Pasangan yang Bahagia – Susan : Rudi, sampe kapan sih Ibu kamu tinggal di rumah ini? Aku sudah cape dengan gayanya yang menjengkelkan. Ibu kamu itu banyak uang tapi pelitnya kebangetan. Dia tidak mau keluar uang sama sekali. Dikit-dikit minta dibelikan. Padahal lho dia banyak uang. Udah gitu, Ibu kamu itu cerewetnya juga kebangetan. Ngatur ini ngatur itu. Ini sebenarnya rumah siapa sih, kog dia ngatur-ngatur.
Rudi : Trus maumu apa?
Susan : Lho kog mauku apa, kamu ini kog gak ngerti toh? Aku sudah berulang kali bilang. Ya mauku dia gak tinggal di rumah ini lagi.
Rudi : Trus kamu mau ngusir? gitu? Jangan kurang ajar dengan mertua. Gimanapun juga dia ini ibu kandungku.
Susan : Siapa yang kurang ajar?
Bagaimanakah akhir percakapan Rudi dan Susan?
Dari potongan di atas kita sudah dapat menebak bahwa percakapan di atas akan berakhir dengan konflik panas antara Rudi dan Susan. Masing-masing pihak akan merasa kesal, marah, tersakiti, tidak terima, dan pada akhirnya relasi menjadi rusak. Ketika relasi menjadi rusak, tentu saja relasi pasangan tersebut menjadi tidak bahagia.
Hasil studi menunjukkan bahwa pasangan-pasangan yang berbahagia memiliki komunikasi yang memuaskan dengan pasangan. Pasangan yang berbahagia melaporkan bahwa partnernya memahami perasaannya serta mampu menjadi pendengar yang baik. Pasangan yang berbahagia juga melaporkan bahwa diri mereka mudah menyampaikan perasaan yang sebenarnya kepada partnernya. Hasil riset juga menunjukkan bahwa komunikasi yang tidak sehat antara suami istri memprediksi terjadinya ketegangan dalam pernikahan dan perceraian, serta kekerasan dalam rumah tangga. Penelitian-penelitian di atas menunjukkan bahwa komunikasi adalah hal yang vital dalam membangun pernikahan yang bahagia.
Komunikasi terkesan sebagai sesuatu yang sederhana, namun pada kenyataannya banyak pasangan suami istri mengalami kesulitan dalam melakukannya. Pada akhirnya mereka memilih untuk diam dan menghindar guna menghindari perasaaan sakit hati, dan menghindari konflik yang berkepanjangan. Pada akhirnya relasi suami istri menjadi dingin dan hambar.
Komunikasi yang efektif adalah kunci pasangan yang bahagia
Penting bagi suami dan istri untuk menjaga komunikasi yang efektif dan sehat. Komunikasi adalah proses yang dinamis dan di dalamnya terdapat penyampaian makna dari satu pihak ke pihak lain. Karena itu komunikasi yang efektif melibatkan seni berbicara menyampaikan pesan dan makna, serta seni mendengarkan untuk menangkap pesan dan makna.
Sampaikan pesan dengan spesifik dan konkrit
Hindarilah penyampaian yang tidak jelas, atau meminta pasangan menebak sendiri maksud kita. Semakin spesifik dan konkrit pesan yang kita sampaikan, maka pasangan kita akan lebih mudah untuk mengerti apa yang kita maksud. Pesan dan makna juga akan lebih mudah ditangkap oleh pasangan kita. Dengan demikian, komunikasi menjadi lebih lancar dan kita akan menjadi pasangan yang bahagia.
Sampaikan harapan, perasaan, kebutuhan, pikiran kepada pasangan dengan terus terang
Gunakan kalimat yang menggunakan pernyataan saya (I- statement), misalnya Saya merasa bahagia sekali ketika kamu menggandengku di depan orang lain; saya kawatir dengan keuangan kita; saya butuh pertolonganmu dalam menghadapi masalah ini; saya ingin sekali kita lebih banyak waktu berdua, dan lain-lain. Keterbukaan akan menolong pasangan untuk mengerti dan memenuhi kebutuhan kita, sehingga kita juga menjadi pasangan yang bahagia.
Hindarilah komunikasi yang berbelit-belit, tidak to the point, atau tidak terus terang dan menyimpan perasaan sendiri. Komunikasi yang berbelit dan tidak terus terang membuat pasangan menjadi salah paham atau frustrasi. Ketidakterbukaan akan menyulitkan pasangan kita mengerti kebutuhan kita, dan pada akhirnya kita juga menjadi kecewa karena pasangan kita tidak mengerti diri kita.
Hindarilah sikap menyalahkan jika ingin menjadi pasangan yang bahagia
Ketika ada masalah yang hendak disampaikan, sampaikanlah sebagai masalah ‘kita’, karena pada hakekatnya suami istri adalah satu tim.
Coba lihat percakapan di bawah ini :
Susan: Rudi, saya hendak berunding dengan kamu soal Ibu. Gini lho Rud, Ibu sudah tinggal di sini 2 minggu. Ada beberapa hal yang saya merasa tidak nyaman.
Rudi: oh, ada hal-hal dari Ibu yang membuat kamu gak nyaman ya? Hm… bagaimana …… ayo cerita.
Susan: Begini Rud, saya merasa tersinggung ketika Ibu mengatur barang-barang di dapur. Kan saya sudah menata posisi yang nyaman supaya memudahkan saya masak, tapi Ibu mindahin. Ibu bilang bahwa penataan saya tidak tepat. Nah masalahnya kalau dipindah-pindah, saya merasa tidak nyaman karena saya jadi bingung ketika mencari peralatan dan bahan masak.
Rudi: oh, jadi kamu tidak nyaman karena ketika memasak kamu jadi bingung mencari bahan dan peralatan masak ya?
Susan: iya Rud.
Rudi: kamu tadi bilang kamu tersinggung. Bagaimana ceritanya?
Susan: iya Rud, saya jadi merasa kayak dianggap tidak bisa menata rumah. Saya jadi merasa bodoh begitu.
Rudi: Hm gimana ya solusinya supaya kamu nyaman tapi juga kita bisa tetap menghormati Ibu. Soalnya kalau tiba-tiba aku minta Ibu pulang, pasti Ibu merasa kog diusir. Saya juga merasa menjadi anak yang kurang ajar.
Bagaimana akhir percakapan di atas?
Kita bisa menebak bahwa pembicaraan di atas akan membawa solusi yang memuaskan bagi kedua belah pihak. Percakapan di atas menunjukkan komunikasi yang efektif, dan akan menjadi pasangan yang bahagia.
Komunikasi efektif adalah suatu seni yang berharga untuk dilatih dan dikembangkan dalam relasi suami istri. Semakin banyak kita berlatih ketrampilan berbicara dan keterampilan mendengarkan, maka kita akan semakin trampil dan menjadi pasangan yang bahagia. Jika kamu butuh teman curhat akan permasalahan dengan pasangan, kamu bisa memanfaatkan aplikasi konseling online Riliv untuk melakukan curhat online.
Disadur dari :
- Cordova, J. V. (2009). The marriage checkup: A scientific program for sustaining and strengthening marital health. Lanham: Jason Aronson.
- Halford, W. K. (2017). CoupleCare Couple commitment and relationship enhancement: Couple guide book. Australia: Australian Academic Press Group Pty. Ltd.
- Olson, D. H., Olson-Sigg, A., & Larson, P. J. (2008). The couple checkup. Nashville: Thomas Nelson, Inc.
Written by :
Prof. Dra. Jenny Lukito Setiawan, M.A., Ph.D., Psikolog (Dosen Fak. Psikologi, Universitas Ciputra)
Konten ini merupakan kerjasama Riliv dengan Fakultas Psikologi Universitas Ciputra.
Baca juga:
Penting, 7 Kebiasaan Baik Perusahaan Wajib Diterapkan!