Kategori Memaafkan – Pernah nggak sih, kamu bertanya-tanya apa arti memaafkan yang sebenarnya? Dan kenapa, ya, memaafkan itu sulit sekali untuk dilakukan? Semua pertanyaan itu bisa terjawab dengan memahami terlebih dahulu kategori dari memaafkan untuk mendapatkan definisi yang tepat terkait kondisimu saat ini dan alasan kenapa prosesnya begitu sulit.
Melepas Nyeri dengan Memaafkan
Menurutmu, apa sih yang dimaksud dengan memaafkan? Asep Haerul Gani (2010) mendefinisikan memaafkan (forgiveness) sebagai sebuah proses melepaskan rasa nyeri, kemarahan dan dendam yang disebabkan oleh orang yang menyakiti. Hal ini bisa membantu kita untuk menghilangkan segala pikiran dan perasaan negatif terhadap pelaku dengan manfaat membuat hidup menjadi lebih tenang.
Sebenarnya, ada begitu banyak definisi dari memaafkan berdasarkan pendapat para ahli, tapi garis besarnya selalu merujuk pada bagaimana sikap ini bisa memberikan dampak yang begitu positif bagi kesehatan fisik juga mental kita. Sebagai bukti, penelitian menunjukkan seseorang yang memiliki sikap pemaaf tinggi lebih sedikit melakukan kunjungan ke dokter untuk penyakit fisik dibandingkan mereka yang memiliki sikap pemaaf lebih rendah.
Pengampunan bisa meningkatkan kesehatan dengan mengurangi beban fisiologis berlebihan yang datang dengan pengalaman stres yang belum terselesaikan, seperti rasa sakit dan pelanggaran yang dikaitkan dengan orang lain,
Kathleen Lawler – seorang kepala peneliti dan profesor psikologi di University of Tennessee (UT).
Sedangkan menurut psikologi positif, dijelaskan dalam penelitian Kumar dan Dixit (2014), bahwa orang yang mampu memberi maaf cenderung punya kesehatan mental yang baik, sebab mereka mampu memperbaiki hubungan, memberi social support, dan melepaskan diri dari stres. Itu kenapa memaafkan sangat direkomendasikan jika ingin hidup lebih sehat. Kamu juga bisa coba caranya dengan terapkan tips memaafkan dari Riliv di sini, ya!
4 Kategori Memaafkan
Banyak diantara kita pasti setuju kalau memaafkan itu hal yang sulit, kan? Ternyata, hal ini berkaitan erat dengan bagaimana diri merespon perlakuan buruk seseorang dalam bentuk pertahan diri yang mengarahkan kita pada balas dendam atau negative reciprocity (respon kurang menyenangkan untuk menghukum seseorang).
Tentunya kita nggak perlu menjadi orang jahat untuk membalas kejahatan orang lain bukan? Karena itu, kita perlu kontrol yang lebih baik dalam merespon perlakuan buruk seseorang dengan memilih berekspresi secara jelas dalam bentuk tindakan memaafkan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Baumeister, Exline, dan Somer (1998), ada empat kategori forgiveness yang biasanya terjadi pada seseorang.
Hollow Forgiveness: Pemaafan Semu
Kategori memaafkan ini merujuk pada tindakan memaafkan yang dilakukan dengan mengungkapkan pemaafannya kepada pelaku, tapi nggak benar-benar memaafkannya secara pribadi. Artinya, kita masih menyimpan kebencian atau rasa sakit meskipun udah sempet bilang, “Ya, aku maafin kamu.”
Tahapan ini dalam kehidupan nyata, seringkali berujung pada tindakan semena-mena oleh pelaku dimana mereka akan berpikir masalah sudah berakhir, dan hubunganmu dengannya bisa kembali normal seperti nggak ada masalah meskipun kamu masih merasakan sakit dan menyimpan kebencian.
Kalau kamu jadi korban, apakah tindakan ini yang akan kamu pilih?
Silent Forgiveness: Pemaafan Tanpa Pengungkapan
Berbeda dengan sebelumnya, tindakan memaafkan pada kategori ini merujuk pada realita bahwa korban sudah memaafkan pelaku, tapi sengaja untuk tidak mengungkapkannya. Hal ini lebih membuat efek jera bagi pelaku karena mereka akan selalu merasa bersalah dan berhutang permintaan maaf. Jika kamu termasuk dalam kategori ini, biasanya kamu akan terus bertindak seolah-olah tetap marah dan belum bisa memaafkannya.
Hayoo, ngaku, siapa nih yang suka pakai strategi ini?
Total Forgiveness: Pemaafan Total
Pada kategori ini, kita mungkin akan sering mendapatkan label sebagai ‘orang baik’ karena berani menghilangkan perasaan kecewa dan marah terhadap pelaku dengan menjalin hubungan normal seperti sebelum ada masalah. Biasanya, kita akan membiarkan pelaku terbebas dari perasaan bersalahnya dengan membiarkan mereka tahu bahwa kamu benar-benar sudah memaafkan perlakuannya dan aktif merangkul pelaku lebih dulu.
No Forgiveness: Tidak Ada Pemaafan
Kalau kita benar-benar merasa sulit untuk memaafkan seseorang, bisa jadi kita memiliki persepsi yang salah dari forgiveness itu sendiri. Kita memilih untuk tidak memaafkan pelaku karena beberapa alasan seperti:
- Claims on reward benefit, kita merasa berhak mendapatkan reward sebelum memutuskan untuk memaafkan. Hal ini terjadi sebagai buah pikir dari hutang yang dimiliki pelaku karena sudah menyakiti kita dan mereka wajib untuk membayarnya.
- To prevent reccurence, atau pandangan bahwa dengan memaafkan maka kita bisa saja mengalami kejadian serupa di kemudian hari. Kita secara terus-menerus akan mengingatkan pelaku untuk tidak mengulangi perbuatannya.
- Continued suffering, terus menderita karena peristiwa menyakitkan yang dialami di masa lalu seringkali membentuk bagaimana cara kita berhubungan dengan seseorang di masa depan. Contohnya seperti korban bullying yang akan terus bersikap rendah diri hingga memungkinkan orang-orang di masa depan memperlakukannya dengan tidak baik juga sehingga kesakitan yang dirasakan pun terus berulang.
- Pride and revenge, merujuk pada pandangan bahwa dengan memberikan maaf, kita sama saja telah mempermalukan diri sendiri bahkan lebih ekstrim, kita berpikir seolah telah menunjukkan rendahnya harga diri sebagai pihak yang tersakiti. Karena itu demi melindungi harga diri, kita menolak untuk memaafkan pelaku.
- Principal refusal, adalah pemahaman bahwa dengan memaafkan kita sama saja memberikan kebebasan terhadap pelaku dari peradilan. Kita akan merasa takut tidak mendapatkan perlindungan hukum kalau sudah memaafkannya.
Setelah mengetahui keempat kategori memaafkan diatas, kamu termasuk yang mana, nih?
Apapun bentuk tindakan memaafkanmu saat ini, selalu ingat bahwa nggak ada salahnya mencoba memberikan maaf yang tulus demi kebaikan diri sendiri. Berfokuslah pada apa yang bisa kamu kendalikan dan jaga saat ini, daripada terus merangkul penderitaan dan masa lalu. Mungkin prosesnya memang nggak akan mudah, tapi selalu ada Riliv yang siap menemani kapanpun disaat kamu butuh.
Jangan biarkan dendam dan perasaan negatif terus menyelimutimu, biarkan diri ini tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik dan temukan kedamaian dalam setiap prosesnya melalui meditasi gratis dari Riliv.
Tidak peduli seperti apa hidupmu, kamu selalu punya pilihan untuk melihat dari sisik baik atau sisi buruk. Maka berhentilah menyalahkan masa lalu dan cobalah untuk menerima dan berdamai dengan diri sendiri dan orang lain.
Prita Maharani, Psikolog Riliv
Referensi :
- Kumar, A., & Dixit, V. (2014). Forgiveness: An Incredible Strength. Indian Journal of Positive Psychology, 5, 90-93. https://doi.org/10.15614/ijpp%2F2014%2Fv5i1%2F52950
- Pirisi, Angela. (2000). Forgive to Live. https://www.psychologytoday.com/intl/articles/200007/forgive-live
- Lophez, Anthony.C. (2019). Why is Forgiveness So Difficult?. https://www.psychologytoday.com/us/blog/evolutionary-politics/201904/why-is-forgiveness-so-difficult
- Baumeister, R.F., dkk. (1998). The Victim Role, Grudge Theory, and Two Dimensions of Forgiveness. Philadephia: The Templeton Fondation Press.