Masa lalu jadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjalanan hidup kita sebagai manusia. Kita bisa menjadikan masa lalu sebagai acuan agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Namun terkadang, kita malah terlalu fokus pada masa lalu alias nggak bisa move on, nih, Dear! Rasanya, dulu tuh indah dan menyenangkan banget, bikin kita jadi malas belajar move on!
Eh, padahal, terlalu berfokus pada masa lalu juga bukan tindakan yang baik, loh! Kita harus ingat bahwa kita hidup di masa kini dan masih punya masa depan yang menunggu untuk diperjuangkan.
Hmm, apa jadinya diri kita kalau terus-terusan berfokus pada masa lalu? Nah, oleh karena itu, kita harus belajar move on, Dear!
Move on ini nggak hanya berkutat pada kehidupan asmara, ya! Cakupannya jauh lebih luas hingga pada segala aspek masa lalu kita, bukan hanya kisah asmara aja! Untuk bisa move on, yuk kita bahas bersama-sama!
Move On? Apa, tuh?
Ketika kita baru saja putus hubungan asmara, ditolak saat melamar kerja, atau dikecewakan oleh sebuah perlombaan, kita mungkin akan mendengar nasihat, “Udah, ih, move on aja! Masih banyak yang lain, kok! Pasti kamu akan nemu yang terbaik!”. Frasa tersebut terdengar sangat mudah dan ringan untuk dilakukan, tapi sebenarnya, move on itu apa, sih?
Move on dapat diinterpretasikan dengan banyak arti. Kebanyakan dari kita mungkin mengartikannya sebagai tindakan untuk berpindah dan merelakan yang telah berlalu.
Namun, move on bukan hanya tentang menghapus kenangan atas suatu peristiwa atau hubungan yang tidak menyenangkan di masa lalu, loh! Move on juga berarti kita dapat menjaga diri untuk tidak terjebak di masa lalu tersebut.
Move on bukan hanya menutup luka di masa lalu, tetapi juga membuka diri untuk segala kesempatan yang akan terjadi di masa mendatang.
Kenapa kita harus belajar move on?
Setelah mempelajari arti move on, kita jadi ragu karena ternyata move on itu terdengar susah dan masa lalu terlihat masih sangat indah untuk dikenang. Namun meskipun susah, kita tetap harus belajar untuk bisa melakukannya, Dear!
Move on menunjukkan bahwa kita peduli dan memiliki rasa tanggung jawab atas kebahagiaan serta kesejahteraan mental kita. Apalagi jika kita memiliki masa lalu yang membuat kita sedih, untuk apa kita mengingat-ingatnya lagi?
Ingat bahwa diri kita punya hak untuk hidup bahagia. Masih ada masa depan yang menunggu untuk diperjuangkan. Jadi, yuk, mulai belajar move on!
Bagaimana cara move on?
Bagaimana cara belajar move on? (Photo by KAL VISUALS on Unsplash)
Ada beberapa cara yang bisa kita coba agar berhasil move on, nih, Dear! Apa saja cara-cara tersebut?
1. Berhenti memikirkan waktu dan tenaga yang telah kita habiskan
“Padahal aku udah habis banyak biaya buat cetak CV dan uang transportasi. Mana bikin CV-nya itu selama tiga hari tiga malam. Aku juga udah minta pendapat senior-senior, tapi masih aja gagal! Asli, deh, bikin gagal move on!”
Sering kali, ketika kita hendak move on, rintangan terbesarnya adalah pikiran kita sendiri, Dear.
Kita terus-menerus memikirkan tentang waktu dan tenaga yang telah kita habiskan. Kita sibuk menghitung ulang segala “kerugian” yang kita dapatkan. Segala upaya tersebut akan terasa sia-sia.
Namun, tidak peduli seberapa menyakitkannya hal tersebut, kita harus berusaha untuk berhenti memikirkannya. Berhenti menyesali setiap waktu dan tenaga kita yang telah terbuang. Ingatlah bahwa tidak ada satu pun usaha yang sia-sia, Dear.
Mungkin kita belum berhasil kali ini, tapi tidak apa-apa. Usaha yang kita lakukan pasti akan memberikan pelajaran untuk percobaan kita berikutnya.
2. Waspadai zona nyaman
“Aku udah nyaman banget sama dia. Aku merasa nggak bisa lagi cari yang baru. Nggak akan ada yang bisa gantiin posisi dia di hidupku,”
Kita sering enggan meninggalkan sesuatu karena sudah merasa nyaman. Kita sudah terbiasa dan familiar akan suatu kondisi, sehingga tidak ingin menyesuaikan diri untuk sesuatu yang baru.
Seakan ada suatu gravitasi yang menarik kita kembali pada sesuatu atau seseorang yang membuat kita nyaman dan merasa seperti di “rumah”.
Hmm, zona nyaman memang menyenangkan. Namun, ketika ada sesuatu yang mengharuskan kita untuk berpindah, maka kita harus melakukannya.
Kita bisa berfokus pada alasan kemunculan rasa nyaman tersebut dan mencoba menyesuaikannya dengan situasi baru. Jangan hanya berfokus pada sesuatu atau seseorang yang pernah menghadirkan rasa nyaman tersebut.
3. Berhenti menunggu dan berharap bahwa keadaan akan membaik
“Enggak, kok. Pasti dia akan berubah. Kami pasti akan balik lagi jadi baik-baik aja. Dia cuma butuh waktu,”
Pada hakikatnya, manusia memiliki kecenderungan untuk tetap diam ketika kita tidak selalu mendapatkan hal yang kita inginkan. Atau dalam kata lain, hal yang kita inginkan hanya kita dapatkan sesekali waktu.
Akhirnya, kita memilih untuk menunggu dan berharap. Menanti-nanti apa yang akan terjadi atau apa yang akan kita dapatkan selanjutnya. Memang optimisme itu bagus, tapi jika memang sudah tidak ada yang bisa diharapkan, yuk, move on, Dear!
4. Antisipasi kemungkinan munculnya stres
“Aku udah lama banget kerja di sini. Berat banget buat cari kerjaan baru. Aku sebenernya juga nggak yakin dapat kerjaan yang sebagus sekarang. Padahal kebutuhan keluargaku sehari-hari pun banyak yang harus dipenuhi,”
Tidak bisa dipungkiri bahwa move on memang sesuatu yang berat. Apalagi jika kita harus move on dari situasi yang sudah kita jalani dalam jangka waktu lama.
Perpindahan yang kita lakukan pasti akan menimbulkan luka dan bisa membuat kita stres. Terlebih lagi apabila ada pihak lain yang turut dirugikan atas perpindahan kita.
Oleh karena itu, kita perlu mengantisipasi kemunculan stres ini, Dear. Kita harus berusaha untuk berdamai dengan diri sendiri dan mempersiapkan diri atas segala risiko yang mungkin kita hadapi.
Dalam situasi ini, diperlukan kemampuan dalam mengelola emosional secara baik agar move on tidak menimbulkan masalah baru. Dibutuhkan juga kemampuan resiliensi untuk tetap bersikap tangguh menghadapi segala problematika perpindahan tersebut.
Bagaimana jika kita masih gagal dalam belajar move on?
Jika gagal move on, kita harus apa? (Photo by Artem Beliaikin on Unsplash)
Meskipun sulit, move on bisa dipelajari. Namun, jika kita memang merasa sangat kesulitan untuk mempraktikkannya, maka hal yang harus kita lakukan adalah mencari pertolongan, Dear! Mungkin saja ada sesuatu di masa lalu yang membuat kita sangat berat untuk move on.
Untuk lebih memahami tentang permasalahan kita, berkonsultasi ke psikolog adalah suatu pilihan yang paling tepat.
Apalagi saat ini, kita tidak perlu malu untuk datang ke psikolog, karena sudah tersedia layanan konseling daring melalui aplikasi Riliv. Jadi, kita bisa berkonsultasi tanpa harus bertatap muka langsung.
Tetap semangat untuk belajar move on dari masa lalu, Dear!
“If you’re brave enough to say goodbye, life will reward you with a new hello,” -Paulo Coelho.
Referensi:
- Schwartz, M. (2011). What Do We Mean by “Moving On”?. Psychology Today. Disadur dari https://www.psychologytoday.com/intl/blog/shift-mind/201106/what-do-we-mean-moving
- Streep, P. (2014). 5 Strategies to Help You Move On. Psychology Today. Disadur dari https://www.psychologytoday.com/us/blog/tech-support/201409/5-strategies-help-you-move