Pikiran Negatif – Setiap orang pasti pernah mengalami hal buruk dalam hidupnya. Tapi, pernah nggak kamu bertanya mengapa hal buruk atau emosi negatif lebih mudah diingat daripada yang baik? Daripada penasaran, yuk langsung simak penjelasannya!
Hal Buruk Cenderung Mudah Diingat
Perlu diketahui, pikiran negatif bukan berarti overthinking aja, lho! Menurut Verywell Mind ada beberapa jenis lainnya seperti:
- Berasumsi hal terburuk yang akan terjadi.
- Menerapkan apa yang terjadi dalam satu pengalaman ke semua pengalaman masa depan.
- Melabeli diri sendiri tentang hal-hal negatif.
- Pesimis.
Saat kamu sering memikirkan hal kecil dan membayangkannya menjadi hal yang besar sampai mengganggu diri sendiri selama berhari-hari, berminggu-minggu, atau bahkan lebih lama, itu tandanya kamu sudah memiliki pikiran negatif.
Menurut WebMD, kita lebih mudah dan rinci mengingat kenangan buruk daripada yang baik. Hal ini bisa terjadi karena otak kita punya jaringan khusus yang berkaitan dengan memori.
Karena itu untuk penanganan posttraumatic stress disorder (PTSD) atau gangguan stres pasca trauma, program terapi yang mungkin kamu temui akan banyak berkaitan dan diambil dari cara kerja memori otak sebagai referensi. Hal ini juga sudah dibuktikan oleh Elizabetth Kensinger dan rekannya, dalam jurnalnya di Association for Psychological Science, yang menjelaskan bahwa suatu peristiwa yang nggak menyenangkan ternyata bisa diingat secara lebih rinci daripada peristiwa positif, lho!
Hal ini terjadi karena berdasarkan penelitiannya menggunakan Resonansi Magnetik Fungsional (fMRI), sistem kerja memori yang direkam lewat menunjukkan adanya peningkatakn aktivitas seluler yang cukup tajam pada keterlibatan emosi negatif yang dialami seseorang. Lebih tepatnya saat seseorang diberikan stimulus tentang ingatan buruk, korteks arbitofrontal dan amigdala yang menjadi pusat penyimpanan memori yang berkaitan dengan aspek emosional akan bekerja lebih aktif.
Kenapa gitu, ya? Ternyata, menurut para peneliti aktivitas ini terjadi sebagai taktik evolusioner manusia untuk melindungi diri dari peristiwa yang mengancam jiwa di masa depan. Jadi bertahannya memori dalam otak berkaitan dengan emosi, seperti halnya keterangan Kensinger mengenai sirkuti otak.
“Peristiwa positif atau negatif, di sebagian besar waktu –jika tidak sepanjang waktu- peristiwa negatif cenderung diingat dengan cara lebih akurat daripada peristiwa positif. Sebaliknya, mengalami peristiwa positif justru kurang efektif untuk merekam detil tertentu. Jadi, Anda akan mengingat hal baik dengan cara yang sama baiknya,”
“..ketika sirkuit emosional di otak menyala, tingkat pemrosesan pada jaringan memori tipikal akan bekerja lebih efisien dalam membangun aspek-aspek yang relevan dengan emosi yang kita alami,”Elizabetth Kensinger, dalam LiveScience, Jumat, 19 Februari.
Detil yang diingat secara akurat menyebabkan reaksi emosional negatif. Misalnya, ketika mengalami peristiwa kemalingan dan maling menodongkan senjata tajam, seseorang akan lebih mengingat jenis senjata yang dipakai, tinggi badan maling dan gerak-gerik yang menimbulkan ketakutan.
Tetapi, ada yang terlewat dari ingatan. Ketika mengingat detil-detil kecil, seseorang mungkin akan lupa hal yang bersifat periferal, misalnya hal-hal di sekitar, jalanan, dan suasana lingkungan.
Dampak Berpikir Negatif
Berdasarkan keterangan di atas, bisa disimpulkan trauma dan pengalaman buruk sebenarnya akan selalu terekam sepanjang kita hidup sebagai salah satu evolusioner pertahanan hidup. Itu artinya, dibutuhkan cara-cara untuk bernegosiasi dengan pengalaman buruk itu supaya nggak memengaruhi segala aspek dan kualitas hidup kita juga, ya!. Dalam Healthy Place, berpikir negatif bisa menjadi tanda kesehatan mental yang buruk. Bahkan punya dampak yang mengganggu dan bisa jadi gejala kecemasan umum (GAD), atau kondisi kesehatan mental lainnya. Bagaimanapun, hal ini bisa berdampak sama kehidupan kamu. Jadi yang terbaik adalah memahami seluruh penyebabnya dulu mulai dari takut sama masa depan sampai teringat kesalahan masa lalu.
- Takut sama Masa Depan: Mungkin kamu pernah merasa takut sama hal yang terjadi di masa depan. Berpikir bahwa akan ada ‘bencana’ yang terjadi. Tapi, bagaimanapun memikirkan masa depan secara berlebihan itu buang-buang energi. Memang kita sebaiknya punya target dan rencana, tapi perlu diingat juga kalau kamu nggak bisa mengendalikannya.
- Kecemasan Masa Kini: Hal ini lebih bisa dimengerti, misalnya kamu khawatir tentang apa yang orang pikirkan tentangmu yang akhirnya selalu membuat skenario terburuk ‘bahwa nggak ada seorangpun yang menyukaimu’. Sekali lagi, hal ini muncul dari rasa takut kehilangan kendali.
- Malu sama Masa Lalu: Pernah nggak, kamu lagi enak-enaknya menonton film kesukaan atau menikmati pemandangan di jalan teru tiba-tiba teringat sama kesalahanmu di masa lalu? Pikiran ini bisa membuatmu malu tapi orang seperti ini cenderung memikirkan kesalahan dan kegagalan masa lalu lebih dari yang lain.
“Terus, Bagaimana Cara Mengatasinya?”
Pada akhirnya kamu pasti bertanya tentang hal ini. Tenang aja nggak perlu bingung karena menurut Psych Central, ada empat cara yang bisa dilakukan yaitu:
1. Berhenti Berpikir untuk Sejenak
Saat kamu punya pikiran negatif, coba diam sebentar ingat bahwa ini bukan pikiran sesungguhnya. Setelah itu mulailah berpikir secara rasional tanpa melibatkan pemikiran tadi sedikitpun. Dengan memisahkannya secara halus, kamu bisa dapat perspektif tentang peran yang mereka mainkan dalam hidupmu.
2. Mengakui Keberadaan Pikiran Negatif
Pikiran ini seperti hewan peliharaan yang nggak terlatih. Jadi akan terus mengganggu sampai kamu memberi perhatian. Saat kamu menyadari kehadiran pikiran ini, coba dengarkan apa yang dia katakan. Tenangkan diri, tarik napas dalam-dalam, dan bertanya, “Pikiran negatif, mengapa kamu ada di sini?” Bukan nggak mungkin cara ini bisa membuatmu buat dapat jawaban yang sebelumnya nggak kamu sadari karena ingin menghindarinya. Setelah tahu penyebabnya, kamu jadi lebih mudah menghilangkannya.
3. Menerima Segala Perasaan
Seringkali hal ini adalah undangan buat mengeksplorasi emosi yang terpendam, seperti kesedihan, ketakutan, atau kemarahan. Jadi, jangan menolak perasaan tersebut dan terima dengan lapang dada. Mungkin kami mengalami kesedihan sebagai sesak di dada, kecemasan berbentuk sakit di ulu hati, atau kemarahan yang bikin lengan dan kaki gemetar. Terima semua perasaan itu dan tarik napas dalam-dalam sambil membayangkan kamu mengirimkan napas tersebut ke area yang “sakit”. Selain menenangkan hormon stres, seperti kortisol dan adrenalin, bernapas dalam-dalam yang melibatkan sistem saraf parasimpatis juga membuatmu dapat berpikir lebih jernih tentang apa yang mengganggu dan menemukan solusi.
4. Berterima Kasih pada Pikiran Itu
Sebenarnya, pikiran ini ada sebagai pelindungmu. Pikiran ini mengingatkanmu ketika ada sesuatu yang nggak beres. Kalau dia nggak ada, kamu mungkin nggak akan tahu kapan ada sesuatu yang salah. Jadi bisa dibilang, pikiran negatif sebenarnya adalah berkah. Daripada mencoba menyingkirkannya, kamu harus menerima bahwa itu adalah bagian yang menyebalkan tapi nggak bisa terpisahkan darimu. Dengan berterima kasih dan menerimanya, seiring waktu kamu lebih bisa mengendalikannya.
Dalam prakteknya, buat melakukan keempat hal tadi kamu bisa coba menulis surat, bicara sama orang lain ( teman/keluarga/pasangan), menggerakan tubuh, meditasi dan konsultasi sama psikolog.