“Kok kamu gitu sih? Kesannya kayak aku gimana gitu…”
“Ya elah, gitu aja baper! Hahaha”
Mungkin sesekali—atau malah juga seringkali—kamu mengeluarkan kalimat “Gitu aja baper!” kepada temanmu yang menyatakan ketidaksukaannya atas sesuatu.
Atau mungkin itu juga cara kamu merespons teman yang sedang menceritakan permasalahannya, yang kamu anggap sepele. Padahal, sepele bagimu, belum tentu baginya.
Sebagaimana istilah “baper” yang baru muncul belakangan, kalimat itu juga muncul sebagai respons. Yang kurang lebih artinya mirip dengan “Jangan serius-serius amat kenapa sih?” atau “Bercanda kali ah, gitu aja marah”.
Tapi mungkin, kita belum menyadari bahwa kalimat “Gitu aja baper” ini memberikan efek negatif bagi orang lain. Atas pertimbangan-pertimbangan ini, kita harus mulai berhenti bilang “Gitu aja baper” ke orang-orang.
1. Kalimat “gitu aja baper” terkesan mengecilkan masalah. Membuat orang yang mengalaminya merasa permasalahannya tak berharga
mengecilkan masalah via www.thedailyworld.com
Sebagai orang yang mengucapkan, mungkin kalimat itu nggak berarti apa-apa bagi kita. Tapi, bagi orang yang menerima komentar seperti itu tentu berbeda. Seolah-olah perasaannya dikoreksi habis-habisan, dan dia dianggap terlalu lebay dan membesar-besarkan hal.
Masalah yang sebenarnya memang besar, jadi seolah tak berarti urgensinya karena diberi komentar “gitu aja baper!”.
Misalnya, seorang artis yang tersinggung dengan komentar warganet dibilang “baperan banget jadi artis!”, padahal bisa jadi komentar itu memang mengandung unsur bullying yang menyakitkan, tapi dianggap sepele hanya karena meresponsnya dianggap baperan.
2. Apa yang remeh buatmu belum tentu remeh buat orang lain. Apa salahnya baper karena suatu hal kalau memang itu menyakitkan?
Ya mungkin benar bahwa hal itu sepele, terutama bagimu. Mungkin benar bahwa jika kamu yang mengalaminya, kamu nggak akan begitu meresponsnya.
Tapi, bukankah toleransi masalah setiap orang memang berbeda-beda? Apa yang remeh bagimu bisa jadi sebuah persoalan besar bagi orang lain. Lalu, apa salahnya mengungkapkan keberatan atau kesedihan bila memang itu menyakitkan?
3. Kalimat “Gitu aja baper” bisa dijadikan excuse untuk hal-hal yang sebenarnya buruk, dengan alasan “ah, cuma bercanda”
bisa-bisa nanti bersikap rasis dan bilang bercanda via www.health.harvard.edu
Akui saja, kita sering bercanda (atau memang sebenarnya nggak niat bercanda) yang pada akhirnya malah membuat orang lain tersinggung.
Respons yang nggak sesuai harapan ini kemudian membuatmu buru-buru membela diri “bercanda kok, jangan baper gitu”. Padahal, kalau memang bercandaan itu menyakitkan baginya, lantas harus bagaimana?
Kalimat “gitu aja baper” ini seolah-olah melimpahkan kesalahan kepada orang yang disakiti, karena seharusnya dia nggak merespons dengan serius apalagi sampai sakit hati.
Kalau dibiarkan, bisa-bisa nanti kita menghina dengan rasis tentang seseorang, lalu beralasan “Cuma bercanda lho, gitu aja baper banget sih?!”.
4. Selera humor setiap orang pun nggak bisa dipukul rata. Karena kita nggak bisa mengontrol penerimaan setiap orang
Pada poin ketiga di atas, kamu mungkin tetap keukeuh bahwa kamu hanya berniat bercanda. Kamu sama sekali nggak berniat menyakiti ataupun menyinggungnya. Kalaupun niatmu murni hanya bercanda, ‘kan memang selera humor setiap orang itu berbeda.
Apa yang lucu bagimu, bisa jadi biasa saja bagi orang lain. Apa yang bagimu hanya untuk meramaikan suasana, bisa jadi menyakitkan dan menyinggung orang lain. Nggak ada yang bisa dijadikan pembenaran di sini, karena kita memang nggak bisa mengontrol bagaimana orang lain menerima sesuatu.
5. Kalimat “gitu aja baper” bisa mengecilkan ruang diskusi dan kebebasan berpendapat. Karena dia yang tak sependapat dan menyatakan keberatan dianggap ‘terlalu lebay’
menutup ruang diskusi via unsplash.com
Hal ini sering terjadi, terutama di media sosial. Di era online seperti sekarang, pertukaran pendapat dan diskusi nggak lagi terbatas di ruang-ruang kelas ataupun mimbar. Tapi, berpendapat di media sosial juga membawa efek ‘seram’.
Kalau pendapatnya nggak sama dengan orang lain, kita akan diserang dengan berbagai cara. Lantas, bila kita menyanggah sebuah pendapat yang menurut kita kurang tepat, tak jarang malah sisi personal kita yang diserang.
Dianggap terlalu baperan karena mengungkapkan pendapat. Kalau begini, lama-lama orang akan takut berpendapat, bukan?
6. Berhenti berkata “Gitu aja baper” mungkin bisa membuatmu ikut mencegah kematian akibat bunuh diri lewat hal yang paling sederhana
Tanpa kita sadari, kalimat “gitu aja baper” adalah perundungan secara halus yang bisa menghancurkan mental. Kalimat itu, bisa membuat seseorang merasa tertekan karena “nggak diizinkan” untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan. Mari kita tempatkan diri kita di sini.
Ketika sedang menghadapi sebuah persoalan, lalu kita berusaha mencari bantuan dengan bercerita kepada orang lain, namun dia hanya menjawab “Gitu aja baper, nggak usah dipikirin, sih.”, tentunya itu bukan respons yang menyenangkan untuk diterima.
Mungkin itu juga yang membuat banyak orang memilih diam dan memendam permasalahan karena takut dianggap lebay dan baperan.
Hingga akhirnya, depresi menghampiri dan bunuh diri dianggap sebuah solusi. Karenanya, berhenti mengucapkan kalimat itu kepada orang lain, mungkin jadi partisipasi paling sederhana kita dalam upaya pencegahan bunuh diri.
Barangkali, masalah yang diceritakan si teman kepada kita itu terlampau sederhana, yang menurutmu, nggak perlu dipikirkan sebegitunya. Tapi ingat, bahwa yang bukan masalah bagimu, belum tentu bukan masalah bagi orang lain.
Sama halnya, kamu mungkin hanya berniat bercanda dan nggak serius dengan apa pun yang kamu lakukan atau katakan. Tapi, penerimaan setiap orang berbeda-beda. Jadi, nggak ada salahnya kan kita lebih menjaga sikap dan nggak berlindung di balik respons “gitu aja baper!”?