Kaum muda yang memilih hidup melajang sudah menjadi fenomena besar di berbagai negara seperti Jepang, Swedia, Inggris, Amerika, Kanada, dan Rusia. Bahkan di Swedia, sudah separuh dari populasi penduduknya hidup melajang.
Di Jepang sendiri, sudah terjadi kekhawatiran besar terhadap keberlangsungan generasi, karena individu dengan usia muda cenderung enggan untuk berkeluarga dan mempunyai keturunan.
Fenomena ini sudah menjadi keprihatinan pemerintah di negara-negara tersebut. Lalu, sebenarnya apa sih yang bikin para milenial lebih memilih hidup sendiri? Berikut beberapa alasan utamanya, guys.
1. Enggan berkomitmen karena merasa kurang mapan secara ekonomi
Tuntutan hidup zaman sekarang membuat banyak generasi muda merasa tidak cukup siap untuk membangun rumah tangga. Tanggung jawab yang begitu besar, utamanya dalam hal finansial, menjadi pertimbangan yang cukup besar sebelum berani membuat komitmen dengan seseorang.
2. Mementingkan ego
Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kaum muda merasa kesulitan untuk memprioritaskan kepentingan orang lain di atas kepentingannya sendiri. Hal ini ternyata didukung oleh situasi saat milenial tumbuh dewasa, yang lebih mengutamakan diri sendiri daripada orang lain. Kaum muda juga terbiasa untuk hidup mandiri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain.
3. Terbuka terhadap seks pranikah
Banyak pasangan muda yang lebih terbuka dengan budaya seks pranikah dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Kaum muda zaman sekarang lebih cenderung menerima konsep tersebut, sehingga pernikahan menjadi kurang esensial dalam hal mendapatkan pasangan hidup.
4. Takut pernikahan gagal jadi salah satu alasan enggan berkomitmen
Pada era keterbukaan informasi seperti sekarang ini, segala macam informasi bisa didapatkan dengan mudah, termasuk informasi yang bersifat pribadi seperti perceraian.
Begitu banyak kisah kegagalan pernikahan dari public figure, selebriti, maupun tokoh-tokoh panutan, yang tersebar luas di media massa. Hal ini juga memberi dampak pada kaum muda untuk berpikir ulang untuk membangun sebuah pernikahan, lhoguys!
5. Kurang pondasi agama dan sosial
Generasi sebelumnya dirasa lebih peduli dengan nilai-nilai agama dan aturan-aturan sosial di masyarakat. Sedangkan, para milenial umumnya lebih liberal dan mendefinisikan hubungan personalnya dengan lebih bebas dan fleksibel.
6. Enggan berkomitmen karena menghendaki kebebasan
Pernikahan dianggap sebagai sebuah ikatan yang akan membatasi kehidupan seseorang. Karena itu, kaum muda lebih nyaman dengan kehidupan yang masih memberinya banyak pilihan dan tidak ada orang yang memaksa mereka melakukan suatu hal yang tidak diinginkannya.
7. Tidak membutuhkan pasangan
Mungkin alasan ini terdengar kurang masuk akal. Namun faktanya, banyak milenial memilih hidup melajang karena mereka merasa tidak membutuhkan pasangan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, termasuk untuk berhubungan seks.
Bahkan di Jepang, sudah ada budaya “sekkusu shinai shokogun,” yang berarti “sindrom melajang.” Sindrom ini melanda para kaum muda yang tidak lagi tertarik pada hubungan seks dengan siapapun. Hal inilah yang membuat Jepang menjadi salah satu negara dengan angka kelahiran terendah di dunia. Waduh!
Sudut Pandang Psikologi tentang Enggan Berkomitmen
Apa pun yang menjadi pertimbangan kalian tentang keengganan berkomitmen, semua itu wajar dan tidak harus menjadi keanehan. Di sisi lain, masih banyak juga, kok, generasi milenial yang mau membangun komitmen dengan pasangannya. Hanya saja, menurut riset terkini, komitmen yang dibangun biasanya tidak terikat dengan label pernikahan. Selain itu, generasi milenial punya lebih banyak pertimbangan soal pernikahan, khususnya background pendidikan pasangannya, ketimbang generasi sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh pendidikan yang jauh lebih mudah diakses generasi milenial ketimbang generasi sebelumnya.
Akan tetapi, secara psikologis, ketidakmampuan orang membangun komitmen juga bisa dikaitkan dengan commitment phobia yang disebabkan oleh trauma di masa lalu. Orang yang fobia terhadap komitmen biasanya akan menampakkan perilaku yang menghindari pasangannya saat diajak berhubungan serius, yang tidak terbatas pada pernikahan. Mereka juga mengalami kesulitan mengekspresikan kasih sayangnya kepada pasangan.
Nah, jika kalian merasa bahwa ketakutan akan komitmen ini menghantui diri kalian tanpa alasan yang jelas, coba bicarakan dengan psikolog Riliv, yuk!