Semua orang memang sewajarnya mencintai dirinya sendiri—seperti kata kutipan yang sering kali kita dengar, “Don’t forget to love yourself”. Tetapi pada taraf tertentu, self-love yang eksesif bisa menjadi tidak sehat, lho. Sama halnya pepatah yang mengatakan bahwa segala sesuatu yang berlebihan tidaklah baik—demikian pula dengan mencintai diri sendiri berlebihan.
Namun lagi-lagi, kadar ‘berlebihan’ itu seperti apa sih? Yuk, kita kupas bersama dalam artikel ini, ya, Dear!
Mencintai diri sendiri berlebihan itu sebenarnya seperti apa sih?
Photo by Cristina Zaragoza on Unsplash
Kalau misalnya yang saat ini terlintas di pikiranmu adalah orang-orang yang akun Instagramnya hanya berisi foto selfie mereka—eits, tunggu dulu! Tidak semudah itu, lho, untuk mengidentifikasi apakah seseorang memiliki kadar self-love yang berlebihan dan tidak sehat.
Dalam ranah klinis, terdapat istilah ‘narsisme’ yang merujuk pada sikap mencintai diri sendiri yang terlampau besar hingga mulai melahirkan masalah-masalah lainnya. Jadi, pada umumnya seseorang dapat dikatakan memiliki sikap mencintai diri sendiri berlebihan (narsistik) jika hal-hal yang ia lakukan atas sikap tersebut mulai mengganggu dan menyulitkan orang lain atau dirinya sendiri.
Nah, secara lebih spesifik, terdapat pula diagnosis klinis bagi orang-orang yang cenderung menunjukkan sikap dan perilaku mencintai diri sendiri berlebihan yang bermasalah—yaitu gangguan kepribadian narsistik atau narcissistic personality disorder (NPD).
Terus, apa ciri-ciri dari orang yang mencintai diri sendiri berlebihan?
Menurut Psikolog Darmani Durvasala, ada 4 ciri utama dari seorang narsistik, yaitu:
- Kurang atau tidak mampu untuk berempati
Seorang narsistik yang mencintai diri sendiri berlebihan biasanya cenderung memiliki rasa empati yang rendah. Hal ini dikarenakan yang paling penting baginya ialah melulu soal dirinya sendiri.
Perihal orang lain menjadi urusan belakangan—atau malah tidak dianggap sebagai sesuatu yang penting sama sekali. Pada akhirnya, kecenderungan seperti ini akan membuat seorang narsistik tidak mampu memiliki kepekaan terhadap perasaan orang lain, juga tidak mampu menyadari keinginan atau kebutuhan orang lain.
- Memiliki perasaan superior yang tidak realistis
Photo by Cristina Zaragoza on Unsplash
Sifat ini sering disebut juga dengan grandiosity. Seorang narsistik akan merasa jauh lebih hebat, sukses, dan pandai dibandingkan orang lain. Nah, orang-orang seperti ini pun akan cenderung merasa bahwa tidak ada orang lain yang mengerti dirinya—karena lagi-lagi, tidak ada orang yang ‘selevel’ dengan dirinya untuk bisa mengerti.
- Merasa bahwa dirinya lebih penting dan berhak daripada orang lain
Karena merasa jauh lebih superior dibandingkan orang lain, seorang narsistik juga akan cenderung merasa bahwa ia lebih berkuasa dan sepatutnya diberikan hak yang lebih besar dibandingkan orang lain.
Pada taraf tertentu, orang-orang seperti ini dapat secara delusional mengklaim bahwa dirinya memiliki segudang pencapaian dan oleh sebab itu pula dirinya pantas untuk menerima perlakuan istimewa atau hak-hak lebih.
- Selalu membutuhkan validasi dan pujian dari orang lain
Untuk selalu dipuji dan dikagumi juga merupakan salah satu kebutuhan pokok dari seorang narsistik. Karena sense of grandiosity yang dimiliki, orang-orang seperti ini tidak akan merasa lengkap jika superioritas yang mereka miliki belum diakui oleh orang lain.
Sifat inilah yang sering kali membuat mereka menjadi sosok yang sangat arogan dan haus perhatian dari orang-orang lain.
Lalu, apakah orang-orang narsistik memang sengaja memilih untuk hidup demikian?
Sebagaimana sebutannya, hal ini merupakan gangguan yang pada dasarnya tidak dikehendaki. Maka dari itu, walaupun seseorang yang mencintai dirinya sendiri dengan berlebihan bisa jadi sangat menyebalkan dan mengganggu kehidupan orang-orang di sekitarnya—ada baiknya untuk mencoba melihatnya melalui perspektif yang berbeda.
Sering kali orang-orang seperti itu sebenarnya malah butuh bantuan, lho. Kalau memungkinkan bagimu untuk membantu mereka, selalu dukunglah mereka untuk mencari bantuan dari tenaga profesional.
Atau, malah bisa saja kamu yang sedang berada di posisi mengira-ngira tanpa kejelasan—“Apa jangan-jangan aku ini seorang narsistik, ya?” Nah, demikian pula dengan dirimu. Kalau kamu mulai merasa dan mengidentifikasi dirimu sebagai seseorang yang mungkin tergolong narsistik, jangan diam terlalu lama, ya!
Photo by Joshua Rawson-Harris on Unsplash
Penting bagimu untuk segera mencari bantuan dari tenaga profesional juga. Ingat, jangan self-diagnose, ya! Kalau kamu merasa tidak nyaman untuk berkonsultasi secara tatap muka dengan para psikolog untuk menceritakan masalahmu, kamu juga dapat mencoba alternatif konseling daring, lho. Melalui aplikasi Riliv, kamu dapat melakukan online counseling terpercaya dengan psikolog yang seratus persen tersertifikasi.
Karena pada akhirnya, setiap orang—termasuk yang saat ini sedang bermasalah dengan sikap mencintai diri sendiri berlebihan dan tidak jarang menjadi masalah bagi orang lain—berhak untuk mendapatkan layanan kesehatan mental sepadan dan untuk menjalani kehidupannya dengan lebih baik lagi.
Disadur dari:
- APA. (2016). Speaking of Psychology:Recognizing a narcissist. Dilansir dari https://www.apa.org/research/action/speaking-of-psychology/narcissism
- Staff, M. Y. (2017). Narcissistic personality disorder. Dilansir dari https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/narcissistic-personality-disorder/symptoms-causes/syc-20366662