Ditulis oleh Goldan Kharisma Ananto, diedit oleh Neraca Cinta D, M.Psi., Psikolog
Self-efficacy – Bayangin kamu lagi kepikiran buat melamar kerja ke perusahaan yang kamu impikan, terus tiba-tiba mengurungkan niatmu karena nggak pede. Ketika ditanya alasannya kenapa nggak pede, kamu bilang bahwa sepertinya kamu nggak sejago kandidat lainnya. Padahal, kamu sama sekali belum memasukkan berkas untuk mendaftar. Hanya karena merasa rendah diri itulah kamu nggak meneruskan langkah untuk menggapai mimpimu.
Tahukah kamu, ketika kamu relate pada skenario di atas, ada kemungkinan kamu kurang memiliki self-efficacy?
Apaan tuh self-efficacy? Mengapa kita perlu memilikinya? Kita bahas satu per satu, yuk!
Pengertian dan Alasan Pentingnya Self-efficacy
Teori self-efficacy dicetuskan pertama kalinya oleh tokoh psikolog Albert Bandura. Self-efficacy mengacu kepada kepercayaan individu terhadap dirinya sendiri, termasuk apa yang bisa dilakukannya untuk meningkatkan kinerja. Dalam dunia kerja, self-efficacy yang dimiliki karyawan dapat mendukung pola interaksinya dengan karyawan lain, sehingga komunikasi dan penyebaran ilmu pengetahuan (knowledge sharing) dalam perusahaan bisa berjalan dengan baik.
Maka dari itu, jelas banget, dong, bahwa orang yang percaya diri (confident) pasti memiliki self-efficacy yang tinggi. Soalnya, dia memahami secara penuh tentang motivasi dirinya, kebutuhannya atas tindakan, dan kondisi lingkungan yang mempengaruhinya dalam melakukan tugas.
Sebaliknya, individu yang kurang memiliki self-efficacy akan cenderung memandang rendah dirinya karena tidak percaya dengan kemampuannya. Ia juga tidak mampu menentukan langkah yang efektif dalam menyelesaikan suatu masalah atau memiliki kontrol atas keputusan-keputusan dalam hidupnya. Coba kita sambungkan sedikit dengan contoh kasus di atas tadi. Kekurangan self-efficacy ditunjukkan oleh pengurungan niatmu mendaftar seleksi masuk perusahaan impian karena nggak pede dengan kemampuan sendiri.
Di samping itu, ada sebuah fakta dari penelitian kualitatif tahun 2021. Self-efficacy tidak hanya memotivasi seseorang untuk melakukan sesuatu dan meningkatkan kepercayaan diri, namun juga menanamkan pemikiran yang positif dan apresiasi diri terkait usaha yang mereka lakukan. Penelitian tersebut melibatkan 11 partisipan yang diwawancarai setelah melakukan program multidisciplinary vocational rehabilitation untuk karyawan yang mengalami obesitas, sehingga mempengaruhi produktivitas kerjanya. Hasilnya, partisipan melaporkan perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat karena merasa didukung oleh pihak yang menyelenggarakan program.
5 Hal yang Mempengaruhi Self-efficacy
Setiap orang pasti ingin menjalankan pekerjaan dengan efektif dan bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik, bukan? Namun, hal-hal tersebut takkan terlaksana bila kita tak punya keyakinan terhadap diri sendiri. Untuk itu, mari kenali dulu 5 komponen yang bisa mempengaruhi self-efficacy seseorang!
1. Mastery Experiences
Seseorang yang punya pengetahuan dan keahlian lebih di bidang pekerjaan tertentu pasti akan merasa lebih percaya diri dengan kemampuannya. Maka dari itu, jika kamu ingin meningkatkan self-efficacy, hal pertama yang wajib kamu tingkatkan adalah keahlian dan pengetahuan. Misalnya, dalam kasus mendaftar seleksi tadi, kamu bisa mengikuti bootcamp atau pelatihan khusus terkait posisi yang jadi incaranmu.
2. Vicarious Experiences
Belajar dan meningkatkan keahlian tidak lengkap apabila kamu hanya memahami teorinya saja. Kamu harus memiliki figur yang bisa menjadi role model. Dengan demikian, kamu tidak hanya menguasai bidang keahlian tersebut, namun juga memiliki motivasi yang tinggi untuk terus mengembangkan diri.
3. Social Persuasion
Memiliki social support adalah kunci untuk meningkatkan self-efficacy. Kenapa demikian? Karena orang yang merasa didukung untuk melakukan pekerjaan tertentu, entah oleh teman, kolega, atau atasan, akan menyadari bahwa dirinya berharga. Kamu juga akan merasa bahwa usaha yang kamu lakukan selama ini tidaklah sia-sia.
4. Emotional and Physiological State
Jika seseorang sudah memiliki keahlian, banyak social support, dan punya role model, namun tidak memiliki kendali emosi yang baik, maka ia akan membiarkan emosinya menguasai dirinya, lalu malah kembali ke titik nol. Sama halnya dengan orang yang punya keterbatasan fisik, misalnya punya penyakit tertentu, biasanya mereka akan memiliki self-efficacy yang rendah karena merasa tidak capable seperti orang lain. Maka dari itu, buat kamu yang merasa punya kekurangan dalam bentuk apa pun, jangan pernah jadikan kekuranganmu sebagai alasan bahwa kamu nggak bisa melakukan apapun. Semua orang punya kelebihannya masing-masing di bidang tertentu.
5. Imaginal Experiences
Komponen kelima yang mempengaruhi self-efficacy ini pertama kali dicetuskan oleh James Maddux, melengkapi keempat komponen sebelumnya. Untuk komponen kelima ini, Maddux mengatakan bahwa setiap orang yang percaya diri biasanya punya belief yang tinggi terhadap kemampuannya, sehingga ia bisa memvisualisasikan dirinya mengerjakan sesuatu dengan baik.
Menghadapi Tantangan dengan Keyakinan Diri
Di tengah ketidakpastian hidup, kita akan menemukan banyak hal yang tidak sesuai dengan kehendak kita. Jadi, memiliki self-efficacy yang tinggi akan membantu kita untuk mengatasi stres yang disebabkan oleh tekanan dari ketidakpastian hidup. Hal ini dibuktikan dalam riset tahun 2021, bahwa mahasiswa yang memiliki skor yang tinggi dalam keyakinan terhadap diri, optimisme, dan resiliensi memiliki academic performance yang lebih tinggi daripada yang skornya rendah. Jadi, buat kamu yang membaca ini dan sedang berjuang dalam perkuliahan, jangan pernah patah semangat, ya! Mungkin saat ini keadaanmu sedang di bawah, namun asalkan kita mau berusaha dan percaya terhadap diri sendiri, kita pasti mampu mengatasi masalah yang ada.
Apabila kamu membutuhkan bantuan dari profesional dalam meningkatkan self-efficacy, ada baiknya kamu menuruti kata hatimu. Psikolog akan bersedia membantu kamu melakukan reframing (pembingkaian ulang) terhadap situasi yang kamu alami, sehingga kamu menjadi pribadi yang lebih percaya diri, resilien, dan mampu menghadapi tantangan. Tak perlu cemas lagi, karena Riliv punya fitur konseling dengan psikolog yang bisa kamu akses kapan saja kamu membutuhkannya. Kamu juga bisa belajar meningkatkan self-efficacy dengan layanan self-care Riliv yang lengkap, mulai dari meditasi Mindful, Musik Lelap, hingga Riliv Journal, lho!
Referensi:
- Linge, A. D., Bjørkly, S. K., Jensen, C., & Hasle, B. (2021). Bandura’s Self-Efficacy Model Used to Explore Participants’ Experiences of Health, Lifestyle, and Work After Attending a Vocational Rehabilitation Program with Lifestyle Intervention – A Focus Group Study. Journal of multidisciplinary healthcare, 14, 3533–3548. https://doi.org/10.2147/JMDH.S334620
- Maddux, J. E., & Kleiman, E. M. (2021). Self-efficacy: The power of believing you can. In C. R. Snyder, S. J. Lopez, L. M. Edwards, & S. C. Marques (Eds.), The Oxford handbook of positive psychology (pp. 443–452). Oxford University Press.
- Wang, W., Kang, S. W., & Choi, S. B. (2021). Effects of Employee Well-Being and Self-Efficacy on the Relationship between Coaching Leadership and Knowledge Sharing Intention: A Study of UK and US Employees. International journal of environmental research and public health, 18(20), 10638. https://doi.org/10.3390/ijerph182010638