Social loafing – Kesel nggak sih kalau kerja kelompok tapi ada yang numpang nama doang, nggak ikut ngerjain? Itulah yang disebut social loafing. Nah, pertanyaannya, kenapa, sih, ada orang yang melakukanya? Apakah penjelasan psikologis di dalamnya? Mari bahas bersama-sama di artikel ini!
Faktor Penyebab dan Akibat
Mungkin kalau dideskripsikan secara singkat, pelaku social loafing ini terkesan seperti orang yang malas-malasan. Mereka enggan bekerjasama dalam kelompok karena banyak faktor. Ada yang melakukannya karena nggak merasa nyaman dalam kelompok tertentu. Ada pula yang memang kurang motivasi buat bekerja. Macam-macam alasan menjadikannya sebagai fenomena yang unik, namun sering kita jumpai dalam setting kelompok.
Fenomena ini dipelajari dalam sebuah penelitian psikologi bernama Ringelmann’s Rope Experiment. Penelitian ini sangat sederhana. Ringelmann menyuruh partisipannya menarik sebuah tali yang diikatkan pada pemberat. Ternyata, semakin banyak orang yang menarik tali tersebut, semakin berkurang usaha yang dihasilkan oleh tiap partisipan. Nah, sama halnya dengan kerja kelompok. Orang yang melakukanya cenderung berpikir bahwa beban satu kelompoknya akan lebih ringan apabila dikerjakan oleh banyak orang, sehingga dia jadi enggan berkontribusi dalam kelompok tersebut.
Hm, tapi kalau dipikir-pikir, yang model begini tuh nggak baik, bukan?
Tentu aja, jawabannya nggak baik ya! Karena sangat menghambat pekerjaan untuk selesai dengan efektif dan bisa memberikan dampak negatif juga dari sisi psikologis. Dalam sebuah studi mengenai kinerja kelompok (Pandeirot, 2017), perilaku social loafing akan berkorelasi negatif bila dikaitkan dengan produktivitas kelompok.
Loafing vs Inhibition: Lebih Merugi Mana?
Suatu kelompok kerja, apalagi dalam perusahaan tertentu, pastinya sangat membutuhkan peran semua anggota kelompoknya guna mencapai tujuan. Namun nggak menutup kemungkinan juga ketika dalam kelompok, kita merasa bahwa potensi kita adakalanya jadi terhambat karena anggota kelompok yang lain. Situasi ini disebut dalam psikologi sosial sebagai social inhibition.
Namun, belum tentu individu yang mengalami social inhibition ini melakukan social loafing, lho! Karena, perilaku ini juga berkaitan dengan motivasi kerja individu tersebut (Griffith, 1989). Sekalipun dua-duanya berperan sebagai penghambat produktivitas kelompok, orang yang mengalami social inhibition belum tentu memiliki motivasi yang rendah, tidak seperti mereka yang melakukan social loafing.
Nah, sudah bisa ditebak, kan, mana yang lebih bikin rugi kelompok kamu?
Cara Mengatasinya
Menurut Robbins (2018), suatu kelompok yang kompak ditentukan dari:
- Besarnya kelompok.
- Kesamaan tujuan.
- Lama anggota saling mengenal.
- Kesulitan yang dihadapi bersama.
- Persaingan yang dihadapi dari luar grup.
- Reward yang didapat saat bersama dalam suatu kelompok.
- Lingkungan di luar kelompok.
Lalu, bagaimana dengan orang yang melakukan social loafing? Jelas bahwa mereka mungkin mengetahui tujuan dan nama semua anggota kelompok. Namun, mereka tidak memberikan seluruh kemampuannya. Ada alasan personal yang tidak bisa kita jangkau dari keengganan mereka berpartisipasi dalam kelompok. Maka dari itu, Linabary (2021) menjelaskan bahwa kita mesti menempuh pendekatan personal untuk mengatasi munculnya social loafing dalam kelompok sebagai berikut:
Konfrontasi Langsung dengan Si Pelaku
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, pelaku pasti punya alasan sendiri kenapa dia melakukan tindakan itu terhadap kelompoknya. Namun, hal ini nggak bisa dibiarkan begitu saja. Apabila kamu bertindak sebagai supervisor kelompok, kamu harus mengajak si pelaku ngobrol empat mata mengenai pendapatnya serta apa yang sedang dia hadapi dalam kelompok.
Buat Diskusi dalam Kelompok
Kalau si pelaku nggak mau berubah juga, baiknya kita mengadakan diskusi dengan kelompok tersebut. Diskusi ini bisa membantu kita menentukan sikap yang tepat untuk diaplikasikan kepada si pelaku.
Berikan Supervisi
Orang-orang yang enggan berkontribusi dalam kelompok bisa jadi kurang berminat karena belum memahami apa perannya dalam kelompok tersebut. Maka dari itu, sebagai supervisor kelompok, ada baiknya kamu memberi supervisi langsung kepada mereka agar mereka bisa memahami apa yang bisa dikontribusikan kepada kelompok.
Pengasingan Social Loafing dari Kelompok
Kalau memang si pelaku keterlaluan dan sikapnya sampai merugikan banyak orang, tindakan pengasingan dari kelompok adalah cara yang terpaksa perlu dilakukan. Hal ini berfungsi untuk menimbulkan efek jera bagi si pelaku.
Susun Kembali Tugas dan Tanggung Jawab
Kelompok yang kurang produktif gara-gara social loafing pada akhirnya harus berubah, karena mereka harus bisa mengembalikan fungsi kelompok tersebut sebagaimana mestinya. Kita tentunya nggak mau hal ini terjadi lagi karena ada anggota yang nggak paham soal tanggung jawabnya, jadi ada baiknya kita memahamkan kembali setiap tugas dan tanggung jawab mereka.
Kalau disimpulkan, kualitas komunikasi antar anggota memang penting untuk menghindari social loafing. Jika kamu memang tidak paham mengenai tugas dan tanggung jawab kelompok, lebih baik kamu berdiskusi dengan anggota kelompok lainnya untuk lebih jelasnya supaya tidak menghambat kinerja.
Jika kamu punya masalah personal yang bisa berdampak bagi kinerja kelompok, ada baiknya kamu juga menyelesaikannya supaya tidak mengganggu efektivitas kelompok. Daripada dipendam, yuk, konseling bareng Riliv aja! Dijamin kamu bakal dapat solusi dari ahlinya!
Referensi:
Griffith, T., Fichman, M., Moreland, R. (1989). Social Loafing and Social Facilitation: An Empirical Test of the Cognitive-Motivational Model of Performance. Basic and Applied Social Psychology, 10, 253-271. 10.1207/s15324834basp1003_4.
Pandeirot, L., & Aseng, A. (2017). Social Loafing and Group Performance: A Literature Review.
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2018). Essentials of Organizational Behavior. 14th Ed. London: Pearson Education, Inc.