Menemukan teman curhat yang baik ibarat oase di padang gurun. Ketika kamu sedang penat karena berbagai tekanan dan masalah hidup, pasti yang diharapkan adalah telinga orang yang pengertian kan, Dear?
Tapi, tidak mudah menjadi teman curhat yang baik. Perlu skill mendengarkan dan kesabaran yang tinggi. Itu sebabnya, ada beberapa orang yang cocok jadi teman curhat, ada juga yang nggak terlalu cocok.
Seorang pendengar yang baik dapat meningkatkan kualitas hubungan dengan orang lain, baik secara personal maupun profesional. Pendengar yang baik umumnya juga memiliki berbagai sudut pandang yang luas dan berbeda-beda.
Sebenarnya, bagaimana sih cara menjadi pendengar yang baik, agar orang nyaman curhat dengan kita? Kali ini, Riliv telah merangkum cara-cara untuk menjadi teman curhat yang baik. Yuk simak!
1. Minimalisir gangguan
Jika kamu sedang berbicara dengan orang lain, baik secara individu maupun berkelompok, usahakan untuk meminimalisir dan menyingkirkan hal-hal yang sekiranya dapat mengganggu fokus.
Misalnya, kamu dapat men-silent, mematikan, atau mengesampingkan smartphone-mu sejenak. Mematikan gadget seperti smartphone dan laptop bisa sangat berpengaruh terhadap peningkat fokus serta perhatianmu pada lawan bicara.
Jika temanmu ingin curhat ketika kamu sedang sibuk melakukan sesuatu, mintalah temanmu untuk menunggu, atau hentikan pekerjaanmu, lalu dengarkan temanmu terlebih dulu.
Mendengarkan curhatan orang sambil sibuk melakukan hal lain bukanlah sesuatu yang mengenakkan. Selain kamu tidak bisa fokus pada apa yang diceritakan temanmu, bisa jadi temanmu juga akan tersinggung karena terkesan kamu tidak menganggap dia serius.
2. Seorang teman curhat yang baik memperhatikan gestur dan intonasi
Kata-kata adalah unsur penting dalam komunikasi untuk mengutarakan maksud seseorang. Tetapi, di samping kata-kata, ada cara lain untuk mengungkapkan maksud, yaitu gestur dan intonasi.
Ketika kamu mendengarkan temanmu, perhatikan mereka dengan seksama. Apakah lengannya tersilang di dada, apakah dahinya berkerut, apakah kakinya tidak berhenti mengetuk-ngetuk lantai? Apakah gestur yang ditunjukkan sejalan dengan kata-kata yang diungkapkan?
Jangan lupa juga perhatikan intonasi bicaranya. Apakah dia terdengar lelah, marah, sedih, atau sekedar bosan? Intonasi bicara seseorang sulit dimanipulasi, Dear. Dari situ, kamu bisa memahami dan berempati dengan perasaan temanmu.
3. Berempati, bersimpati, dan tunjukkan ketertarikanmu
Mungkin temanmu mencurhatkan tentang tumpukan pekerjaan yang membuatnya merasa stres akhir-akhir ini, padahal sebenarnya menurutmu itu masalah sejuta umat, jadi menurutmu sebenarnya itu tidak perlu dikeluhkan.
Eits, hati-hati dengan pemikiran seperti ini, karena pikiran seperti inilah yang menghalangimu menjadi pendengar yang baik. Jika kamu berpikiran demikian, alih-alih berempati dan bersimpati, kamu malah akan cenderung menyepelekan curhatan temanmu.
Coba lihat sisi baiknya. Temanmu curhat bukan karena masalah itu adalah masalah terbesar di dunia. Dia curhat kepadamu karena dia ingin melegakan perasaannya, yang mana itu sangat normal. Dia ingin dimengerti, sama seperti jika kamu curhat pada orang lain, kamu ingin dimengerti.
Kamu dapat menunjukkan empati dengan gestur kecil seperti anggukan atau kata-kata seperti, “Itu memang hal yang sulit,” atau kata-kata lain yang mengkonfirmasi perasaan teman curhatmu.
4. Teman curhat yang baik tidak memotong di tengah cerita
Kadang, mendengarkan bisa jadi aktivitas yang menjemukan. Jika curhatan temanmu panjang sekali, pasti perlu kesabaran untuk duduk diam dan mendengarkan.
Riset menunjukkan bahwa hanya 10% orang yang bisa mendengarkan secara efektif kata-kata orang lain. Memang pada dasarnya, kita sangat mudah menjadi bosan dan terganggu oleh pikiran-pikiran tentang hal lain.
Seringkali, kita pikir kita sedang mendengarkan orang lain, tetapi sebenarnya pikiran kita sedang mencari cara dan kata-kata untuk dilontarkan kembali, untuk membalas kata-kata teman kita, entah itu dalam bentuk tanggapan, saran, atau malah menceritakan pengalaman serupa kita.
Ini adalah bukti bahwa banyak orang sebenarnya mendengarkan untuk dapat membalas curhatan teman, bukan untuk memahami curhatan teman.
Pernahkah kamu curhat ke seseorang, tapi kamu merasa curhatanmu sering terputus karena orang itu sering tiba-tiba bicara? Pasti tidak mengenakkan, kan, Dear?
Sama. Jika temanmu curhat, dan kamu memotong curhatannya, itu sama tidak mengenakkannya. Jadi, lain kali, jika seseorang curhat kepadamu, dan kamu ingin mengatakan sesuatu, coba tahan dulu sampai temanmu selesai bicara.
5. Hati-hati dengan toxic positivity!
Dear, pernahkah kamu merasa sangat sedih? Misal, patah hati karena putus cinta, lalu kamu curhat pada temanmu, dan temanmu berkata, “Jangan sedih, masa gara-gara cinta aja nangis.”
Lalu kamu diam dan berusaha agar tidak sedih, seperti kata temanmu, tapi kamu tetap sedih, bahkan mungkin makin sedih. Kata-kata temanmu membuatmu merasa berat hati dan tertekan agar tidak sedih, tapi nyatanya kamu tidak berdaya melawan kesedihan.
Dear, “jangan sedih” adalah respon yang paling mudah untuk dikatakan pada curhatan kesedihan teman. Tapi hati-hati ya. Bisa jadi itu justru akan membebani temanmu dan membuatnya tidak nyaman.
“Jangan sedih” itu benar, tapi bukan berarti itu baik. Tapi, kalau diucapkan pada situasi yang salah, itu akan menjadi toxic positivity.
Toxic positivity adalah sebuah konsep yang merasa bahwa orang harus selalu merasa bahagia dan selalu berpikiran positif, karena itu adalah hal yang benar. Mulanya, ini terdengar bagus, tapi tunggu dulu, sebenarnya ini bukan hal yang baik.
Toxic positivity menolak pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang negatif atau tidak mengenakkan. Padahal, pikiran dan perasaan tak mengenakkan itu sebenarnya nyata, alami, dan normal.
Ketika kita menyangkal atau menghindari perasaan yang tidak mengenakkan, sebenarnya kita justru membuatnya semakin besar dan parah. Menghindari emosi negatif berarti kita meyakinkan diri agar tidak memperhatikan emosi itu.
Emosi negatif itu ada, tapi kita berusaha menganggapnya tidak ada. Jadi setiap kali emosi itu muncul, kita menghindarinya. Siklus ini terjadi berkali-kali, sehingga kita terjebak di dalamnya.
Alih-alih menghindari emosi negatif, sebaiknya kita memprosesnya. Kamu dapat membantu temanmu memproses emosi negatifnya. Bantu mereka mengidentifikasi perasaan negatif apa yang mereka rasakan, apa yang menyebabkan hal itu, kemudian meyakinkan bahwa sebenarnya hal-hal tidak seburuk yang dipikirkan temanmu.
Dear, mencari teman curhat yang baik itu sulit, apalagi menjadi teman curhat yang baik. Kadang, kita juga perlu curhat ke orang yang tepat. Tidak ada salahnya untuk curhat ke psikolog lho, karena psikolog tidak hanya mendengarkan, tapi juga memberi solusi jitu akan masalahmu, Dear.
Sumber:
- https://liveoldandbloom.com/02/relationships/how-to-be-a-good-listener
- https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-right-balance/201610/are-you-really-listening-or-just-waiting-talk
Ditulis oleh Fida Aifiya.