Perceraian – Sampai saat ini, pernikahan masih menjadi hal yang populer dilakukan oleh manusia di dunia dan khususnya di Indonesia. penelitian mengungkapkan bahwa 49,7% orang Amerika menikah, sedangkan di Indonesia, Badan Pusat Statistik di tahun 2019 merilis data bahwa 67,81% orang Indonesia pernah menikah.
Para peneliti pernikahan dan keluarga, pada tahun 2011 mendefinisikan pernikahan adalah komitmen secara emosional dan hukum dari dua orang untuk berbagi keintiman emosional dan fisik, berbagai jenis tugas, dan berbagi sumber-sumber ekonomi. Prosesi pernikahan seringkali menjadi sebuah prosesi yang ditunggu-tunggu dan menggembirakan banyak pihak sehingga tidak jarang dirayakan dengan meriah. Selain itu, dalam sebuah pernikahan selalu mengharapkan kebahagiaan yang bisa bertahan selamanya sampai maut memisahkan. Pada kenyataanya, pernikahan seringkali berjalan tidak sesuai dengan harapan awal.
Pernikahan seringkali dipenuhi dengan konflik antara suami istri, kekerasan dalam rumah tangga, penyalahgunaan alcohol dan narkotika yang berdampak pada relasi pernikahan sampai dengan perceraian. Tahun 2012, National Marriage Project merilis data bahwa 40-50 % warga Amerika pernah bercerai atau gagal dalam pernikahannya. Di Indonesia , Badan Pusat Statistik merilis data bahwa di tahun 2015 saja terdapat 347.256 pasangan yang bercerai. Tentu saja ada dampak yang kompleks dari perceraian baik itu bagi orang dewasa yang bercerai, maupun bagi anak-anak dari orang dewasa yang bercerai.
Dampak perceraian bagi orang dewasa
Seringkali orang beranggapan bahwa bercerai merupakan jalan untuk mengakhiri stress atau ketidakbahagiaan dari pasangan yang memiliki relasi pernikahan buruk, tetapi penelitian pada tahun 2007 mengungkapan sebaliknya, bahwa perceraian bukanlah akhir dari ketidakbahagiaan ataupun stress yang disebabkan oleh relasi pernikahan yang tidak berhasil. Berikut adalah dampak perceraian bagi orang dewasa yang diungkapkan oleh penelitian pada tahun 2007 yang tentu saja berdampak pada kesehatan mental seseorang :
- Memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap anak sebagai orang tua tunggal ketika mendapatkan hak asuh anak
- Kurangnya relasi dengan anak ketika harus berpisah dengan anak karena tidak mendapatkan hak asuh anak
- Kesulitan dalam penyesuaian diri terkait dengan berkurangnya penghasilan
- Menurunya dukungan sosial
- Dan tidak menutup kemungkinan untuk tetap berkonflik dengan mantan pasangan terkait dengan pengasuhan anak.
Dampak perceraian terhadap anak
Selain dampak pada orang tua, perceraian juga memiliki dampak terhadap anak yang orang tuanya bercerai. Di Amerika, penelitian pada tahun 2007 mengungkapkan bahwa terdapat 40% anak yang orang tuanya bercerai sebelum mereka mencapai dewasa. penelitian pada tahun 2004, berdasarkan penelitian jangka panjang mengungkapkan dampak perceraian terhadap anak adalah sebagai berikut :
- Anak dari orang tua yang bercerai memiliki tingkat permasalahan emosi dan sosial yang lebih tinggi dibandingkan anak dari keluarga yang tidak bercerai
- 5 tahun setelah perceraian terjadi, sepertiga anak-anak masih memiliki tanda-tanda depresi
- 10 tahun setelah perceraian terjadi, beberapa remaja memiliki permasalahan terhadap prestasi, pencapaian dan stabilitas emosi
- 15 tahun kemudian, sebagian anak korban dari perceraian memiliki permasalahan dengan menjalin relasi romantic dengan orang lain
Faktor penyebab perceraian
Penelitian pada tahun 2011, mengungkapkan secara garis besar penyebab perceraian pada sebuah pernikahan, yaitu :
- Banyak orang menikah dengan ekspektasi yang tidak realistis sehingga menimbulkan kekecewaan dalam pernikahan
- Banyak yang menikah dengan orang yang salah dengan alasan yang salah pula. Hal ini seperti menikah karena paksaan, ataupun terbuai dengan perasaan tanpa melihat kenyataan yang akan terjadi kedepan.
- Pernikahan merupakan relasi yang menantang, walaupun seseorang sudah memilih pasanganya dengan hati-hati
- Terlalu sedikit waktu yang diinvestasikan untuk mengembangkan kemampuan berelasi yang bertujuan untuk menjaga dan menciptkan pernikahan yang kuat.
Karena itu, harus disadari bahwa relasi pernikahan tidak bisa dibiarkan mengalir apa adanya. Perlu strategi, waktu, kemauan, komitmen dan kerelaan dari suami, maupun istri untuk memperkuat relasi pernikahannya. Beberapa aspek yang bisa disentuh seperti komunikasi, resolusi konflik, pengelolaan finansial, ekspektasi seksual, peran dalam berelasi dan masih banyak lainya. Kesadaran suami dan istri bahwa pernikahan mereka harus diupayakan adalah modal yang sangat kuat. Jika kamu membutuhkan bantuan profesional, kamu bisa memanfaatkan aplikasi curhat online Riliv untuk melakukan konseling online. Air dan minyak tidak akan bisa dipersatukan, tetapi air dan minyak bisa mengalir bersama dan saling mendukung untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan yaitu kebahagiaan.
Disadur dari :
- Amato, P. (2007). Divorce and the well-being of adults and children. Family Focus, 52, F3–F4, F18.
- Badan Pusat Statistik (2015). Nikah, talak, cerai 2012-2015. Web site : https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/893
- Badan Pusat Statistik (2019). Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas menurut Provinsi, Jenis Kelamin, dan Status Perkawinan, 2009-2018. Web site : https://www.bps.go.id/statictable/2012/04/19/1602/persentase-penduduk-berumur-10-tahun-ke-atas-menurut-provinsi-jenis-kelamin-dan-status-perkawinan-2009-2018.html
- National Marriage Project (2012). The state of our unions: Marriage in America 2012. Web site : http://www.nationalmarriageproject.org
- Olson, D. H., DeFrain, J., & Skogrand, L. (2011). Marriages and Families Intimacy, Diversity, and Strengths. New York: McGraw-Hill.
- Roberts, S. (2006, October 15). To be married means to be outnumbered in America. The New York Times, p. A22.
- Wallerstein, J. S., & Lewis, J. M. (2004). The unexpected legacy of divorce: Report of a 25-year study. Psychoanalytic Psychology, 21(3), 353–370.
Ditulis oleh Ersa Lanang Sanjaya S.Psi., M.Si
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Ciputra
Konten ini merupakan kerjasama Riliv dengan Fakultas Psikologi Universitas Ciputra.
Baca juga:
Parents, Cari Tahu 5 Bahaya Gadget Pada Anak!