Menghargai Diri Sendiri di Kantor –
Seringkali, seorang karyawan merasa burnout dan kelelahan karena waktu yang ia habiskan tidak efektif dan seimbang antara pekerjaan dan sosial.
Tidak sedikit people pleaser di kantor merasa kelelahan karena sering menggantikan posisi teman, membantu teman menyelesaikan deadline hingga lupa miliknya sendiri, dan selalu berkata ‘ya’ akan permintaan atasan.
Bukan tidak mungkin juga, tindakan people pleasing ini dilakukan untuk memukau atasan dan kolega. Apapun motivasinya, menjadi people pleaser untuk membuat orang bahagia atau terpukau akan menimbulkan overworking dan membuat tenaga habis.
Jika Anda terpanggil dengan judul artikel ini, mungkin saja inilah yang Anda lihat pada karyawan Anda selama ini: ingin menyenangkan hati orang lain, terlalu sering berkata ‘ya’ atas permintaan banyak orang, senang melihat teman tersenyum, selalu ikut agenda kantor apapun. Karyawan terus berusaha menjadi “yes man” untuk Anda. Namun apakah Anda nyaman jika karyawan terus memasang topeng seperti ini?
Selain beberapa alasan di atas, ada beberapa alasan lain yang harus Anda tahu. Riliv juga akan menyediakan solusi mudah yang bisa Anda ajarkan kepada karyawan untuk perlahan berhenti dari kebiasaan people pleaser dan menghargai diri sendiri lebih baik lagi!
Ekspektasi yang lebih tinggi dari mereka akan membuat Anda sulit menghargai diri sendiri!
Dalam artikelnya, Jennifer A. Williams, seorang Executive Coach and Relationship Strategist menyatakan bahwa setiap kolega dan atasan sangat suka dengan hadirnya people pleaser dalam lingkungan kerja mereka.
Menurutnya, setiap orang sangat suka dengan rekan kerja yang sigap, tangkas, dan selalu berkata ‘ya’. Namun, Jennifer mengajak kita untuk memandang dari sudut pandang people pleaser itu sendiri.
Seiring rasa suka kita meningkat dan merasa terbantu akan kehadiran dan attitude yang diambil oleh people pleaser, ekspektasi kita pun akan semakin meningkat: iron man/women yang selalu sigap dalam bekerja, pengajar yang baik, mentor yang baik, selalu ada setiap waktu, bisa ditelepon kapan saja, punya banyak skill…
Dan kemungkinan terburuknya, people pleaser akan sulit beristirahat dan sulit ‘mengecewakan’ banyak orang ketika ia sudah merasa lelah dan harus beristirahat.
Jika Anda merasa menemui people pleaser dalam tim, inilah salah satu hal yang harus Anda perhatikan dan hindari: ekspektasi rekan kerja dan atasan yang akan terus bertambah bila mereka terus-menerus berkata ‘ya’ dan hadir bahkan ketika mereka sebenarnya sedang tidak mampu, perlahan-lahan akan membuatkaryawan semakin burnout.
Anda tentu menyadari hal ini bukan? Ini merupakan salah satu tugas HRD. Anda mungkin bisa melihatnya dari performa atau produktivitas karyawan Anda.
Hati-hati, jangan sampai kondisi ini terus berlanjut!
Menjadi people pleaser membuat karyawan Anda sulit menghargai diri sendiri di kantor dan bisa terbawa pada kehidupan sehari-hari.
Kita semua tahu bahwa setiap orang pasti memiliki kekurangan. Secara bersamaan, Anda pun selalu punya kesempatan untuk belajar menjadi pribadi yang lebih baik.
People pleaser yang sudah sadar akan tingginya ekspektasi lingkungan kantornya terhadap dirinya, cenderung sering menekan dirinya sendiri untuk selalu berbuat yang terbaik bagi orang di sekitarnya, dan sering melupakan pentingnya memikirkan kesejahteraan diri sendiri (istirahat, makan, tidur cukup, dll).
Menurut The Harvard Review, setiap orang cenderung memiliki dorongan untuk menawarkan diri dan berkata ‘ya’ atas permintaan orang di sekelilingnya. Namun tentunya, porsi yang kita ambil harus tetap pas.
Dan sayangnya, seorang people pleaser sering mengabaikan porsi tersebut dan mengabaikan kesehatan fisik dan mentalnya sendiri. Pentingnya self-care patut diketahui oleh Anda agar bisa mengatasi karyawan yang merasa sudah berada di posisi people pleaser.
Dengan menemukan artikel ini, Anda telah berada pada tahap awareness, di mana Anda menyadari bahwa ada ritme yang kurang baik dalam tim.
Kini, untuk mencari tahu lebih lanjut ritme yang lebih sehat, Anda bisa mulai mengajak karyawan melakukan evaluasi diri:
- Apakah saya sering mengorbankan makan siang untuk membantu teman saya?
- Apakah saya sering memposisikan diri untuk menutupi kesalahan/keterlambatan rekan saya?
- Apakah saya selalu berkata ‘ya’ dengan setiap permintaan atasan dan rekan kerja saya?
- Pernahkah saya melewatkan agenda penting yang berhubungan dengan keluarga/pasangan saya, dan mendahulukan request dari rekan kerja saya?
Bila tiga sampai empat poin tersebut sudah karyawan Anda lalui, maka sebaiknya Anda mengambil sikap. Hal ini bisa Anda lakukan dalam sesi konseling bersama karyawan Anda.
Membahagiakan orang dan tetap menghargai diri sendiri di kantor!
Mungkin karyawan Anda mendapat kebahagiaan dari menyenangkan orang lain, suka menolong secara otomatis, berprinsip untuk tidak membuat orang merasakan rasanya tidak ditolong, atau ingin memukau orang di sekitar mereka.
Masih ada cara untuk tetap menjadi ‘volunteer tetap’ dan menjadi figur yang selalu membawa keceriaan dan pertolongan di lingkar sosial, tanpa harus menyakiti diri sendiri.
Menyampaikan argumen
Dalam koridor yang sopan sangat baik untuk tim. Coba ajak mereka untuk berani menyampaikan argumennya. Tentu halini harus dimulai dari keterbukaan Anda pada karyawan.
Selalu bertanya
Ajak mereka untuk aktif bertanya tentang pekerjaan yang Anda berikan. Pun dengan Anda, biasakan untuk menanyakan kesanggupan mereka atas tugas yang diberikan. Hindari memberi pekerjaan yang bukan tanggung jawab mereka.
Siapkan rekomendasi lain
Ajarkan pada karyawan untuk memberikan opsi atau solusi lain ketika mereka kurang berkenan atau tidak sanggup mengerjakan tugas yang diberikan.
Hal terpenting dalam menghargai diri sendiri di kantor adalah tidak memaksakan diri untuk menerima posisi/memberi bantuan ketika karyawab Anda diminta untuk mengorbankan waktu istirahat dan waktu bersama keluarganya.
Izinkan karyawan untuk menyarankan rekan yang berada di satu divisi, teman dengan skill yang sama, atau teman yang benar-benar sedang membutuhkan posisi tersebut. Dengan kata lain, Anda tetap bisa menyelesaikan tugas sebagai atasan dan mereka juga bisa tetap aman tanpa beban di luar tanggung jawabnya.
Memberikan pengertian atas konsekuensi
Baik menolak ataupun menerima, jelaskan konsekuensi apa yang akan mereka terima. Namun, cobalah untuk menghindari penghakiman saat mereka memilih menolak tugas lain yang diberikan.
***
Memfasilitasi karyawan dengan konselor yang profesional di bidang psikologi karir bisa menjadi jawaban yang tepat untuk memberi karyawan wadah yang positif untuk meningkatkan produktivitas karyawan.
Riliv for Company memiliki program kerjasama Employee Assistance Program sebagai berikut:
- Konseling karyawan langsung melalui chat tanpa harus repot mengatur jadwal bertemu untuk konsultasi psikologi online
- Kelas untuk karyawan dari pakar dunia psikologi, karir, dan mindfulness untuk menemukan performa maksimal dari karyawan Anda
- Konten mindfulness berupa audio guide mindfulness content untuk menciptakan fokus dan keseimbangan dalam bekerja dan beristirahat
- Asesmen psikologis yang terpercaya sehingga Anda bisa memastikan masalah apa yang dihadapi untuk menentukan solusi tepat guna
- Harga terjangkau karena Anda akan langsung mendapatkan semua paket dalam harga yang masuk akal
- Produktivitas terjaga karena karyawan tidak perlu meluangkan waktu pergi atau meditasi yang lama.
Bila Anda tertarik untuk bekerjasama dengan Riliv for Company demi investasi kesehatan mental para karyawan Anda, kontak Taya – 0895-6097-98517 atau Indra 0857-8587-5736 untuk informasi lebih lengkap tentang motivasi karyawan dan peningkatan produktivitas karyawan.
Sumber:
- https://www.inc.com/matt-plummer/how-to-be-a-people-pleaser-at-work-still-stand-up-for-yourself.html
- https://blog.heartmanity.com/do-people-pleasers-make-the-best-employees
Ditulis oleh: Rachel Emmanuella
Baca lainnya:
Jenis Lingkungan Kerja yang Meningkatkan Kinerja Karyawan