Hikikomori – Tuntutan kehidupan sosial yang sangat tinggi, seringkali membuat banyak orang di Jepang merasa tertekan. Utamanya para generasi muda.
Ditengarai, jutaan orang muda berusia 18-35 tahun di Jepang, terjebak dalam depresi mendalam. Mereka mengurung diri di kamar selama bertahun-tahun, sebagai bentuk pengasingan dirinya terhadap kehidupan sosial. Mereka ini disebut Hikikomori atau orang yang menarik diri dari kehidupan.
Fakta tentang Hikikomori
Jumlahnya Mencapai Jutaan Orang
Seorang Psikolog yang meneliti fenomena Hikikomori, Tamaki Saito mengatakan bahwa fenomena ini sangat umum di Jepang. Jumlah Hikikomori diperkirakan mencapai lebih dari 1 juta orang. Bahkan, tidak hanya di Jepang, fenomena serupa juga terjadi di negara lain seperti Amerika, Italia, Korea Selatan, dan Inggris, di mana para generasi muda merasa kewalahan dengan standar umum kesuksesan finansial.
“Banyak orang menganggap Hikikomori adalah orang yang malas atau orang yang berbahaya, tapi sebenarnya tidak seperti itu,” jelas Saito seperti dikutip BBC One.
Belum Diakui sebagai Penyakit Mental
Para Hikikomori ini mengurung dirinya karena berbagai alasan, seperti marah dengan dirinya sendiri, orang tuanya, atau masyarakat, merasa gagal, dan tidak tahan dengan tuntutan sosial. Hal ini membuat mereka merasa sangat tidak bahagia dan kehilangan jati dirinya.
Sayangnya, kondisi ini belum diakui sebagai sebuah penyakit mental atau psikologis, sehingga belum ada penanganan yang khusus secara medis. Para orang tua biasanya juga merasa malu untuk mengakui bahwa ada anggota keluarganya yang mengalami hal ini.
Kakak Sewaan
Karena belum ada tindakan medisnya, para orang tua mencari cara alternatif untuk mengatasi para Hikikomori, yaitu dengan membayar seseorang untuk menjadi “kakak”. Kakak sewaan ini dibayar sekitar ¥100,000 atau sekitar Rp 13,000,000 per bulan untuk bertemu dan berbicara dengan mereka selama beberapa jam setiap minggunya.
Tidak semua Hikikomori menerima kakak sewaan ini dengan mudah. Tak jarang, butuh waktu sekitar 6 bulan hingga 2 tahun untuk bisa membuat mereka mau membuka diri kepada sang kakak. Tidak sedikit juga kasus kegagalan di mana sang kakak ditolak dan diperlakukan kasar oleh si Hikikomori. Seorang kakak dikatakan berhasil, jika bisa membuat si Hikikomori kembali ke dunia sosial bahkan bisa hidup secara mandiri.
Ayako yang sudah lebih dari 10 tahun menjadi kakak, menuturkan, dirinya tidak punya metode khusus untuk menangani pasien Hikikomorinya.
“Saya hanya mencoba untuk berhubungan dengan mereka secara wajar sebagai teman dan tidak berpura-pura,” jelasnya.
Akibat Di-bully di Sekolah
Salah satu pasien Ayako bernama Kenta, menjadi Hikikomori karena menjadi korban bully di sekolahnya. Kenta yang kini berusia 20 tahunan, sering diejek di sekolah karena suaranya seperti perempuan dan banyak bergaul dengan perempuan. Ejekan inilah yang awalnya membuat Kenta menutup diri. Setelah berbulan-bulan berbicara dengan Ayako, Kenta kini sudah mau meninggalkan kamarnya untuk pergi ke luar, meskipun dia belum mau bekerja atau berhubungan sosial dengan orang lain.
Orang yang bekerja sebagai kakak seperti Ayako, telah menolong ribuan Hikikomori di Jepang. Namun sayangnya, diperkirakan ratusan ribu hingga jutaan orang muda masih menjalani hidupnya sebagai Hikikomori.
Apa yang Bisa Kamu Lakukan Jika Melihat Teman Mengalami Hal Serupa
Yang jelas, mengajak mereka untuk mendapatkan bantuan psikologis sangatlah diperlukan, ya!
Isolasi diri justru membuat mereka semakin terganggu, apalagi jika sudah putus kontak dengan lingkungan sosial.
Sebagai kerabat terdekat, menemani mereka berproses dengan psikolog sangat diperbolehkan, lo! Jangan lupa untuk mendukung mereka agar mau melangkah kembali ke lingkungan sosial.
Sumber berita:
- BBC One
***
Artikel ini ditulis oleh Itha Prabandhani dan merupakan kerjasama Urbanasia dengan Riliv.