Apakah kamu pernah mendengar tentang OCD atau Obsessive Compulsive Disorder, Dear? Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan OCD?
OCD dapat diartikan sebagai gangguan yang umum, kronis, dan jangka panjang ketika seseorang memiliki pikiran (obsesi) dan perilaku yang berulang serta tidak terkendali. Orang dengan OCD akhirnya merasakan dorongan untuk mengulanginya terus-menerus.
Untuk menghilangkan obsesi tersebut, orang dengan OCD pun melakukan kompulsi atau tindakan terkait secara berulang kali.
Tingkat keparahan OCD pun bervariasi. Meskipun demikian, apabila tidak segera ditangani dengan baik, OCD bisa menghambat kinerja di rumah, sekolah, ataupun tempat kerja.
OCD tidak selalu tentang kebersihan
“Kenapa kamu sering banget bersihin ruangan, sih? Kamu OCD, ya?”
Eits, tunggu dulu. Tidak perlu menerka terlalu jauh, ya, apalagi kalau sampai self-diagnose. Wah, bisa berbahaya!
Di pikiran banyak orang, OCD memang identik dengan kebersihan, seperti mencuci tangan hingga berulang kali. Namun, bukan berarti lantas kita bisa dengan mudah menentukan OCD pada seseorang hanya karena dia pecinta kebersihan, ya!
Orang-orang dengan OCD ternyata memiliki pengalaman yang berbeda-beda, loh, Dear! Obsesi pada orang-orang tersebut memiliki keunikan masing-masing.
Jadi, tidak bisa serta merta digeneralisasi menjadi hanya berfokus pada kebersihan saja. Apalagi sampai mengatakan kalau seseorang punya OCD hanya karena dia suka bersih-bersih ruangan pribadi. Ingat, diagnosis hanya boleh dilakukan oleh profesional, ya!
OCD juga nggak selalu tentang kerapian, loh!
“Aku suka banget nata ulang barang-barang biar jadi rapi gitu. Kayanya, aku mengidap OCD, deh!”
“Apaan, tuh, OCD?”
“Itu, loh, yang bikin orang jadi suka beres-beres!”
Waduh, bukan seperti itu juga, ya, Dear! OCD juga bukan hanya tentang menjaga kerapian atau suka beres-beres barang. Bahkan, orang-orang dengan OCD yang sering merapikan barang, bukan berarti mereka suka membereskan barang-barang tersebut, loh!
Hal tersebut disebabkan oleh dorongan obsesi dari dalam pikiran mereka tadi. Jika tidak disalurkan, maka pikiran tersebut bisa menghambat mereka dalam beraktivitas. Jadi, satu-satunya hal yang bisa dilakukan, ya, dengan menyalurkan pikiran itu jadi sebuah tindakan, alias kompulsi.
Orang yang mengalami OCD belum tentu menunjukkan perilaku yang dapat diidentifikasi secara jelas
Perilaku OCD belum tentu bisa diidentifikasi dengan jelas (Photo by Alexander Zavala on Unsplash)
“Harusnya gampang, dong, buat tahu seseorang tuh OCD atau enggak. Lihat aja perilakunya kaya gimana!”
Tidak semudah itu, Dear! Meskipun orang dengan OCD akan menyalurkan dorongan obsesi mereka menjadi sebuah tindakan, bukan berarti tindakan itu bisa diidentifikasi dengan mudah, loh!
Beberapa orang yang mengalami OCD dapat menyembunyikan gejala mereka secara rapi dari publik. Apalagi kalau orang tersebut memang sudah mendapatkan penanganan dan terapi secara tepat. Pasti dia akan tampak normal saja seperti manusia lain, beraktivitas normal layaknya orang biasa.
Mengalami OCD bukan berarti seseorang memiliki kemauan yang lemah untuk berubah
“Ya ampun, itu kayanya bukan OCD, tapi kamu aja yang nggak punya kontrol diri!”
Gangguan kesehatan mental, bahkan yang paling sederhana sekalipun, tetaplah bukan merupakan sebuah hal yang bisa disepelekan, begitupula dengan OCD.
Menangani gangguan tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tidak sebatas hanya menyuruh penderitanya untuk berhenti melakukan dorongan obsesi mereka.
Bahkan sebelum kita meminta seorang penderita untuk mengontrol diri, pasti dia telah berupaya sekuat tenaga untuk mengendalikan obsesi pikirannya, tetapi belum berhasil. Jadi, hal terbaik yang bisa kita lakukan adalah mendampingi dan memberikan dukungan, ya!
Sering mendengar tentang penanganan OCD? Yup, OCD bisa ditangani, kok!
OCD masih bisa ditangani (Photo by cottonbro from Pexels)
Ketika seseorang mengalami OCD, kehidupannya memang akan terganggu. Bahkan, kemunculan OCD juga bisa berpengaruh terhadap orang-orang dan lingkungan di sekitarnya. Eh, tapi, tidak perlu khawatir, Dear! OCD ini masih tergolong bisa diobati, kok!
Salah satu contoh pengobatan untuk orang dengan OCD adalah melalui cognitive-behavioral therapy atau CBT. Pada terapi ini, seseorang akan dipandu oleh terapis yang sudah tersertifikasi.
Selanjutnya, orang tersebut akan dihadapkan dengan pemicu kemunculan OCD. Terapi berfokus untuk mengurangi kecemasan akibat dorongan obsesi, sehingga tidak memunculkan kompulsi atau perilaku terkait yang berulang-ulang.
Selain CBT, terapi pengobatan untuk orang dengan OCD adalah melalui selective serotonin reuptake inhibitors atau SSRIs. Selama tiga dekade, terapi tersebut sudah terbukti secara efektif dapat membantu pasien.
Penyebab OCD masih belum sepenuhnya dipahami
Penyebab pasti tentang gangguan kesehatan mental ini belum sepenuhnya dipahami. Ada dua faktor yang berperan, yaitu genetik dan lingkungan.
Seseorang dengan anggota keluarga yang pernah mengalami OCD tentu memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena gangguan kesehatan mental serupa.
Selain itu, faktor lingkungan seperti trauma masa kecil juga berdampak pada risiko yang lebih tinggi. Jadi, ada banyak faktor yang bisa melatarbelakangi kemunculan gangguan kesehatan mental ini, ya, Dear!
Ilmuwan juga masih terus mempelajari tentang OCD
OCD masih terus diteliti (Photo by Lukas from Pexels)
Hingga saat ini, ilmuwan dan peneliti masih terus mempelajari tentang OCD. Penelitian yang terus dikembangkan tersebut akan sangat berguna, khususnya bagi pengobatan OCD di masa mendatang.
Penelitian-penelitian baru pastinya akan semakin sempurna dan semakin mampu menguak fakta-fakta tentang OCD. Mulai dari penyebab, ragam gejala, hingga terapi seperti apa yang efektif untuk digunakan dalam menanganinya.
Orang dengan OCD akan tetap bisa hidup bahagia, kok!
Seperti yang telah kita pelajari bersama, OCD merupakan suatu bentuk gangguan mental yang bisa ditangani. Ada berbagai terapi dan penanganan yang bisa dilakukan untuk orang-orang dengan OCD. Jadi, orang-orang yang mengalami OCD tetap dapat hidup bahagia, kok!
Jika kamu sedang memiliki hubungan dekat dengan seseorang yang ternyata memiliki OCD, tidak perlu khawatir, ya, Dear! Kita justru bisa berperan dalam proses pemulihannya. Kita bisa memberikan dukungan agar dia mampu terus berjuang demi mencapai kesejahteraan mental.
…
Itulah beberapa hal yang penting untuk kita ketahui tentang OCD. Semoga informasi tersebut membantu, ya!
Lalu, jika kamu merasakan ada sesuatu yang salah di dalam diri dan memiliki kecenderungan ke arah gejala OCD, sebaiknya segera meminta bantuan profesional, ya, Dear! Harus segera berkonsultasi ke psikolog.
Mengapa berkonsultasi dengan psikolog itu penting untuk dilakukan? Tentu saja agar kita bisa segera mendapat penanganan secara tepat. Psikolog tentu telah memiliki kompetensi dan pengalaman yang cukup di bidangnya berkaitan dengan penanganan gangguan kesehatan mental.
Apalagi saat ini, kemajuan teknologi telah memudahkan akses kita ke layanan konseling psikologi, nih, Dear! Kita bisa mengunduh aplikasi Riliv dan menghubungi psikolog melalui aplikasi tanpa harus datang bertatap muka secara langsung.
Selain mudah, tentunya alternatif ini juga lebih hemat, efektif, serta cocok apabila kita tidak memiliki banyak waktu luang. Cukup dengan berbekal handphone dan paket internet di tangan, kita sudah bisa mengakses aplikasi tersebut dimanapun dan kapanpun.
Mengetahui tentang OCD juga tidak lantas membuat kita boleh melakukan diagnosis pribadi atau self-diagnose, ya, Dear! Untuk urusan kesehatan dan kesejahteraan, lebih baik kita berkonsultasi langsung dengan ahli di bidangnya.
Referensi:
- Anonim. (n.d.). Obsessive-Compulsive Disorder. Psychology Today. Disadur dari https://www.psychologytoday.com/intl/conditions/obsessive-compulsive-disorder#
- Hollander, E. (December 06, 2018). 6 Things Everyone Should Know About OCD. Psychology Today. Disadur dari https://www.psychologytoday.com/intl/blog/overcoming-obsessions-and-shifting-focus/201812/6-things-everyone-should-know-about-ocd
- Ryback, R. (May 09, 2016). 4 Myths About OCD. Psychology Today. Disadur dari https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-truisms-wellness/201605/4-myths-about-ocd