Menyembuhkan luka masa kecil seperti trauma broken home memang tidak mudah. Rasa takut kerap membayangi kepalamu. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah apakah masa lalu menjadikan seseorang jadi nggak berhak bahagia?
Memaknai dan memahami lebih dekat trauma broken home
Banyak orang yang juga perlu mengamati lebih dekat, mengapa seseorang bisa mengalami trauma broken home. Miskonsepsi yang kerap hadir adalah pernyataan mengenai keluarga broken home yang selalu mengarah pada perceraian.
Broken home adalah suatu kondisi ketika keluarga mengalami perpecahan, hingga terputusnya struktur peran anggota keluarga yang tidak mampu menjalankan kewajiban dari peran mereka.
Pengertian broken home juga dapat dipahami dari dua macam aspek, pertama broken home karena adanya struktur keluarga yang tidak utuh—seperti akibat perceraian atau salah satu orangtua meninggal dunia.
Aspek kedua, dimana broken home sendiri tidak selalu tentang perceraian. Keluarga yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan fisik, ekonomi, psikologis, dan sosial juga masuk ke dalam kategorinya.
Keluarga yang mengalami broken home dapat ditandai dengan salah satu dari ciri-ciri berikut:
- Kedua orang tua bercerai/berpisah
- Hubungan kedua orangtua tidak dapat dinilai baik
- Orangtua tidak dapat memberi kasih sayang dan perhatian
- Orangtua sering tidak berada dan atau meninggalkan rumah
- Kerap kali terjadi pertengkaran
- Suasana rumah yang tidak harmonis
- Salah satu orangtua meninggal dunia
Cara mengatasi trauma broken home untukmu yang telah memahami bahwa hati nggak selalu bisa sekuat baja
Foto oleh Ketut Subiyanto dari Pexels
Terbiasa dengan pertengkaran, sahutan suara yang lantang, kekerasan, dan kurangnya harmonisasi dalam keluarga membuatmu menjadi seseorang yang mungkin mempertanyakan: apakah cinta itu nyata?
Kamu telah melihat realita kehidupan yang pahit—bahkan saat usiamu masih belia. Hal tersebut mungkin menjadikanmu ragu dengan berbagai macam pilihan hidup, seperti kepercayaan, komitmen, dan opsi berkeluarga.
Namun, hidup harus terus berlanjut. Ketika seseorang hadir menawarkan masa depan padamu, atau mungkin saat takdir yang lain memaksamu beranjak, kamu pun bertanya-tanya: adakah cara untuk menyembuhkan diriku sendiri terlebih dahulu sebelum akhirnya aku benar-benar dapat merasa siap?
Inilah 7 cara berdamai dengan trauma broken home untukmu yang telah memahami bahwa hati memang nggak selalu bisa dan harus sekuat baja:
1. Pahami bahwa setiap orang-pun juga takut
(Photo by mentatdgt) via www.pexels.com
Trauma broken home dapat membawa seseorang pada kesulitan menaruh rasa percaya dan memulai suatu komitmen. Apakah kamu juga merasakan hal yang sama?
Inilah hal yang terpenting dan perlu kamu ingat: setiap orang juga punya sedikit rasa takut pada komitmen. Bahkan pada anak-anak yang orangtuanya masih menikah dengan bahagia.
Kamu perlu memahami, bahwa komitmen memang menakutkan—it’s a big deal, anyway!. Komitmen membutuhkan keterbukaan dan rasa percaya. Hal ini juga berarti mengambil resiko bahwa kamu akan siap terluka.
2. Ingat bahwa peristiwa perceraian dan broken home nggak bisa dipahami seperti ‘hitam dan putih’
Kita nggak bisa, lho, memberikan generalisasi bahwa setiap orang memiliki masalah yang sama. Seperti, anak yang orangtuanya bercerai pasti punya fobia terhadap komitmen atau sebaliknya—punya kecenderungan kegagalan yang sama.
Hidup nggak berjalan seperti itu. Perceraian terjadi dalam konteks yang berbeda-beda dan memberikan pengaruh terhadap seseorang dengan cara yang berbeda-beda juga.
Mungkin kita memahami, bahwa memang perceraian dan situasi broken home sangatlah traumatis. Namun, bagi keluarga lain, perceraian bisa menjadi keputusan paling sehat bagi seluruh keluarga.
Terkadang, perceraian dapat membuat situasi sangat berantakan, tapi masih ada, lho, di luar sana orang tua yang dapat menangani perceraian dengan cara yang lembut dan sehat.
Terkadang perceraian dan situasi broken home membuat segala kondisi jadi tidak stabil dan kacau, namun terkadang ada juga keluarga yang dilengkapi sistem pendukung yang lain agar fungsi keluarga akhirnya tetap dapat berfungsi.
Cobalah untuk memperluas sudut pandang, bahwa dunia ini nggak hanya tentang hitam dan putih.
3. Meskipun trauma broken home membuatmu ragu, namun coba ulang-ulang mantra ini: kamu bukanlah orang tuamu
(Photo by Gemma Chua-Tran on Unsplash)
Hidup di antara kekacauan peran orangtua, nggak lantas menjadikanmu pantas didefinisikan sebagai orang yang nggak berhak bahagia dan punya masa depan. Kamu masih layak berkesempatan untuk memiliki hubungan yang sehat di masa depan, Dear.
4. Memahami bahwa perbedaan masa lalumu nggak lantas menjadikanmu sebagai seseorang yang nggak utuh
Seseorang yang memiliki orangtua yang bahagia dan harmonis mungkin akan terlihat lebih mudah dalam membentuk hubungan yang sehat karena mereka memiliki role models.
Namun, hal tersebut nggak lantas menjadikan dirimu sebagai orang dengan masa lalu yang berbeda untuk nggak memahami bagaimana cara membuat sebuah hubungan menjadi sehat dan bahagia.
Kamu layak dan kamu pantas, Dear. Kamu bahkan memiliki pengalaman yang lebih banyak mengenai apa arti sakit. Hal tersebut akhirnya membuatmu secara lebih dewasa memahami berbagai macam problematika dalam hidup.
5. Ceritakan perbedaan background dan masa lalumu terhadap pasangan, hal itu membuatmu memiliki seorang teman untuk menghadapi dunia dan rasa takut
Trauma broken home mungkin nggak akan semudah itu dipahami oleh seseorang. Apalagi, bagi mereka yang belum atau tidak pernah mengalaminya secara langsung.
Namun, sangat penting bagimu untuk membiarkan pasanganmu tahu mengenai latar belakang dan peristiwa masa lalumu. Mengenai apa yang membuatmu takut dan mengalami trauma terhadap komitmen dan menaruh rasa percaya.
Kamu perlu memberi tahu pasanganmu, bahwa kamu selama ini terbiasa dengan kekacauan, bahkan mungkin kamu hanya punya sedikit referensi mengenai cara membahagiakan seseorang.
Terima dan pahami kekuranganmu. Di dunia ini nggak ada yang sempurna. Hal tersebutlah yang menjadikan seseorang terus belajar menjadi orang yang lebih baik.
Buat kesepakatan, jika pasanganmu setuju untuk melewati dan menghadapinya bersamamu, kamu perlu bersyukur bahwa kamu nggak sendirian! Kamu punya teman untuk menghadapi dunia selanjutnya, juga rasa takutmu.
6. Memahami bahwa trauma broken home tidak mendefinisikan siapa dirimu dan bagaimana identitas dirimu sejatinya
Foto oleh Ketut Subiyanto dari Pexels
Ketika kamu menceritakan mengenai ketakutan dan rasa traumamu terhadap situasi broken home yang menimpamu, akan sangat baik apabila ia mampu mengerti dan memahami situasinya.
Kamu juga perlu memperjelas, bahwa hal-hal yang membuatmu takut bukanlah dirinya, melainkan masa lalu dan peristiwa yang telah kamu lalui. Hal ini penting dilakukan, agar dia memahami dan nggak merasa bersalah.
7. Saat kamu merasa nggak mampu mengatasinya sendiri, opsi terbaik untuk menghilangkan trauma broken home adalah pergi ke konselor
Saat dirimu nggak mampu mengatasi traumamu sendirian, pahamilah hal tersebut nggak lantas menjadikanmu sebagai orang yang lemah dan nggak punya kemampuan.
Apa yang kamu alami bukanlah hal yang wajar, maka apa yang kamu rasakan—termasuk rasa takut dan cemas—adalah hal yang normal.
Nggak semua orang dapat memahami rasa takut dan trauma yang kamu alami. Kamu mungkin juga kesulitan untuk punya kesempatan bercerita pada orangtua atau orang-orang terdekatmu.
Untuk itu kamu bisa mencoba berkonsultasi mengenai masalahmu pada seorang psikolog. Kamu bisa menjangkau konselor profesional dan bantuan psikologis dengan mudah melalui aplikasi Riliv. Aplikasinya dapat kamu download secara gratis di Play Store atau App Store.
Referensi:
- https://www.bustle.com/articles/170893-9-tips-for-children-of-divorce-in-relationships-with-people-who-arent
- https://www.huffpost.com/entry/the-traumatic-divorce-6-w_b_2593381?guccounter=1&guce_