Sebagai makhluk sosial, tentu kita tidak lepas dari hubungan interpersonal dengan orang lain, salah satunya adalah hubungan pertemanan. Memiliki teman akan membuat kita merasa didukung dan dihargai. Selain itu, kita juga jadi punya seseorang untuk saling berbagi cerita. Eh, tapi ternyata, tidak menutup kemungkinan kalau hubungan pertemanan yang kita jalin akan jadi hambar atau bahkan berubah jadi toxic friendship, loh!
Apa yang dimaksud dengan toxic friendship?
Toxic friendship dapat diartikan sebagai suatu kondisi ketika hubungan pertemanan jadi tidak lagi memberikan pengaruh positif, tapi malah sebaliknya.
Bahaya dari seorang teman yang toxic adalah dia bisa saja membuat kita merasa inferior dan cemas, bahkan hingga menyalahkan diri sendiri secara terus-menerus dan meyakini kalau kita adalah seseorang yang buruk.
Bagaimana cara kita mengetahui kalau pertemanan ini mulai jadi toxic friendship?
Toxic friendship memang tidak serta-merta bisa kita lihat dengan jelas, Dear. Namun, tanda-tandanya akan mulai terlihat seiring dengan berjalannya hubungan.
Meskipun begitu, tanda-tanda toxic friendship seringkali tidak tampak secara jelas jika kita tidak terlalu memperhatikannya.
Untuk dapat mengenali toxic friendship lebih awal, ada beberapa cara yang bisa kita lakukan. Cara-cara tersebut antara lain yaitu:
a. Melihat hubungan pertemanan secara lebih dekat.
Hubungan yang melibatkan lebih dari satu orang tentunya harus memiliki efek timbal balik, bukan? Teman yang baik seharusnya melewati suka dan duka bersama. Saling bisa berbagi energi yang menguatkan antara satu sama lain.
Namun, jika teman kita justru hanya mementingkan diri sendiri, tentu pertemanan yang dijalin akan mulai menjadi tidak menyenangkan.
Apalagi kalau teman kita meremehkan kemampuan kita dan tidak mau menghargai keputusan kita. Jika sudah seperti ini, berarti kita harus mulai menjaga jarak dari orang tersebut, Dear!
b. Reaksi yang diberikan
Sekali waktu, kita bisa coba untuk berbicara kepada teman kalau kita merasakan ada yang berubah dalam pertemanan ini. Kita juga bisa coba menolak permintaan dia yang kurang masuk akal. Dari tindakan tersebut, kita perlu mengamati reaksi yang diberikan olehnya, Dear!
Teman yang baik seharusnya mampu mengerti keadaan kita, serta terbuka pada diskusi antara satu sama lain. Kalau teman kita justru merespons dengan marah-marah atau bahkan menyalahkan kita dan melakukan gaslighting, wah, kita juga harus berani untuk ambil jarak, nih!
c. Mulai mengabaikan atau bahkan merendahkan
Hubungan pertemanan yang sehat tentu seharusnya membuat kita lebih bersemangat, kan? Ketika kita butuh bantuan, dukungan, dan butuh penyemangat, kita pasti mencurahkan isi hati kepada teman.
Nah, tapi, kalau yang kita dapat ternyata malah kalimat pengabaian, seperti, “Ah, biasa aja itu! Emang dasar kamunya aja yang nggak bisa,” pasti rasanya tidak nyaman.
d. Playing victim
“Nilai tugasku jelek. Ini gara-gara kamu, sih. Aku, kan, udah minta tolong, tapi kamu malah nggak bales chat dari aku, gimana, sih!”
Meminta maaf dan memaafkan memang penting, tapi rasanya akan jadi nyebelin banget kalau ada seseorang yang malah playing victim.
Padahal, kita tidak melakukan hal apapun yang merugikan dia, eh, tapi dia malah terus menyalahkan dan berakting seakan-akan dia adalah korban, sehingga kita harus meminta maaf.
Kalau kita punya teman yang sering playing victim seperti ini, kita perlu mulai menjaga jarak, nih, Dear! Jangan sampai kita terjebak di dalam hubungan pertemanan yang toxic, ya!
Bagaimana cara menyikapi hubungan pertemanan yang toxic?
Menyikapi toxic friendship (Photo by Becca Tapert on Unsplash)
Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk menyikapi hubungan pertemanan yang toxic agar kesehatan mental kita tetap terjaga. Apa saja?
a. Beri jarak secara emosional
Punya teman yang toxic tentu rasanya melelahkan sekali. Kita boleh, kok, menjaga jarak terlebih dahulu dengan dia, khususnya untuk jarak secara emosional. Gimana maksudnya?
Ketika kita punya teman yang toxic, kita harus menahan diri untuk tidak menceritakan hal-hal pribadi kepada dia, seperti impian atau rencana-rencana kita.
Sebisa mungkin, kita juga perlu menahan diri untuk tidak meminta bantuan secara langsung kepada dia terlebih dahulu. Sikap seperti ini bisa membuat kita perlahan melepaskan ketergantungan atas dirinya dan pengaruh toxic yang ia berikan.
b. Batasi hubungan pertemanan
Setelah menyadari kalau hubungan pertemanan yang kita jalani mulai mengarah ke toxic friendship, kita perlu untuk menjaga jarak dari teman kita. Bukan berarti memutus silaturrahim, ya, Dear!
Kita boleh saja sesekali waktu tetap bertegur sapa, tetapi kita harus bisa membatasi hubungan dengan orang tersebut. Lagipula, jika memang hubungan pertemanan kita tidak mendatangkan manfaat, tapi malah membuat kita sengsara, mau bagaimana lagi?
c. Lakukan aktivitas olahraga badan dan pikiran
Hubungan pertemanan yang toxic bisa membuat kita kehilangan jati diri dan rasa terhadap diri kita sendiri.
Kita perlu ingat bahwa kesejahteraan diri kita tetap menjadi hal utama yang harus diperhatikan. Nah, untuk tetap menjaga kesejahteraan ini, kita bisa melakukan aktivitas olahraga untuk badan dan pikiran.
Salah satu contoh aktivitas olahraga untuk badan dan pikiran adalah meditasi. Melakukan meditasi selama beberapa saat akan membantu kita lebih fokus terhadap diri sendiri. Kita juga jadi bisa membangkitkan sense of self kembali.
“Tapi aku belum pernah melakukan meditasi. Aku nggak tahu caranya gimana,”
Jangan khawatir, Dear! Bagi kamu yang ingin melakukan meditasi, tapi masih pemula, kamu bisa melakukan meditasi menggunakan layanan meditasi dari aplikasi Riliv.
Di aplikasi tersebut ada panduan meditasi sederhana yang bisa kita praktikkan. Sepanjang proses meditasi, juga ada audio yang akan memandu kita.
d. Tertawa dan jangan lupa bahagia
Tertawa adalah obat yang paling mujarab untuk mengembalikan suasana hati. Ketika tenaga kita telah terkuras akibat toxic friendship, tenaga tersebut bisa kita isi ulang kembali dengan tertawa.
Kita bisa menonton film yang lucu, pergi ke pertunjukan stand up comedy, atau melihat video-video lawakan di media sosial.
Percayalah, tertawa adalah cara yang benar-benar ampuh untuk membuat mood kita membaik. Dengan meningkatnya mood, kita pun dapat kembali terisi energinya.
Selain itu, jangan lupa untuk tetap bahagia, ya, Dear! Tertawa adalah salah satu langkah awal yang kita lakukan agar dapat meraih kebahagiaan.
…
Menjalin hubungan pertemanan dan memiliki banyak teman memang menyenangkan. Namun, kita juga harus bisa memilah dan memilih teman, Dear.
Jika memang ada hubungan yang tidak dapat dipertahankan karena memberi pengaruh buruk untuk kita, maka tinggalkanlah. Tidak apa-apa, kok! Diri kita punya hak untuk kembali bahagia.
Di samping itu, kita juga perlu berhati-hati agar jangan sampai menjadi teman yang toxic juga untuk orang lain. Karena kita tahu bahwa perasaan terjebak dalam toxic friendship itu sangat tidak nyaman, jadi kita juga jangan bersikap demikian kepada teman, ya, Dear!
“Letting go of toxic people in your life is a big step in loving yourself” -Hussein Nishah
Referensi:
- Leonard, E. (2018). How to Identify and Inoculate a Toxic Friendship. Psychology Today. Disadur dari https://www.psychologytoday.com/us/blog/peaceful-parenting/201810/how-identify-and-inoculate-toxic-friendship
- McCoy, K. (2018). Toxic Friendship. Psychology Today. Disadur dari https://www.psychologytoday.com/us/blog/complicated-love/201807/toxic-friendships