Depresi – Ada teman kita yang ingin berkisah tentang gangguan mental yang dialaminya. Namun ternyata, banyak hal yang tidak orang ketahui tentang proses pemulihan depresi. Inilah kisah Lia, yang mungkin ingin kalian simak bersama!
Awal terdiagnosa depresi.
Namaku Lia, aku berusia 23 tahun, dan aku didiagnosa depresi sejak 7 bulan yang lalu.
Saat ini aku masih dalam tahap pengobatan. Jika ditanya penyebab aku depresi, rasanya sangat kompleks dan mungkin tidak seberapa jika dibandingkan dengan penderitaan orang lain. Tapi aku yakin ketahanan seseorang terhadap stressor berbeda pada setiap orang.
Singkatnya aku memiliki masalah ekonomi, ayahku meninggal, dan ibuku mulai dekat dengan orang lain. Ibuku orang yang baik tapi sayangnya aku merasa dia tidak memahami kondisi mentalku dan aku merasa tidak diperhatikan. Aku pun membenci ibuku dan hubungan kami tidak terlalu terbuka. Saat itu sedang melanjutkan studi yang hampir tidak ada libur dan tugasnya sangat banyak membuatku aku sangat stress dan tertekan. Aku juga merasa sangat kesepian karena harus terpisah dengan sahabat-sahabat dekatku.
Aku merasa ada yang lain dari diriku.
Aku merasa aku selalu sedih setiap saat. Rasanya aku sudah tidak ingat kapan aku tersenyum dan tertawa bahagia. Setiap hari aku menangis dan hanya bisa terbaring di tempat tidur tanpa melakukan apapun.
Aku hanya bangun ketika aku harus praktek klinik di rumah sakit. Sisanya aku hanya menangis, melamun, dan melakukan cutting. Bahkan untuk buang air kecil pun rasanya berat. Meski hanya beberapa langkah, rasanya aktivitas sesimpel itu pun terasa sangat berat dan aku tidak memiliki energi untuk melakukannya.
Semakin hari pikiranku semakin berisik!
“Kamu bodoh, kamu tidak berguna, kamu lebih buruk dari orang lain, kamu gagal, kamu tidak akan sukses, tidak ada yang menginginkanmu, kamu hanya menjadi beban, masa depanmu tidak akan bahagia, tidak ada yang mencintaimu. Lebih baik kamu mati saja, tidak akan ada yang rugi atau mengingatmu jika kamu mati”.
Pikiranku juga selalu menyuruhku untuk melakukan cutting dan mengataiku bahwa aku pecundang karena tidak bisa cutting lebih dalam dan lebih banyak, serta tidak bisa bunuh diri. Rasanya aku ingin lari dari pikiranku sendiri tapi tidak bisa. Semakin berisik pikiranku berkata-kata, semakin aku membenci diriku dan semakin sering aku melakukan cutting dan semakin dalam pula.
Akhirnya aku memutuskan untuk menemui psikiater, dan dari situlah pengalaman recovery dimulai!
Aku menceritakan semua yang kualami sambil menangis tersedu-sedu. Aku didiagnosa depresi dan juga mengalami halusinasi. Kemudian aku diresepkan beberapa obat yang harus aku minum setiap harinya.
Perlahan, dengan bantuan obat, aku mulai bisa melakukan aktivitas sehari-hari dan bisa mengerjakan tugas dengan lebih baik. Aku tidak menangis lagi. Aku merasa memiliki energi untuk menjalani hariku. Aku mulai bisa mengobrol lagi dengan orang lain.
Semua membaik, namun anehnya, terkadang aku merasa ingin kembali depresi karena sudah merasa nyaman.
Dokter bilang kalau aku sedang mengalami masa transisi. Pada masa ini perjalanan penyakitnya bisa maju ataupun mundur. Banyak hal aneh yang aku rasakan, seperti merasa asing terhadap diriku sendiri.
Terkadang aku menangis karena menyadari kalau aku tidak seperti dulu yang suka merawat diri sendiri. Aku sekarang cenderung tidak peduli dengan penampilan dan tidak mau merawat diri. Aku sering mengatakan “dulu aku suka ini ya” atau “ dulu aku suka itu ya” pada berbagai hal. Rasanya aneh dan tidak nyaman, tapi perlahan aku bisa juga melewatinya.
Saat ini aku sudah merasa lebih baik. Aku masih bisa melanjutkan studiku meski dengan tertatih-tatih dan mengerjakan seadanya. Aku mulai bisa menikmati kegiatan yang aku sukai. Pikiranku sudah mulai sunyi dan tidak berisik lagi. Aku mulai menemukan harapan dan sudah tidak memiliki pikiran bunuh diri. Aku juga sudah berhenti cutting. Sisanya aku masih memiliki masalah dengan kelelahan, energi, dan tidurku. Tapi secara keseluruhan aku merasa sudah lebih baik dan aku akan terus berusaha menjadi lebih baik lagi.
Apa yang aku dapatkan selama 7 bulan ini?
Pertama, recovery tidak selamanya mulus. Relapse sangat sering mewarnai dan datang bertubi-tubi. Itu sangat normal dan bukan berarti kita gagal dan kembali ke titik nol. Relapse mengajarkan kita untuk mau bangkit dan memberikan kita pelajaran mengenai apa yang harus kita lakukan untuk mencegahnya dan bagaimana beradaptasi dengan stressor.
Kedua, kita harus menerima dan berdamai dengan depresi yang kita alami!
Jangan jadikan depresi sebagai musuh yang harus selalu dilawan. Melakukan berbagai cara untuk melawan depresi membuat kita merasa lelah dan pada akhirnya tidak berdaya. Dan ketika tidak berdaya itulah kita rentan menyalahkan diri sendiri dan merasa gagal. Terimalah kenyataan bahwa kita mengalami depresi. Lakukan hal-hal yang membuat kita mampu beradaptasi dengan kondisi depresi.
Jika kita mengalami masalah dengan orang tua yang tidak mensupport kita, lebih baik bicarakan atau jika perlu biarkan orang tua bertemu dengan psikiater atau psikolog kita!
Kebanyakan orang tua bersikap negatif seperti marah atau meremehkan karena mereka kurang terpapar dengan kondisi depresi. Mungkin mereka berpikir “Kenapa anakku tidak seperti anak orang lain yang normal dan sehat secara mental”. Mereka juga bingung dengan kondisi yang terjadi serta tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Ajaklah orang tua untuk bertemu psikiater atau psikolog kita dan biarkan psikiater atau psikolog menjelaskan kondisi kita pada mereka.
Keempat, tidak ada dua orang pun di dunia ini yang mengalami depresi serupa.
Depresi sangat berbeda pada setiap orang. Jangan berpikir karena orang lain mengalami depresi lebih buruk maka perasaan kita tidak valid atau merasa bahwa kita tidak pantas mendapatkan pertolongan. Jika kita merasa ada yang salah dengan diri kita maka perasaan yang kita rasakan itu benar dan kita berhak mendapat pertolongan.
Depresi bisa disembuhkan, meskipun akan banyak rintangan yang akan kita hadapi menuju kata pulih. Untuk siapapun yang sedang menjalani hidupnya bersama depresi, berjuanglah, memang depresi ini berat, tapi kita juga terus menjadi lebih kuat setiap harinya dan bahkan lebih kuat dari yang kita bayangkan.
Ditulis oleh Lia. Diedit oleh Neraca Cinta Dzilhaq, M.Psi., Psikolog.
Seringkali, seperti yang dialami Lia, kita merasa tidak berdaya ketika depresi menyerang. Namun, percayalah bahwa di balik segala kesulitan yang kita alami, pasti ada orang-orang yang mau membantu kita. Kuncinya adalah selalu berusaha dan yakin bahwa kita bisa sembuh. Rutin check up ke psikiater, menjalani terapi, konseling, dan pengobatan medis adalah beberapa usaha yang tepat dalam menghadapi depresi.
Mungkin kamu masih belum tahu apakah kamu sungguh mengalami depresi atau hanya mood swing semata. Maka dari itu, segeralah menemui psikolog supaya kamu bisa mendapatkan informasi lebih lanjut terkait masalah kesehatan mental yang kamu alami! Mau konseling tanpa ribet? Download aplikasi kesehatan mental Riliv aja!
Riliv membuka kesempatan bagi pembaca untuk berbagi cerita seputar pengalaman kesehatan mental. Kirimkan tulisanmu dalam file Word ke story@riliv.co dengan subjek “#YOURSTORY – Judul – Nama.” Silakan menggunakan nama samaran bila berkenan.