Film Joker baru saja tayang di bioskop. Euforia yang dirasakan masyarakat pun masih hangat. Film ini pun sukses membuat banyak media meliputnya, Riliv salah satunya nih. Walaupun diliputi kesan dark, Joker berhasil mengenalkan dunia kesehatan mental, tentang bagaimana konsultasi ke psikolog, dan berbagai pesan yang berharga selama 2 jam 2 menit. Penasaran?
1. Kesadaran kesehatan mental yang harus ditingkatkan, bisa dimulai dengan konsultasi ke psikolog
Joker dikisahkan berasal dari keluarga yang tidak mampu dan memiliki gangguan mental. Sejak awal, ia juga diceritakan sebagai individu yang memiliki gangguan pada syaraf yang membuatnya tertawa berlebihan.
Walaupun demikian, kamu bisa mengamati bahwa Arthur adalah individu yang rutin berkonsultasi ke konselor atau psikolog. Nah, kamu mungkin berpikir bagaimana cara Arthur membayar jasa psikolog tersebut. Inilah fakta menariknya, Dear.
Di Amerika Serikat, layanan kesehatan mental ditanggung oleh pemerintah, sehingga dalam film ini, Arthur bisa mengunjungi psikolog secara cuma-cuma. Kunjungan ke Psikolog berkali-kali mungkin menguras tenaga dan emosi. Namun, membiarkannya saja akan membuatnya lebih buruk. Tidak ada jaminan pasti bahwa seseorang bisa sembuh total dari gangguan mental yang dimiliki.
Konsultasi ke Psikolog setidaknya membuatmu lebih tahu bagaimana cara mengelola gejala-gejala yang ada. Dan yang terpenting, kamu bisa punya kemungkinan lebih besar untuk survive! Oh iya, mungkin kamu belum tahu, BPJS di Indonesia sudah menanggung biaya layanan konsultasi ke Psikolog, lho di puskesmas terdekat.
2. Kesehatan mental adalah sesuatu yang kompleks
Mari kita flashback sebentar mengenang para artis yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Chester Bennington contohnya. Kepergiannya menimbulkan banyak keheranan bagi para fans.
Pasalnya, ia jauh dari kabar miring dan negatif. Setelah ditelusuri, Chester diketahui memiliki depresi kronis. Pasca kepergiannya, istrinya berbagi video yang berisi pesan untuk memperhatikan kesehatan mental.
Dari banyak cerita tentang kisah hidupnya, kita bisa memahami bahwa lirik-lirik lagu yang dinyanyikannya adalah gambaran dari yang ia rasakan selama ini. Perceraian orang tua, menjadi korban bullying, dan kekerasan yang ia alami memperparah luka batinnya.
Semua pengalaman Chester bisa memberikan rasa lelah psikologis yang menumpuk dan tak terselesaikan, hingga ia merasa tak berguna lagi dan hidupnya tidak berarti.
3. Gangguan mental bisa bersifat genetik
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kesehatan fisik dan mental. Kalau penyakit fisik bisa diturunkan dari orang tua, maka gangguan mental pun demikian. Dalam film Joker, dikisahkan bahwa Ibu Arthur memiliki gejala-gejala gangguan mental berupa delusi.
Walaupun tidak disebutkan secara spesifik, hal ini bisa menjadi alasan mengapa Arthur memiliki gangguan mental. Buat kamu yang sekarang menjadi khawatir karena tahu ada riwayat gangguan mental, Riliv ada solusinya, Dear.
Kamu bisa menjaga diri dengan berbagai cara, seperti mengelola stres dengan baik, memiliki teman-teman yang suportif, mencintai diri sendiri, dan bisa juga dengan melakukan meditasi.
4. Melawan stigma kesehatan mental dan berani untuk konsultasi ke psikolog
Kutipan Joker yang berbunyi “The worst part about having a mental illness is people expect you to behave as if you don’t” berujung viral. Kutipan ini seolah-olah ingin menyindir mereka yang masih menggampangkan permasalahan kesehatan mental sebagai hal yang tak perlu dikhawatirkan dan menegaskan bahwa orang dengan gangguan mental masih sering dikucilkan.
Well, that’s the reality, Dear. Tidak sedikit orang yang masih bertanya ‘Ngapain sih ke Psikolog, kamu tuh cuma kurang bersyukur aja’. Kadangkala, hal-hal ‘sepele’ inilah yang membuat kita mengurungkan niat untuk konsultasi ke Psikolog.
Untuk kamu yang masih terpengaruh dengan stigma kesehatan mental, kamu tidak perlu khawatir. Cobalah konseling online di Riliv. Selain praktis dan terjangkau, kamu tidak perlu keluar rumah dan mendapat pertanyaan ‘Mau kemana?’ yang akhirnya berujung pada ‘Ngapain ke Psikolog?’
5. Film Joker mengajak kita untuk tidak terburu-buru menghakimi orang lain
“Ah, dia mah jahat”
“Dasar ansos, selalu nolak kalau diajak pergi”
Pernahkah keluhan-keluhan tersebut terdengar di telingamu? Arthur sering mendapat perlakuan yang jahat berkali-kali dari lingkungan sekitarnya. Jika melihatnya dalam film, mungkin kamu akan merasa bahwa sikap Arthur itu wajar.
Nah, sebenarnya kamu bisa mempraktekkan pandangan ini di kehidupan nyata, Dear. Di lain waktu, sebelum kamu terpancing untuk berpikir negatif tentang seseorang, ingat bahwa perlakuannya itu mungkin akibat dari masa lalunya yang tidak memperlakukannya dengan baik.
Kedua, kamu perlu tahu bahwa otak manusia berpikir dengan cara yang berbeda-beda. Bisa jadi sesuatu hal yang kamu anggap biasa menjadi sesuatu yang sangat menyakitkan untuk orang lain.
Rasanya, film Joker memang bertujuan memotret sisi gelap kehidupan bermasyarakat. Buat kamu yang beranjak dewasa, cerita ini mungkin memberi banyak adegan relatable yang berkesan. Jadi, kalau kamu masih bergumul tentang aktivitas akhir pekan apa yang harus dilakukan, yuk langkahkan kaki ke bioskop untuk menonton film Joker!
Ditulis oleh Elvira Linda Sihotang