Emotional blackmail – Di antara sekian banyaknya usaha seseorang untuk memanipulasi kamu, emotional blackmail adalah yang terburuk. Gimana enggak? Orang yang melakukan emotional blackmail kepadamu akan memaksamu untuk melihat situasi tertentu dengan perspektif mereka, padahal belum tentu pandangan mereka akan situasi tersebut benar adanya. Selain itu, kamu akan semakin mempertanyakan, apakah yang kamu yakini itu benar. Bahkan, kamu pun nggak segan melakukan sesuatu untuk memuaskan kehendak orang yang memanipulasi kamu. Makanya, kamu harus waspada banget, nih! Yuk, simak uraiannya di bawah ini!
Yang Terjadi Jika Kamu Di-Emotional Blackmail
Emotional blackmail termasuk dalam kategori emotional abuse karena pelakunya berniat untuk melukai, merendahkan, dan tidak mengakui perasaan seseorang. Apa pun alasannya, emotional blackmail yang dilakukan seseorang terhadapmu bisa berpengaruh terhadap harga diri dan self-esteem kamu. Rasanya nggak enak banget kalau menolak pendapatnya, tapi di sisi lain, kamu juga merasa feel bad sama diri kamu sendiri karena membenarkan sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani. Jika hal ini terus menerus terjadi, orang yang mengalami emotional blackmail akan merasa hidupnya tidak ada artinya, sehingga depresi dan memilih bunuh diri. Apalagi, kalau emotional abuse ini sudah berlangsung sejak masih kanak-kanak. Mereka yang mengalaminya sejak kecil akan terhambat perkembangan emosionalnya dan mengalami trauma yang parah.
Ada empat jenis emotional blackmail yang biasanya digunakan seseorang, antara lain:
Punishers
Biasanya, orang-orang dengan tipe punishers akan menggunakan hukuman sebagai cara menetapkan kontrol atas perilaku orang lain dan membuat mereka merasa bersalah. Hukuman ini nggak mesti berupa kekerasan fisik, namun juga kata-kata mengancam atau silent treatment. Untuk contoh verbalnya, mereka akan menggunakan kalimat seperti:
- “Kalau kamu nggak mau nurut, nanti aku tinggal!”
- “Aku muak banget sama kamu. Mendingan kita putus!”
- “Awas kalau kamu berani ceraikan aku, nanti aku ambil semua harta kamu!”
Self-punishers
Efeknya hampir sama dengan punishers, yaitu membuat orang lain merasa bersalah. Namun bedanya, self-punishers akan bersikap seolah-olah menghukum dirinya sendiri dengan tindakan, melukai dirinya, hingga mengancam akan bunuh diri. Contohnya adalah kalimat berikut:
- “Kalau kamu nggak mau nerima aku, mending aku loncat dari gedung ini!”
- “Kalau kamu nggak ngebiarin Bapak tinggal sama kamu, Bapak bakal jadi kere! Kamu tega menelantarkan orang tua, ya?”
- “Ibu nggak mau lihat kamu kerja di perusahaan X! Keluar atau Ibu nggak mau makan dan minum obat lagi.”
Sufferers
Orang bertipe sufferers akan menggunakan penderitaan yang dialaminya untuk membuat orang lain merasa feel bad akan tindakan mereka. Mungkin mereka akan membesar-besarkan cerita di sosmed, atau ngode kalau mereka menderita atas perbuatanmu, tapi nggak mau menjelaskannya secara rinci. Contohnya bisa dilihat pada perkataan berikut:
- “Lihat, deh, aku kayak gini tuh gara-gara kamu! Paham, nggak, sih?”
- “Kalau kamu nggak pernah mau dengerin aku terus, aku tuh menderita banget rasanya kayak nggak ada harapan hidup.”
- “Kamu tahu nggak, sih, selama ini aku mengalami banyak cobaan, dan kamu harusnya bantuin aku, dong, sebagai teman. Pinjemin duit apa susahnya, sih?”
Tantalizers
Yang terakhir adalah tantalizers, yaitu orang-orang yang menggunakan gestur atau kata-kata bertentangan dengan apa yang pernah mereka lakukan atau ucapkan. Gampangnya, mereka sering nge-PHP-in orang yang sudah mengandalkan mereka. Contoh perkataan para tantalizers itu seperti ini:
- “Kalau kamu pinjemin aku duit dulu, aku bakal balikin duitnya 2x lipat ke kamu, sumpah!” (tapi kemudian, nggak pernah dibalikin duitnya)
- “Saya akan memberimu promosi sebagai manajer asalkan kamu mau bantu saya di proyek ini.” (tapi nyatanya, malah nggak ada kabar dipromosikan sama sekali)
- “Aku janji, aku nggak akan pernah lagi jalan sama cewek itu, asal kamu tarik gugatan cerainya.” (tapi di kemudian hari, masih terjadi perselingkuhan)
Tanda-tanda Emotional Blackmail Menyerang Kamu
Untuk mencegah emotional blackmail terjadi pada dirimu, kamu harus memahami terlebih dahulu tanda-tandanya. Namun, ada yang harus diingat. Setiap orang yang mengalami emotional blackmail mungkin jarang banget memperhatikan tanda-tanda berikut ini, soalnya bisa jadi mereka denial atau justru merasionalisasi setiap tindakan abusive yang sudah dilakukan orang kepada mereka, apalagi kalau orang tersebut pasangan, teman, bahkan orang tua dari mereka.
Beberapa tanda kamu mengalami emotional blackmail bisa dilihat dari tahapan berikut:
- Demand. Kamu sering menerima pendapat yang bersifat menyalahkan dari pelaku. Misalnya, “Aku nggak suka deh kalau kamu jalan sama si X. Kayaknya kamu bakal terpengaruh hal buruk.”
- Resistance. Di tahap ini, si pelaku akan nge-push kamu lebih dalam jika kamu nggak bereaksi atau nggak setuju sama pendapat mereka. Misalnya, “Kamu berani ngelawan aku?”
- Pressuring and threats. Si pelaku bakal mengancam kamu mentah-mentah karena nggak mau menuruti permintaan mereka. Bisa juga, mereka menggunakan teknik-teknik emotional blackmail lainnya
- Compliance. Si pelaku bisa tiba-tiba kelihatan baik sama kamu, padahal nyatanya mereka hanya berpura-pura. Mereka menggunakan taktik ini agar kamu kembali membangun hubungan baik dengan mereka.
- Repetition. Jika dalam beberapa waktu ke depan mereka tiba-tiba kembali ke tahap 1 hingga 4, sebaiknya kamu waspada. Sekali berhasil, pelaku emotional blackmail tahu betul bahwa kamu nggak akan bisa lolos dari jebakan mereka.
Mengatasi Efek Emotional Blackmail
Saat kamu mencurigai bahwa hubunganmu dengan seseorang penuh red flag emotional blackmail, itu tandanya hubungan kalian sudah termasuk abusive dan nggak sehat! Maka dari itu, sebaiknya kamu melakukan langkah-langkah berikut:
Beranikan diri untuk menetapkan boundaries
Nggak mudah untuk menghilangkan denial dan memberi batasan kepada orang yang sudah melakukan emotional blackmail, apalagi kalau orang tersebut sudah sangat dekat atau termasuk anggota keluarga inti. Namun apabila kamu tidak melakukannya, mereka bisa terus menerus melakukan hal yang sama padamu. Jangan toleransi perilaku mereka jika sudah melihat red flag-nya!
Mengenali trigger diri sendiri
Orang yang berani melakukan emotional blackmail pastinya tahu apa saja kelemahan kamu. Maka dari itu, sebaiknya kamu refleksi diri dan mulai mengidentifikasi apa saja emotional trigger yang bisa menyebabkan kamu mudah dimanipulasi. Emotional trigger kita bermacam-macam, bisa jadi trauma masa kecil atau trauma hubungan dengan mantan yang nggak mengenakkan.
Cari bantuan profesional
Masih sulit meninggalkan hubungan abusive yang nggak ada faedahnya? Mungkin kamu perlu bantuan psikolog untuk meyakinkan kembali dirimu mengenai keputusan yang pantas kamu ambil. Jangan cemas, sekarang konsultasi dengan psikolog bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja lewat online counselling. Buat kamu yang membutuhkannya, Riliv menyediakan fasilitas online counselling dalam bentuk chat, call, dan video call. Dijamin kamu bisa menghubungi konselor atau psikolog tanpa harus ribet!
Referensi:
Dye H. L. (2019). Is Emotional Abuse As Harmful as Physical and/or Sexual Abuse?. Journal of child & adolescent trauma, 13(4), 399–407. https://doi.org/10.1007/s40653-019-00292-y
Kumari V. (2020). Emotional abuse and neglect: time to focus on prevention and mental health consequences. The British journal of psychiatry : the journal of mental science, 217(5), 597–599. https://doi.org/10.1192/bjp.2020.154