Doom scrolling – Media sosial adalah tempat kita menemukan banyak informasi dengan mudah, sekalipun kita lagi rebahan. Bencana alam, pandemi, kekerasan seksual… banyak sekali topik-topik negatif yang kita temukan tersebar di media sosial. Eh, tapi tahu nggak sih kalau keseringan membaca dan mencari topik negatif, bisa-bisa berbahaya bagi kesehatan mental kita?
Dampak Buruk Doom Scrolling
Doom scrolling adalah perilaku seseorang yang menggunakan media sosial untuk mencari berita-berita buruk seperti tragedi, krisis, dan bencana alam. Perilaku ini bisa menjadi maladaptif apabila sudha berdampak buruk bagi emosi kita, yakni munculnya perasaan cemas, waswas, hingga kehilangan minat untuk menjalani hidup. Nah, inilah mengapa doom scrolling dikatakan berbahaya. Seperti yang disinggung Zhaoyang (2020), apabila kita terlalu sering merespon negatif terhadap suatu kejadian dalam hidup, gejala-gejala depresi bisa dengan mudah muncul dalam diri kita.
Nggak hanya berakibat ke munculnya gejala depresi, riset terkini melaporkan bahwa selama pandemi COVID-19, maraknya pihak yang terekspos oleh berita mengenai bencana bisa memicu gejala-gejala post traumatic stress disorder (PTSD) yang parah, apalagi jika pihak-pihak terkait sudah pernah mengalami pengalaman traumatis sebelumnya (Price, dkk., 2021).
Lalu, bagaimana perkembangan media sosial mempengaruhi perilaku doom scrolling?
Medsos Gampang Bikin Berita Jadi Sensasi
Melalui perkembangan teknologi, berita banjir yang melanda Jakarta, gempa yang menimpa Cianjur, serta berbagai kejadian lainnya yang menimbulkan kegemparan negeri bisa jadi viral di internet. Viralnya sebuah berita di media sosial dilatarbelakangi oleh tingkat engagement atau ketertarikan pengguna media sosial terhadap suatu isu. Menurut data statistik tahun 2021, Indonesia termasuk negara dengan pengguna media sosial yang aktif dengan total 170 juta jiwa. Jadi, bisa dibilang pengguna medsos yang bejibun ini berperan terhadap viralnya konten di Indonesia, termasuk berita-berita mengenai bencana alam tadi.
Namun, kita juga harus berhati-hati dengan media sosial. Soalnya, media sosial bisa jadi sumber berita hoax atau kabar burung yang hiperbolik. Statistik mengonfirmasi bahwa per 2021, banyak sekali kabar hoax sering disebarkan oleh Facebook, Whatsapp, dan YouTube. Facebook dan Whatsapp sama-sama ditujukan untuk mengunggah foto, membuat status, dan chatting, jadi nggak salah bila berita hoax tersebar dengan cepat, lalu bisa menjadi bahan orang-orang melakukan doom scrolling.
Cara Menghindari Doom Scrolling
Nah, kita sudah tahu apa bahayanya doom scrolling. Terus, gimana caranya menghindari obsesi kita terhadap berita buruk supaya kita bisa tetap sehat mental?
Dilansir dari website NPR, Dr. Amelia Aldao selaku perilaku klinis menyampaikan bahwa cara terbaik menghindari doom scrolling adalah sebagai berikut:
Beri Batasan pada Diri Sendiri
Kalau kamu sudah terlalu sering doom scrolling di medsos, kamu bisa terjebak dalam kebiasaan yang kurang produktif. Apalagi kalau kebiasaan ini sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari. Maka dari itu, batasilah dirimu dalam mengonsumsi media sosial. Kalau kamu masih kesulitan, coba gunakan timer atau tetapkan focus mode pada smartphone kamu.
Miliki Kesadaran Diri
Yang kedua, Dr. Aldao menyarankan supaya kita punya kesadaran diri. Bagaimanapun juga, setiap berita yang kita konsumsi melalui medsos itu sering nggak jelas asal-usulnya, kecuali memang disampaikan oleh pihak yang ahli di bidangnya. Jangan sampai gara-gara berita yang nggak jelas dan hiperbolik, kamu jadi stres sendiri, ya!
Cari Koneksi di Dunia Luar
Nah, yang ketiga ini punya kaitan kuat dengan saran Dr. Aldao soal memberi batasan diri. Kamu nggak bisa terus menerus berada di dunia maya. Sebagai makhluk sosial, ada baiknya membangun hubungan interpersonal dengan orang lain. Dengan demikian, kamu akan merasa nggak kesepian, bebas cemas, dan jadi lebih happy. Wake up, Guys! Nggak selamanya kamu harus terjebak dalam pikiran negatif!
Ingat, ya, Teman-teman. Mencari informasi sebanyak-banyaknya melalui media sosial itu nggak ada salahnya. Akan tetapi, penting bagi kita untuk memilah-milah informasi dari media sosial. Nggak hanya berhati-hati sama hoax, tapi juga menyortir informasi negatif yang kita dapatkan supaya tidak menimbulkan panik bagi diri kita dan orang lain.
Daripada sibuk scrolling medsos dan malah nggak produktif, yuk, belajar tingkatkan kesehatan mental kamu dengan aplikasi Riliv! Melalui Riliv, kamu bisa mengakses banyak konten self care dan bisa booking konseling dengan psikolog profesional tanpa harus ribet. Tunggu apa lagi? Yuk, coba aplikasi Riliv dan rasakan perubahan positif pada gaya hidupmu!
Referensi:
Di Gangi, P., & Wasko, M. (2016). Social Media Engagement Theory. Journal of Organizational and End User Computing, 28, 53-73. DOI:10.4018/JOEUC.2016040104
Price, M., Legrand, A. C., Brier, Z. M. F., van Stolk-Cooke, K., Peck, K., Dodds, P. S., Danforth, C. M., & Adams, Z. W. (2022). Doomscrolling during COVID-19: The negative association between daily social and traditional media consumption and mental health symptoms during the COVID-19 pandemic. Psychological trauma : theory, research, practice and policy, 14(8), 1338–1346. https://doi.org/10.1037/tra0001202
Zhaoyang, R., Scott, S. B., Smyth, J. M., Kang, J. E., & Sliwinski, M. J. (2020). Emotional Responses to Stressors in Everyday Life Predict Long-Term Trajectories of Depressive Symptoms. Annals of behavioral medicine : a publication of the Society of Behavioral Medicine, 54(6), 402–412. https://doi.org/10.1093/abm/kaz057