Pengertian Toxic Positivity – Pengertian toxic positivity menurut Dr. Jaime Zuckerman, Psikolog Klinis di Pennsylvania, adalah asumsi baik oleh diri sendiri atau orang lain, bahwa meskipun seseorang sedang mengalami emosi negatif atau situasi sulit, mereka seharusnya tetap memiliki pola pikir positif.
Selain itu, ini pengertian toxic positivity menurut para ahli:
Jennifer Murayama, seorang psikoterapis, memberi penjelasan bahwa toxic positivity lebih dari sekadar bersikap positif dan optimis dalam menghadapi perjuangan atau tantangan. Toxic positivity adalah perilaku menyangkal, meminimalkan, dan membungkam perasaan otentik diri sendiri maupun orang lain.
Myisha Jackson, seorang konselor menjelaskan bahwa toxic positivity mengajarkan orang lain untuk membungkam setiap pengalaman yang dianggap negatif, “Kamu bertindak seolah-olah masalah tidak ada”
“Udah, jangan nyerah”
“Kamu masih beruntung dari yang lainnya lho”
“Jangan negatif thinking dulu, ambil aja hikmahnya”
“Yok semangat, masa gitu aja sedih”
Secara nggak sadar, kalimat seperti itu seringkali diucapkan, baik dari diri sendiri maupun orang lain. Bukan semakin menguatkan, kalimat positif terkadang justru membuat suasana hati menjadi negatif.
Lebih lanjut lagi, ternyata toxic positivity berdampak buruk pada kesehatan dan hubungan sosial lho, ini dia alasannya!
1. Malu
Memaksakan pandangan positif tentang rasa sakit berarti mendorong seseorang untuk tetap diam dan tenang dalam pergumulan batin mereka.
Kalimat toxic positivity, kalimat yang selalu mengajak pada ‘positive vibes’ akan mengabaikan perasaan sesungguhnya dari orang-orang yang sedang bermasalah, seolah-olah perasaan negatif tersebut tidak penting bagi lawan bicaranya.
Hal tersebut membuat sebagian besar dari kita tidak ingin dilihat buruk, sehingga pilihannya antara berani dan jujur atau berpura-pura semuanya berjalan dengan baik. Hal tersebut tentunya menimbulkan rasa tidak nyaman.
2. Menekan emosi
Beberapa penelitian psikologi menunjukkan bahwa menyembunyikan atau menyangkal perasaan akan membuat stres pada tubuh dan menambah sulitnya menghindari pikiran dan perasaan yang membuat sulit.
Hal itu berbahaya karena emosi yang disangkal atau dipendam demi terus terlihat positif atau bahagia di depan orang-orang, dapat memicu stres dan sakit fisik di kemudian hari.
Jika kamu marah dan perasaan marah tidak diakui atau disembunyikan, ia akan terkubur jauh dalam tubuh yang nantinya dapat termanifestasi menjadi kecemasan, depresi, atau bahkan penyakit fisik.
3. Terisolasi dan masalah relasional lainnya
Ketika kamu menyangkal kebenaran dalam diri, kamu sudah memulai hidup secara tidak autentik. Kamu mulai kehilangan koneksi pada diri sendiri. kamu mungkin terlihat tidak bisa dihancurkan dari luar, tetapi di dalam diri sebenarnya rapuh.
Hubungan dengan diri sendiri, seringkali dicerminkan pada hubungan yang kamu miliki dengan orang lain. Jika kamu tidak jujur tentang perasaan pada diri sendiri, bagaimana kamu bisa memberikan ruang kepada orang lain untuk mengungkapkan perasaan yang sebenarnya?
Lalu, bagaimana cara berdamai dengan ini?
1. Hindari menyangkal emosimu
Akui bagaimana perasaanmu, dan rasakan emosimu, baik ataupun buruk. Menyangkal perasaanmu hanya akan memperpanjang ketidaknyamanan.
Faktanya, sebuah penelitian mengenai brain imaging di UCLA menunjukkan bahwa kita bisa berbicara atau menuliskan bagaimana perasaan kita karena hal itu dapat mengurangi intensitas emosi, seperti sedih, marah, ataupun terluka. Kamu bisa menuliskan perasaanmu melalui aplikasi Riliv di fitur Riliv Journal.
2. Dengarkan dan validasikan perasaan orang lain
Meskipun berbeda dengan perasaanmu, setiap orang berhak atas perasaannya sendiri. Jangan mempermalukan orang lain karena emosinya. Namun jika kamu butuh seseorang yang bisa mendengarkanmu, kamu bisa coba curhat online dengan aplikasi Riliv.
3. It’s Okay Not To Be Okay!
Jika kamu mulai lelah, istirahatkan fisik dan psikismu. Menangislah jika ingin menangis, tertawalah jika ingin tertawa. Jika merasa membutuhkan bantuan, kamu bisa menghubungi psikolog profesional dengan konseling online melalui aplikasi Riliv.
4. Kenali pesan-pesan beracun/toxic message
Kamu perlu ingat bahwa yang membuat kalimat positif menjadi beracun adalah karena mengabaikan emosi lainnya. Alih-alih mengabaikan emosimu, lebih baik menerimanya dan berdamai dengan emosi yang sedang kamu rasakan.
Baca Juga:
Toxic Positivity di Media Sosial: Seakan Kita Harus Terus Bahagia
Menerima Diri secara Positif: Apa Bedanya dengan Toxic Positivity?
Kamu Berhak Bahagia! Kenali Arti Toxic dan Ciri-Cirinya!
Referensi:
- tirto.id. (26 Februari 2019). Toxic Positivity : Saat Ucapan Penyemangat Malah Terasa Menyengat. https://tirto.id/toxic-positivity-saat-ucapan-penyemangat-malah-terasa-menyengat-dhLM. Diakses pada 25 September 2020 pukul 20.46 WIB
- thepsychology. com. Toxic Positivity : The dark side of positive vibes. https://thepsychologygroup.com/toxic-positivity/ Diakses pada 25 September 2020 pukul 21.22 WIB
- healthlin. com. So, How do you deal with toxic positivity ?. https://www.healthline.com/health/mental-health/toxic-positivity-during-the-pandemic#So,-how-do-you-deal-with-toxic-positivity? Diakses pada 25 September 2020 pukul 22.04 WIB
- kumparan.com. (8 Agustus 2020). Menurut Para Tokoh, Ini Bahaya Toxic Positivity dan Cara Menghadapinya. https://kumparan.com/relationshipgoals/menurut-ahli-ini-bahaya-toxic-positivity-dan-cara-menghadapinya-1txeJ0lPuf4/full. Diakses pada 25 September 2020 pukul 22. 33 WIB