ia lewati, meski hanya sekadar bercerita dan berkeluh kesah dalam waktu yang singkat.
Respon orang tua dalam hal ini sangat mempengaruhi kondisi anak. Anak akan senantiasa bersemangat ketika orang tuanya mendengarkan secara penuh dan menanggapi satu per-satu keluhannya.
Sebaliknya, anak akan merasa tidak dihargai dan tidak diperhatikan ketika orang tuanya tidak menyempatkan waktu untuk berbincang bersama. Meski sibuk, sebagai orang tua yang baik harus tetap meluangkan waktu untuk memperhatikan dan menjaga komunikasi dengan anak.
Lingkungan pertemanan yang toxic juga bisa memicu depresi pada remaja
Teman sepergaulan terbentuk karena beberapa faktor, yaitu kesamaan minat, gaya hidup, hingga cara pandang.
Lingkungan pertemanan yang baik seharusnya dapat saling mendukung dan memahami satu sama lain. Namun, apa jadinya ketika seorang remaja masuk ke dalam lingkup pertemanan yang toxic?
Drama yang terjadi akibat persoalan kecil, keegoisan satu pihak, sikap intimidasi, hingga pengkhianatan sangat mempengaruhi kondisi mental seorang remaja. Membuatnya tertekan dan sering merasa tidak aman. Kondisi seperti itulah yang berpotensi menyebabkan depresi.
Memantau kondisi pertemanan dan mendorongnya untuk membangun pertemanan yang suportif menjadi penting untuk dilakukan oleh orang tua, sebagai upaya pencegahan depresi pada remaja.
Peristiwa yang menghadirkan kesedihan mendalam dan trauma
Berbagai peristiwa yang menghadirkan rasa kepedihan dan trauma, seperti kehilangan kekasih, bullying dari teman sebaya, perceraian, hingga perubahan besar dalam gaya hidup, memiliki resiko yang tinggi akan terjadinya depresi pada remaja.
Depresi pada remaja bukanlah persoalan yang dapat diselesaikan dengan mudah. Diperlukan treatment khusus serta pendampingan dari orang sekitar untuk memulihkannya kembali.
Sangat sayang rasanya bila harus melihat masa remaja seseorang harus dijalani bersama depresi.
Oleh karenanya, sangatlah penting untuk mengetahui potensi apa saja yang dapat mencegah depresi pada anak, agar senantiasa dapat mencegahnya. Karena setiap remaja berhak untuk mendapat rasa aman agar masa proses menuju dewasanya dapat berjalan lebih optimal.
Namun, hal-hal yang telah dijabarkan dalam artikel ini jangan sampai membuatmu self-diagnose atau mendiagnosis diri sendiri ya! Sebaiknya lakukan konsultasi psikologi melalui aplikasi konseling online seperti Riliv. Agar kamu mendapat penanganan yang tepat.
Referensi:
- Mayo Clinic. (n.d). Teen depression. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/teen-depression/symptoms-causes/syc-20350985. Diakses pada 20 September 2020 pukul 13:00 WIB.
- Poncelet, Barbara. (2020, 22 Maret). An Overview of Teen Depression. https://www.verywellmind.com/teen-depression-3200844#citation-2. Diakses pada 20 September 2020 pukul 13:00 WIB.
- Auerbach, Randy P. (2015, November). Depression in adolescents: Causes, correlates and consequences. https://www.apa.org/science/about/psa/2015/11/depression-adolescents. Diakses pada 20 September 2020 pukul 13:00 WIB.
- Arora, Mahak. (2019, 24 Juni). Bad Parenting Signs and How They Can Affect Your Child. https://parenting.firstcry.com/articles/bad-parenting-signs-effects/. Diakses pada 20 September pukul 16:30 WIB
- Dodgson, Lindsay. (2020, 18 Mei). 13 signs your friendship with someone is toxic. https://www.businessinsider.com/signs-your-friendship-is-toxic-2018-2?r=US&IR=T. Diakses pada 20 September pukul 16:30 WIB
Ditulis oleh Nyoman Triananda.
Baca juga:
Kenapa Harus Percaya Diri? Ini 9 Alasannya!