Alasan Pergi Psikolog – Melihat jauh ke belakang, kesehatan mental menjadi salah satu isu yang sangat berkembang sejak tahun lalu. Misalnya pada akhir tahun 2019, yang diwarnai oleh banyak kasus bunuh diri. Mulai dari bunuh diri yang disiarkan di Instagram Live, hingga kabar duka dari dunia hiburan Korea yang bertubi-tubi.
Di sisi lain, masih di tahun lalu, kesadaran akan kesehatan mental mulai meningkat. Film Joker yang dibintangi oleh Joaquin Phoenix juga turut menyadarkan masyarakat bahwa depresi dan penyakit mental lainnya bukan hal yang bisa dianggap sepele. Film ini menceritakan bagaimana perundungan mengambil peran teramat besar dalam sebuah penyakit mental.
Sejalan dengan itu, penelitian yang saya baca hari ini menyebutkan bahwa 1 dari 20 remaja di Indonesia berkeinginan bunuh diri, dan perundungan menjadi salah satu penyebabnya.
Lalu dari dunia musik, tahun ini, album Mantra-Mantra milik Kunto Aji yang dirilis tahun 2018 dinobatkan sebagai Album Terbaik-Terbaik pada ajang Anugerah Musik Indonesia 2019. Lagu-lagu dalam album ini benar-benar bisa menjadi mantra untuk lebih tegar dan tenang dalam menghadapi berbagai tragedi yang mungkin terjadi.
Lewat lagu-lagunya, Kunto mengajak kita mengerti bahwa kegelisahan, kesedihan, kehilangan, kebingungan, adalah hal-hal yang perlu diakui eksistensinya. Di antaranya, lagu Rehat adalah yang paling saya sukai. Sebab, lagu itu bisa menjadi obat ketika saya benar-benar tak tahu apa yang harus dilakukan selain menangis tersedu-sedu. Kunto seolah menepuk pundak dan berkata: nangis aja dulu nggak apa-apa, semuanya akan baik-baik aja.
Bicara soal kesehatan mental, saya percaya setiap orang menghadapi masalah yang berbeda. Setiap orang memiliki ketakutan yang berbeda. Saya juga pernah sangat mengkhawatirkan kewarasan saya sendiri. Rasa panik dan ketakutan yang mencekam itu pernah saya alami, hingga pada akhirnya saya memutuskan untuk konsultasi pada psikolog.
Tentu saja itu bukanlah langkah yang sederhana. Beberapa teman dekat menuduh saya tidak punya Tuhan, sedangkan yang lain bertanya-tanya apakah saya gila. Padahal, mendatangi psikolog ‘kan tidak berarti saya gila.
Saya hanya merasa ada sesuatu dalam diri saya yang tidak baik-baik saja. Ada gelisah dalam diri yang butuh ditenangkan, dan saya tidak bisa melakukannya sendirian. Berikut beberapa hal yang membuat saya memutuskan bahwa saya butuh bantuan.
6 Alasan Pergi ke Psikolog, Nggak Harus Hal yang Parah Melulu
1. Mood swing saya semakin parah. Kadangkala saya merasa sedih dan bahagia tanpa saya ketahui sebabnya
Perubahan mood yang dadakan itu ternyata benar-benar ada. Ada kalanya saya merasa sangat lega, segalanya terasa sempurna, situasi hati sangat tenang dan santai.
Namun, dalam satu menit, saya mengingat sebuah fakta, dan itu menggugurkan semua “bahagia” yang saya rasakan sebelumnya. Di momen ini, saya bahkan lupa kenapa tadi saya bahagia, padahal ada kenyataan yang begitu menyedihkan.
2. Di sisi yang lain, saya menjadi penuh curiga pada rasa bahagia. Pernah saya percaya bahwa bahagia dan senang adalah awal dari sebuah bencana
Mungkin orang akan berkata bahwa saya bodoh, tidak bersyukur, dan terlalu overthinking (sudah over, terlalu pula). Namun, jika ditanya, ini di luar pengendalian diri saya.
Ketika sebuah kabar baik datang, rasa senang itu hanya sesaat. Selebihnya pikiran saya menjadi curiga dan waspada karena saya berpikir ada hal-hal buruk yang akan segera terjadi. Dan pikiran akan hal ini membuat saya ketakutan sendiri.
Inilah mengapa pergi ke psikolog menjadi sebuah pilihan yang tidak bisa dilewatkan.
3. Setiap sakit fisik yang saya rasakan, selalu saya hubungkan dengan penyakit mematikan. Rasanya seluruh tubuh ini penuh dengan sel kanker yang mengerikan
Migrain yang tak kunjung reda membuat saya bertanya-tanya apakah saya terkena kanker otak. Munculnya nyeri di dada kiri membuat saya memvonis diri sendiri punya sakit jantung. Rasanya, banyak sekali penyakit mengerikan dalam diri saya.
Dari situ, saya bolak-balik dari satu dokter ke dokter yang lain, dari satu rumah sakit ke rumah sakit yang lain, sebab pernyataan dokter bahwa saya baik-baik saja tak bisa saya percaya.