Cerita Stres Kerja – Masalah psikologis yang dialami teman kita satu ini adalah mengenai pekerjaannya. Merasa relate? Yuk, simak bagaimana caranya menghadapi tekanan bekerja!
Hi, Riliv, aku ingin bercerita sedikit mengenai diriku.
Masalahku dari dulu selalu sama. Stres yang aku alami sejak sekolah, kuliah, kerja, hingga berpindah kerja, di mana pun stres itu selalu menggangguku. Namun, stres yang kualami ini pada akhirnya berujung pada gangguan lainnya. Nah, kali ini aku akan cerita mengenai stres yang kualami saat bekerja di kantorku saat ini.
Aku tahu, tidak mudah menjalani pekerjaan yang kita lakukan setiap waktu, apalagi kalau dikejar target, deadline, dan masih banyak tantangan lainnya. Teman-teman pasti pernah mengalaminya juga, kan?
Bulan September ini, honestly, adalah bulan yang sangat sulit untuk aku lalui. Dua minggu pertama, penyakit maag-ku kambuh karena pekerjaan memang lagi banyak-banyaknya. Ditambah lagi, tekanan dari manajer-ku juga mengganggu well-being mentalku. Beliau selalu marah-marah di kantor. Katanya aku underperform. Masalahnya, bagaimana aku bisa perform dengan baik kalau akunya kelelahan, kewalahan, dan punya pikiran bunuh diri?
Ya, benar, dari dulu setiap ada masalah, aku selalu punya pikiran bunuh diri. Setelah konsul online ke psikiater, aku didiagnosis menderita depression dan anxiety, ditambah lagi menstruasi. Jadi, ya… mood-ku berantakan juga.
Aku sudah lama konsul online maupun offline. Semua diagnosisnya sama. Ditambah lagi, aku mudah panik. Setiap ada tekanan dan stres, perutku rasanya nggak enak. Jadinya, saking pusingnya, aku memutuskan untuk tebus resep dari psikiater online. Aku minum antidepresan di malam hari dan paginya minum vitamin neuro. Setelah pengobatan ini berjalan 5-6 hari, aku sudah lumayan bisa fokus dengan pekerjaanku. Aku juga mulai memperbaiki diri lagi dalam bekerja secara bertahap. Aku mulai memanajemen diriku kembali. Alhasil, perlahan-lahan, pikiranku menjadi lebih clear, tidak lagi melalang buana dan ruwet seperti sebelumnya.
Di samping minum obat dari psikiater, aku juga masih menenggak obat untuk meredakan penyakit maag-ku. Pengobatan ini membuatku menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Walaupun tetap saja, kalau aku sampai telat makan, aku harus minum obat maag-nya agar penyakitku tidak kambuh. Yang penting, di saat pikiranku lebih tenang, aku jadi lebih bisa menyikapi tantangan dan pusingnya kerja sebagai sebuah proses. Seperti kubilang di awal tadi, masih sulit rasanya menjalani hidupku sehari-hari. Aku masih belum sepenuhnya ikhlas bekerja dengan keadaanku yang penuh tekanan seperti ini. Namun, aku masih terus berusaha dan belajar untuk berpikir ke arah sana.
Sekarang, aku sedang mencoba menanamkan mindset bahwa hidup adalah suatu anugerah yang harus kita syukuri, bukannya masalah yang terus menerus terjadi. Selalu ada kesulitan dalam hidupku, namun aku tetap mendekatkan diri kepada Tuhan agar diberi kekuatan, di samping tetap melakukan hobi in between pekerjaanku. Inilah caranya aku bertahan hingga sekarang. Meskipun terkadang, sulit bagiku untuk punya lifestyle yang sepenuhnya balance karena pulang kerja saja sudah capeknya minta ampun. Alhasil, hiburan aku, ya… cuma tidur. Tapi, yah, setidaknya itu sudah cukup saat ini. Aku hanya butuh istirahat. Anyway, kita takkan bisa tetap produktif jika tidak beristirahat dengan cukup, kan?
Pada akhirnya, mungkin inilah yang dinamakan berproses dan ditempa oleh hidup supaya nantinya bisa menjadi orang yang lebih baik lagi. No one knows what the future holds, dan untuk sekarang aku mau mencoba untuk lebih fokus melakukan apa yang bisa dilakukan di masa sekarang. Aku juga tidak ingin memaksakan diri sendiri. Aku tahu aku layak untuk beristirahat, jadi apa salahnya untuk menghabiskan waktu untuk diri sendiri di sela pekerjaan?
Di luar sana, masih banyak masalah, baik pekerjaan maupun hal yang lain. Namun, aku akan tetap berusaha menghadapinya. Aku tahu bahwa aku adalah manusia yang berharga, dan aku pantas mendapatkan pelangi setelah hujan, meskipun rasanya sulit mencapainya.
Thank you sudah mendengarkan ceritaku, Riliv.
Sumber cerita: Anonim, kontributor Riliv.
—
Kisah ini ditulis dan telah mendapatkan persetujuan berdasarkan pengalaman nyata dari para pejuang sehat mental terpilih, yang telah mengikuti rangkaian acara MindFest 2022, a mental health event by Riliv. Rangkaian acara ini membawa misi bahwa semua orang berhak untuk #SehatMental dan mendapatkan akses serta layanan kesehatan mental tanpa terkecuali.
Karena #UdahSaatnya, kesehatan mental jadi prioritasmu.