Target – Membuat goal, target, to-do-list, agenda, resolusi tahun baru, acapkali kita lakukan namun berakhir sebagai wacana dan rencana tanpa kemajuan nyata. Mungkin saja pada awalnya kita bersemangat melakukan aksi nyata untuk mewujudkan goal tersebut, namun akhirnya cuma hangat-hangat tahi ayam alias kehilangan niat dan kemauan untuk menyelesaikannya. Pas ulang tahun atau pas tahun baru, eh nyesel kok ngejar ini itu belum pada kesampaian ya. Ternyata ALASAN di balik tiap goal atau target itu jadi kuncinya lho guys. Yuk, simak lebih lanjut supaya semakin jelas!
Banyak hal dalam hidup yang ingin kita kejar dan selalu ada alasan di balik itu
Demi cinta, demi anak, demi uang, demi ngebahagiain ortu, demi konten di sosmed, demi kurus, demi lunasin utang, dan masih banyak 1001 alasan orang untuk mengejar suatu target atau tujuan. Meskipun individu tidak selalu menyadari atau mengungkapkan demi apa suatu hal dilakukan, alasan inilah yang biasanya dikepoin orang atau diulik oleh berita.
Kenapa mau pacaran sama si A? Kenapa kok kuliah gak pilih jurusan B? Kenapa kok artis C mau jadi politisi? Kenapa guru D mau mengajar di daerah terpencil? Selain sebagai bahan kepo dan bahan berita, alasan kita mengejar suatu tujuan menentukan (1) sejauh mana tujuan tersebut akan mengalami kemajuan dan (2) sejauh mana tercapainya tujuan tersebut meningkatkan kebahagiaan kita.
Okay, kita mulai mengenal dulu ya berbagai jenis alasan/motivasi seseorang dalam melakukan sesuatu. Menurut salah satu teori psikologi, yaitu teori determinasi diri (self-determination theory), setidaknya ada empat jenis motivasi kita dalam melakukan sesuatu (Deci & Ryan, 2000; Ryan & Deci, 2000).
Motivasi ekstrinsik
Pertama adalah motivasi ekstrinsik. Seseorang disebut punya motivasi ekstrinsik kalau alasan mengejar suatu tujuan bukan untuk mencapai tujuan itu sendiri, melainkan adalah untuk hal lainnya, seperti demi hadiah, uang, pujian, atau follower nambah. Misalnya Andi ingin kuliah di jurusan psikologi tapi alasan sebenarnya yang dikejar adalah untuk bisa deket sama pacar yang juga ambil jurusan psikologi. Andi sebenarnya gak suka sama jurusan psikologi, cuman yang penting bisa barengan pacar terus.
Motivasi introjected
Berbeda lagi, ada juga motivasi yang didasari keterpaksaan atau karena tidak ada pilihan lainnya (introjected). Suatu hal dikejar bukan karena pingin reward-nya tapi karena menghindari hal yang tidak diinginkan. Hal tidak diinginkan ini sangat bervariasi mulai dari rasa bersalah bila tidak melakukan hal itu, kuatir digunjingkan tetangga, diomeli orangtua, takut tidak lulus, demi nyenengin atasan, supaya gak dianggap ketinggalan tren sama teman-teman.
Misalnya Bella sebenarnya tidak ingin kuliah, tapi orangtua pingin Bella kuliah ambil jurusan mana aja. Bella akhirnya daftar berbagai jurusan namun akhirnya diterima di jurusan psikologi. Ya sudah, Bella menjalani kuliahnya demi nurutin maunya ortu aja. Jadi mengejar sesuatu dengan motivasi introjected ini akan melindungi harga diri seseorang dari rasa tidak nyaman tadi.
Motivasi identified
Ada hal-hal yang dikejar karena hal itu dinilai penting dan berguna meskipun seseorang tidak sepenuhnya menyukai hal itu (identified). Misalnya Candra tidak terlalu menyukai jurusan psikologi tapi Candra merasa ilmu psikologi akan bermanfaat dan penting untuk mengembangkan karyawan di perusahaannya.
Motivasi intrinsik
Motivasi lainnya adalah motivasi intrinsik. Seseorang dengan motivasi intrinsik mengejar sesuatu karena memang hal tersebut adalah hal yang disukai, dinikmati, menantang, dan menyenangkan. Tanpa adanya iming-iming, embel-embel, atau “udang di balik batu” lainnya. Contohnya nih, Desi ingin kuliah di jurusan psikologi karena memang seneng banget bisa belajar kepribadian manusia.
Nah, pertanyaan pentingnya, dari keempat jenis motivasi di atas, mana yang akan memberikan progress lebih besar dan bikin kita lebih bahagia, ya? Apakah (1) motivasi ekstrinsik; (2) motivasi introjected; (3) motivasi identified; atau (4) motivasi intrinsik ya? Apa tebakanmu sesuai dengan hasil penelitian? Yakk, jawabannya (3) motivasi identified dan (4) motivasi intrinsik, guys (Milyavskaya, Nadolny, & Koestner, 2015; Ryan & Deci, 2000; Sheldon & Houser-Marko, 2001). Mau tahu kenapa?
Perbedaan dan kesamaan motivasi ekstrinsik dan introjected
Beberapa penelitian menemukan bahwa (1) motivasi ekstrinsik dan (2) motivasi introjected berhubungan dengan kecemasan yang lebih tinggi, lebih ngoyo, atau mengerahkan tenaga lebih besar karena memaksakan diri. Ketika mengalami kegagalan, akhirnya menyalahkan orang lain atau keadaan sekitarnya. Pada akhirnya, kemajuan yang dialami tidak bertahan lama, lebih mudah menyerah, dan bergonta-ganti tujuan.
Misalnya Andi yang gak suka psikologi tetap kuliah psikologi karena kepingin deket pacarnya yang masuk psikologi (motivasi ekstrinsik). Baru kalau ada pacar di kelas atau di tugas kelompok, Andi jadi semangat dan rajin belajar psikologi. Masalahnya, pacar kan gak selalu ada tiap waktu. Andi harus berkonsentrasi ekstra keras untuk mengikuti perkuliahan di psikologi ketika pacar lagi gak masuk kuliah karena sakit. SItuasi lainnya, Andi lagi ribut sama pacar, padahal ada lagi ada kuis di mata kuliah yang susah, jadinya ya auto cemas lah.
Belum lagi kalau Andi putus sama pacar sementara kuliah di psikologi masih beberapa tahun lagi untuk lulus. Alamat Andi kehilangan komitmen nyelesain kuliah ini kalau Andi gak nemuin motivasi lainnya.
Bella yang kuliah psikologi karena gak ada pilihan lain dan demi kemauan ortu (motivasi introjected) juga jadi berusaha ekstra keras untuk menyenangi kuliah di psikologi. Mungkin saja kadang nyalahin temen, dosen, atau kampus, kalau lagi kesel, susah ngerjain tugas atau pas dapat nilai jelek. Karena Bella merasa dia ngejalani kuliah demi pembuktian ke ortu, bukan berangkat dari keinginan Bella sendiri.
Perbedaan dan kesamaan motivasi instrinsik dan indentified
Selanjutnya, (3) motivasi identified dan (4) motivasi intrinsik berhubungan dengan rasa ingin tahu dan kemauan belajar yang lebih tinggi. Meskipun mengalami kegagalan, individu akan berusaha menyelesaikan dengan cara positif dan tetap tekun mencapai tujuan. Tentu saja, hasilnya individu akan lebih bahagia dan menghasilkan kemajuan yang lebih pesat. ‘
Ketika ada beberapa target yang harus kita kejar, kita cenderung akan memprioritaskan target yang dilatarbelakangi oleh (3) motivasi identified atau (4) motivasi intrinsik. Karena secara alami, kita lebih enjoy dan kita paham betul apa pentingnya bila target tersebut tercapai.
Balik lagi ke contoh kisah di atas, Candra; yang merasa ilmu psikologi akan bermanfaat dan penting untuk mengembangkan karyawan di perusahaannya; dan Desi; yang kuliah di jurusan psikologi karena memang seneng banget bisa belajar kepribadian manusia; akan lebih bahagia dan lebih mengalami kemajuan dalam mencapai tujuannya daripada Andi dan Bella.
Candra dapat menemukan apa nilai kuliah di psikologi buat diri dan tujuannya sementara Desi menjalani hal yang dia sendiri sukai tanpa paksaan/dorongan dari kondisi di luar dirinya.
Nah sekarang balik lagi ke diri kita ya. Sebelum menetapkan suatu tujuan atau target, coba ambil waktu deh untuk merenungkan. Demi apa kita mengejar ini dan itu? Apakah (1) motivasi ekstrinsik; (2) motivasi introjected; (3) motivasi identified; atau (4) motivasi intrinsik yang jadi motivasi kita? Bila saat ini ada target/goal yang lagi mandeg, coba cek lagi mungkin motivasi no (1) dan (2) yang jadi sebabnya. Because your “why” determines your goal progress and your wellbeing.
Psst, udah pada tahu belum kalau ada aplikasi konseling online yang bikin kamu bisa konsultasi dengan psikolog profesional kapan saja dan dimana saja? Yap! Nama aplikasinya Riliv. Di aplikasi Riliv kamu juga bisa mencoba fitur meditasi online untuk pengalaman meditasi yang lebih praktis!
Baca Juga:
5 Dampak Pengasuhan Otoriter: Jangan Jadi Monster Parents!
7 Contoh Tujuan Hidup Untuk Kamu yang Ingin Bahagia
Cara Menjadi Diri Sendiri! Cobalah Lakukan Ini!
References :
- Deci, E. L., & Ryan, R. M. (2000). The “what” and “why” of goal pursuits: Human needs and the self-determination of behavior. Psychological Inquiry, 11(4), 227-268. doi: 10.1207/S15327965PLI1104_01
- Milyavskaya, M., Nadolny, D., & Koestner, R. (2015). Why do people set more self-concordant goals in need satisfying domains? Testing authenticity as a mediator. Personality and Individual Differences, 77, 131-136. doi: 10.1016/j.paid.2014.12.028
- Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2000). Intrinsic and extrinsic motivations: Classic definitions and new directions. Contemporary Educational Psychology, 25(1), 54-67. doi:10.1006/ceps.1999.1020
- Sheldon, K. M., & Houser-Marko, L. (2001). Self-concordance, goal attainment, and the pursuit of happiness: Can there be an upward spiral? Journal of Personality and Social Psychology, 80(1), 152-165. doi:http://dx.doi.org/10.1037/0022-3514.80.1.152
Ditulis oleh Livia Yuliawati, S.Psi, M.A., Ph.D.
Areas of interest: Purpose, Character, and Career Development
Dosen Fakultas Psikologi, Universitas Ciputra
Konten ini merupakan kerjasama Riliv dengan Fakultas Psikologi Universitas Ciputra.