Siapa yang tidak kenal Ria Ricis? Bagi kalian yang sering menonton youtube, namanya pasti sudah tidak asing lagi. Ya, Ria Ricis adalah seorang youtuber dan content creator yang sukses. Dalam beberapa waktu terakhir, dunia maya dihebohkan dengan sebuah pengakuan di salah satu videonya yang berjudul saya pamit untuk kembali. Dalam video itu Ricis mengatakan bahwa Ia merasa sedih dan sempat terpikir untuk melakukan bunuh diri. Ricis mengaku, bahwa yang sangat membuatnya sedih dan depresi adalah komentar-komentar negatif dari netizen terhadap video sebelumnya.
istilah online disinhibition effect
mungkin sedikit asing di telinga kalian. Lalu kalau ungkapan “Netizen maha benar”?
Wah kalo yang ini pasti udah pernah denger kan ya. Ungkapan itu bisa saja benar. Karena berdasarkan teori online disinhibition effect, ketika berada di media sosial, seseorang akan cenderung mudah untuk bertingkah laku ataupun menyampaikan pendapatnya. Sayangnya, tidak sedikit ditemukan ungkapan – ungkapan negatif yang disampaikan melalui online. Seseorang tidak akan tahu, dan dampak seperti apa yang dialami oleh mereka yang menerima ungkapan negatif tersebut.
Nah. Teori online disinhibition effect ini adalah teori yang menyatakan bahwa ketika online, beberapa orang akan mengungkapkan diri atau bertindak lebih sering dan lebih intens daripada saat ada di dunia nyata.
Terdapat beberapa faktor dalam teori ini yaitu dissociative anonymity, invisibility, asynchronicity, solipsistic introjection, dissociative imagination, dan minimization of authority.
Untuk lebih jelasnya Riliv menghadirkan penjelasannya di bawah ini!
-
Dissociative Anonymity, faktor utama Online Disinhibition Effect yang menyebabkan Ricis bunuh diri
Anonimitas merupakan salah satu faktor utama dari online disinhibition effect ini. Ketika online, kita mungkin bisa tahu alamat email atau nama user. Tapi apakah nama user yang digunakan sesuai dengan nama aslinya?
User yang mengerti teknologi mungkin dapat mendeteksi alamat IP komputer, tetapi sebagian besar orang hanya tahu apa yang dikatakan seseorang kepada mereka. Bahkan jika diinginkan, seseorang dapat menyembunyikan sebagian/seluruh identitas mereka ataupun dapat mengubah identitasnya.
-
Invisibility
Saat seseorang online atau berada dalam dunia maya, Ia tidak dapat saling melihat satu dengan yang lainnya. Kamu hanya akan berhadapan dengan akun – akun dari setiap orang. Invisibilitas ini memberi orang keberanian untuk pergi ke suatu tempat (web, akun instagram, twitter dll) dan melakukan hal-hal yang sebaliknya tidak mereka lakukan.
Dalam dunia online, seseorang tidak perlu khawatir tentang bagaimana mereka terlihat atau terdengar ketika mereka mengetik pesan. Mereka juga tidak khawatir tentang bagaimana penampilan atau suara orang lain dalam menanggapi apa yang mereka tuliskan.
-
Asynchronicity
Terdapat jarak waktu untuk berinteraksi. Orang lain mungkin membutuhkan beberapa menit, jam, hari, atau bahkan berbulan-bulan untuk membalas pesan kita.
-
Solipsistic Introjection
Terdapat psikologis orang lain yang ter-asimilasi dalam pikiran. Orang-orang mungkin merasa bahwa pikiran mereka telah bergabung dengan pikiran orang lain. Solipsistic Introjection ini terjadi saat apa yang dikatakan orang lain seolah menjadi bagian kalimat yang juga keluar dari pikirannya. Hal tersebut kemudian menciptakan penyatuan terhadap proses berpikir, hasrat, dan emosi orang lain ke dalam dirinya sendiri.
Pesan dari orang lain mungkin dianggap sebagai suatu suara yang ada di dalam kepala seseorang, seolah-olah kehadiran dan pengaruh psikologis orang itu telah diasimilasi atau dimasukkan ke dalam jiwa.
-
Dissociative Imagination
Yaitu penerapan karakter imajinasi dalam dunia maya. Sadar atau tidak sadar, seseorang mungkin merasa bahwa karakter imajinasi yang mereka “ciptakan” ada di ruang yang berbeda, dan bahwa karakter seseorang tersebut bersama dengan karakter orang lainnya hidup (berada) dalam dunia yang semu, dan terpisah dari tuntutan dan tanggung jawab dunia nyata.
-
Minimization of Authority
Yaitu hilangnya status sosial pada dunia maya. Dalam dunia nyata, status sosial bisa terlihat melalui jabatan sosial, pakaian, gestur tubuh, dan lingkungan sosial. Namun hal ini tidak bisa dilihat di dunia maya sehingga nyaris menghapuskan keberadaan status dan otoritas seseorang. Didalam dunia online, sebagian besar orang merasa bahwa tidak ada figur otoritas di dunia online dan menganggap semua orang sama.
Oke Dear. Segitu dulu penjelasan tentang online disinhibition effect, sebuah teori yang menjelaskan tentang perilaku manusia dalam ber-online ria.
Bukan hanya mulutmu adalah harimaumu. Tapi saat ini, jari-jari juga bisa menjadi harimaumu. Mari kita bersikap bijak dalam perkataan atau tulisan. Kita nggak pernah tau, akibat apa yang ditimbulkan karena tulisan kita. Jangan ada ricis bunuh diri lainnya!
Have a Nice Day!
Disadur dari:
- Suler, J. (2004). The Online Disinhibition Effect. Cyber Psychology & Behavior 7 (3), 321 – 326.
Written by Syarifah Muadzah, Mahasiswa Akhir Fakultas Psikologi Airlangga