⚠️ Pembahasan dalam postingan ini berkaitan dengan hal sensitif yang dapat
membangkitkan trauma atau emosi negatif dari pembacanya.
Anak-anak sering diidentikkan dengan masa bermain yang penuh kebahagiaan. Namun, tidak semua anak punya kesempatan untuk memilikinya. Beberapa anak, yang mungkin tak kita tahu, harus berada di ruangan gelap yang suram dan dingin. Mereka menjalani hidup dengan penuh ketakutan, akibat trauma yang sedang dirasakan. Trauma memang tidak datang pada kalangan usia tertentu saja, Dear. Trauma masa kecil bisa saja terjadi.
Pada anak-anak, trauma sering terbentuk akibat pola pengasuhan yang keliru dari lingkungannya. Salah satu bentuk kekeliruan itu adalah kekerasan dan pengabaian emosional atau yang lebih populer dengan nama Emotional Child Abuse and Neglect. Mari kenali lebih jauh, yuk!

Contoh ilustrasi perilaku kekerasan dan pengabaian emosional anak yang menyebabkan trauma masa kecil:
- “Dek, mama sama kakak besok mau ke rumah om. Kamu nggak usah ikut ya, kamu tuh kalau di rumah keluarga gak bisa diam, suka lari-lari berantakin barang om. Mama itu malu sama om. Coba contoh kakakmu yang bisa duduk manis. Mama itu malu kalau punya anak bodoh yang nggak bisa diatur kayak kamu.”
- “Hmm, ya ya,” kata sang ibu berulang kali sambil tetap fokus ke gadgetnya saat si anak menceritakan kelas baletnya yang baru berjalan 2 hari.
- “Nanti tolong bersihin piring dan cuci baju mama yang ada di ember ya dek. Jangan lupa juga siram tanaman di depan dan belakang teras. Mama mau ketemuan sama teman dulu,” seru seorang ibu sambil memainkan kunci mobil, kepada anaknya yang sedang mengerjakan PR.
3 contoh di atas dapat dikategorikan dalam kekerasan dan pengabaian emosional pada anak. Kasus 1 tergolong dalam jenis penolakan, kasus 2 adalah jenis pengabaian, dan kasus 3 adalah jenis eksploitasi. Contoh-contoh lain dapat berupa membuat kekurangan anak menjadi lelucon, memperlihatkan kekerasan di depan anak, dan mengancam anak untuk berbohong kepada orang lain jika orangtuanya selalu memberi uang jajan setiap hari.
Tanda-tanda anak yang mengalami kekerasan dan pengabaian emosional:
- Tidak ada kelekatan antara orang tua/pengasuh dan anak
- Kurangnya kemampuan sosial pada anak. Ditandai dengan memiliki sangat sedikit teman, atau bahkan tidak memiliki teman dekat
- Mengeluarkan kata-kata yang tidak sesuai dengan usia mereka
- Bersifat agresif pada anak lain atau binatang
- Memiliki kepercayaan diri yang rendah

Dampak jangka panjang kekerasan dan pengabaian emosional:
- Beresiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan, seperti malnutrisi, diabetes, irritable bowel syndrome, dan tekanan darah tinggi
- Penurunan daya nalar dan kemampuan pengambilan keputusan
- Sulit mengatur emosi
- Beresiko lebih tinggi mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
- Beresiko lebih tinggi memakai narkoba dan obat-obatan terlarang
- Kecenderungan untuk menunjukkan perilaku antisosial meningkat; laki-laki cenderung melakukan bullying, dan perempuan berusaha menarik diri dari lingkungan sosial
Kamu yang berencana memiliki anak, harus paham dengan hal-hal ini, ya Dear. Cara-cara pengasuhan yang tepat juga bisa kamu diskusikan dengan psikolog anak yang sudah ahli. Dengan begini, kamu bisa memberikan masa kecil yang bahagia pada mereka.
Disadur dari:
- https://id.theasianparent.com/6-jenis-kekerasan-emosional-pada-anak
- https://www.nspcc.org.uk/what-is-child-abuse/types-of-abuse/emotional-abuse/
- Child Welfare Information Gateway. (2019). Long-term consequences of child abuse and neglect. Washington, DC: U.S. Department of Health and Human Services, Administration for Children and Families, Children’s Bureau.
Ditulis oleh Elvira Linda Sihotang.