Tahapan Religiusitas Manusia – Agama merupakan bentuk hubungan religiusitas antara individu dengan Tuhan yang ia percaya. Sejauh mana kita memahami Tuhan yang kita percaya, maka akan semakin tinggi pula rasa religiusitas dalam diri kita. Dalam ulasan kali ini, Riliv akan menjelaskan tahap-tahap perkembangan religiusitas dalam diri seseorang dan bagaimana kaitannya dengan psikologi. Penasaran berada di tahap berapakah kamu?
Bagaimana perkembangan kognitif manusia berperan dalam religiusitas
Riset terkini melaporkan bahwa tingkat religiusitas pada anak dipengaruhi oleh didikan orang tuanya. Maka dari itu, orang tua yang mau mengenalkan konsep agama kepada anak juga harus memperhatikan tahap perkembangan kognitif anak. Menurut Jean Piaget, manusia pasti akan melewati tahap perkembangan kognitif yang terdiri dari empat tahap, yaitu sensorimotor, pre-operasional, operasional konkrit, dan operasional formal. Berbeda dengan ilmuwan psikologi lainnya, Lev Vygotsky, yang menganggap bahwa perkembangan kognitif anak dipengaruhi oleh lingkungan, budaya, dan interaksi sosial, Piaget menganggap bahwa kognitif seorang anak berkembang secara internal. Nah, yuk, kita bahas bersama-sama tahapan perkembangan kognitif Piaget untuk memahaminya!
Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)
Pada tahapan ini, anak-anak melewati periode pertumbuhan dan pembelajaran yang dramatis. Menurut Piaget, saat anak-anak berinteraksi dengan lingkungannya, mereka sekaligus memahami cara dunia bekerja.
Perkembangan kognitif yang terjadi pada periode ini berlangsung dalam waktu yang relatif singkat dan melibatkan banyak pertumbuhan. Anak-anak tidak hanya belajar bagaimana melakukan tindakan fisik seperti merangkak dan berjalan; mereka juga belajar banyak tentang bahasa dari orang-orang yang berinteraksi dengan mereka. Jadi, bisa dibilang tahap perkembangan kognitif ini sangat ideal bagi orang tua untuk mengajari anak tentang agama lewat kemampuan verbal dan mengenalkan mereka pada stimulus-stimulus baru seperti bau-bauan, suara, rasa, dan gerakan. Misalnya, mengajak anak menirukan gerakan berdoa atau memutar musik religi.
Tahap Pre-Operasional (2-7 tahun)
Pada tahap ini, anak-anak sudah mulai berimajinasi, namun masih berjuang dengan logika dan mengambil sudut pandang orang lain. Pemikiran anak-anak pada tahap ini lebih dipengaruhi oleh cara munculnya sesuatu daripada penalaran logis. Misalnya, ketika anak melihat botol cembung dan botol ramping, dia akan berasumsi isi botol cembung lebih banyak, padahal volumenya sama.
Pikiran anak-anak pada tahapan ini bersifat egosentris, yaitu berasumsi bahwa orang-orang melihat dunia seperti dirinya. Mereka juga sudah dapat memikirkan hal-hal secara simbolis dan cenderung berpikir bahwa benda mati (seperti mainan) memiliki kehidupan dan perasaan seperti seseorang. Makanya biasanya, anak-anak pada tahap ini mudah belajar sambil bermain peran. Nggak heran jika orang tua banyak mengajarkan tentang agama kepada anak-anak melalui permainan atau storytelling.
Tahap Operasional Konkrit (7-11 tahun)
Anak-anak pada tahap perkembangan ini cenderung bergumul dengan konsep abstrak dan hipotetis. Selama tahap ini, anak-anak juga menjadi kurang egosentris dan mulai berpikir tentang bagaimana orang lain berpikir dan merasakan. Anak-anak di tahap operasional konkrit juga mulai memahami bahwa pemikiran mereka unik bagi mereka dan tidak semua orang harus berbagi pemikiran, perasaan, dan pendapat yang sama dengan mereka.
Menurut Piaget, tahapan ini juga menjadi titik balik utama dalam perkembangan kognitif anak, karena sekaligus menandai awal pemikiran logis atau operasional. Jadi, bagi orang tua yang ingin mengajarkan tentang agama pada tahap ini, mereka sudah bisa mengajak anak berdiskusi tentang konsekuensi atas perilaku yang mereka lakukan, serta bagaimana perasaan orang lain yang terdampak perilaku mereka.
Tahap Operasional Formal (12 tahun ke atas)
Pada tahap ini, anak-anak mulai menunjukkan peningkatan logika, kemampuan menggunakan penalaran deduktif, dan pemahaman ide-ide abstrak. Pada titik ini, anak-anak menjadi mampu melihat banyak solusi potensial untuk masalah dan berpikir lebih ilmiah tentang dunia di sekitar mereka. Maka dari itu, kemampuan kognitif anak pada tahap ini memungkinkan mereka untuk memahami politik, etika, dan penalaran ilmiah. Jika mau mengajarkan konsep keagamaan pada mereka, ada baiknya bukan lagi soal baik dan buruk belaka, melainkan juga berbagai kompleksitas yang mungkin dialami jika mereka berpegang pada nilai-nilai tertentu.
James W. Fowler, pengembang teori tahapan religiusitas manusia
Mengingat teori Piaget di atas masih belum menjelaskan tentang peran lingkungan terhadap perkembangan pola pikir anak terhadap agama, James W. Fowler akan menjelaskannya kepada kita. Beliau merupakan teolog dan profesor yang mengembangkan sebuah teori yang bernama “Faith Development Theory”. Teori ini membantu kita dalam memahami tahapan perkembangan kepercayaan seorang manusia. Bagi Fowler, ‘faith’ dipahami sebagai sesuatu yang lebih luas dari sekedar ‘kepercayaan’, karena kepercayaan menyangkut mental untuk menciptakan, memelihara dan mentransformasi arti. Dalam teori yang diklasifikasikan oleh James Fowler, terdapat 6 tahap dalam perkembangan religiusitas. Tahapan tersebut akan berubah sesuai dengan perkembangan usia.
Intuitive-Projective Faith, tahapan religiusitas manusia saat pertama kali mengenal Tuhan
Tahap ini terjadi ketika kamu berumur 0-4 tahun. Pada tahapan ini, kamu belum terlalu paham akan wujud Tuhan yang dianggap gaib. Kamu berimajinasi tentang Tuhan dengan arahan orang dewasa. Selain itu, kamu juga dapat menemukan gambaran mengenai perilaku baik dan jahat.
Mythical-Literal Faith, tahapan religiusitas manusia melalui buku dan tradisi
Tahap ini terjadi saat kamu berusia 5-6 tahun. Dalam tahap ini kamu menggali informasi tentang religiusitas dari guru dan orang tua. Selain itu kamu juga mencari informasi dari buku cerita dan tradisi yang ada di sekitarmu.
Poetic-Convential Faith, ketika kamu memiliki pemikiran sendiri namun masih bertanya-tanya
Tahap ketiga terjadi pada kamu berusia 12-13 tahun. Kamu sudah memiliki pemikiran sendiri dari hasil pengumpulan informasi. Namun pemikiran sendiri ini tidak membuat kamu percaya sepenuhnya pada pemikiran tersebut. Dalam tahap ini , kamu cenderung bertanya pada orang yang dianggap mampu menjawab pertanyaan seputar religuisitas.
Individuating-Reflecting Faith, ketika religiusitas adalah keputusan yang harus diambil
Tahap ini dialami pada kamu yang berusia 18-19 tahun. Secara usia, individu dikategorikan sebagai dewasa muda yang memiliki sejumlah pengalaman-pengalaman baru. Individu pada tahap ini juga sudah mulai sadar akan tanggung jawab dan bernai mengambil langkah yang berbeda dari orang-orang di sekitarnya atas segala keputusan dalam hidup termasuk dalam hidup religiusitas.
Paradoxical-Consolidation Faith, integrasi religiusitas secara utuh
Tahap ini bermula ketika kamu berumur sekitar 30 tahun. Dalam tahap ini, individu dianggap sudah dapat mengintegrasikan elemen-elemen religiusitas seperti simbolisasi, kepercayaan, dan ritual. Kamu memahami arti kekeluargaan dan menganggap semua orang merupakan bagian kelompok yang menyeluruh.
Universalizing Faith, ketika kamu menghayati semua sistem keyakinan menjadi sebuah kesatuan
Tahap ini merupakan tahap terakhir yang dinyatakan oleh Fowler bahwa hanya sedikit individu yang bisa mencapai tahap ini. Tahap ini kira-kira terjadi pada individu berusia 40 tahun. Fase ini melibatkan transendensi dari sistem keyakinan tertentu untuk mencapai penghayatan kesatuan dengan semua keberadaan dan komitmen untuk megatasi berbagai perpecahan antar individu atau kelompok di dunia ini. Menurut Fowler hanya ada 3 orang yang bisa mencapai tahap ini yaitu Martin Luther King, Jr, Bunda Teresa, dan Mahatma Gandhi.
Wow, sudah tahu kan 6 tahapan religiusitas dalam hidup manusia? Sekarang di tahapan manakah kamu berada? Tidak masalah dimanapun tahapan kamu berada. Yuk berusaha sedikit demi sedikit kita naik level!
Di samping itu, perlu diingat bahwa religiusitas merupakan hubungan antar individu dengan Tuhan. So, buat kamu yang memegang teguh keyakinanmu apa pun agamanya, tetap jaga baik hubungan yang hangat antara dirimu dan Sang Pencipta. Biar kamu makin fokus dalam beribadah, Riliv punya layanan Meditasi Spesial sebelum melakukan ibadah sehari-hari. Yuk, makin mindful dalam beribadah bersama Riliv!
Referensi
- Santrock, J. W. (2012). Life-Span Development. Jakarta: Erlangga
- Travers, J. S. (2004). Human Develompment Accross the Lifespan. New York: The McGraw-Hill Higher Education
Ditulis oleh Aurelia Dias, still trying to be fearless in the pursuit of what sets her soul on fire. She likes to have a deep talk with random person through IG especially about healthy life.
Editor oleh Neraca Cinta D