Istilah toxic people belakangan ini sangat populer di dunia maya. Kata “toxic” ini diambil dari istilah bahasa Inggris yang berarti “racun.” Jadi, orang toxic bisa dikatakan sebagai individu yang menyusahkan orang lain dan menyebabkan orang lain tersakiti secara fisik maupun emosional.
Toxic people bisa hadir di mana saja, entah di tempat kerja, lingkungan pertemanan, maupun lingkungan keluarga. Namun, pernahkah kalian berpikir, kenapa sih orang-orang toxic itu bisa ada?
Penyebab MunculnyaToxic People
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya kita meninjau ulang terlebih dahulu tentang salah satu perilaku toxic people yang saat ini kerap mendapat spotlight di tengah-tengah kita. Yep, benar, apa lagi kalau bukan gaslighting!
Gaslighting adalah sebuah sikap atau perilaku yang digunakan seseorang untuk memanipulasi orang lain secara emosional, yaitu dengan menyalahkan seseorang karena hal yang tidak dilakukan orang tersebut dan tidak mengakui perasaan orang lain yang tersakiti.
Uniknya, perilaku toxic bisa muncul dari kita tanpa kita sadari melalui efek domino. Menurut James Clear dalam bukunya, Atomic Habits, setiap perilaku kita memiliki konsekuensi, sehingga jika kita tidak memutus “lingkaran setan” itu, perilaku tersebut akan terus berlangsung. Tak terkecuali perilaku toxic.
Jadi, seseorang bisa menjadi toxic people sebagai akibat dari pengalaman yang didapatkan orang tersebut di masa lalu. Misalnya, ketika orang tersebut melakukan sesuatu yang berdampak buruk kepada orang lain, orang lain pun akan melakukan sesuatu yang sama kepadanya. Dengan kata lain, orang yang meng-gaslight kita mungkin pernah juga mengalami gaslighting sebelumnya. Dan ketika kita mendapat gaslighting dari orang lain, besar kemungkinan bahwa kita akan melakukannya kepada orang lain juga.
Hayoloh… sebahaya itu, kan?
Jadi, pertanyaan yang tepat dalam pembahasan kali ini bukanlah, “Gimana caranya menghindari orang toxic?” namun justru menjadi, “Gimana caranya kita menghindari perilaku toxic supaya tidak merugikan orang lain?”
Tanpa basa-basi lagi, yuk kita simak bersama jawabannya lewat uraian berikutnya!
Toxic People dalam Diri Kita
Rilivers, kita bisa mencoba mengurangi “lingkaran setan” toxic people melalui diri sendiri, yaitu dengan metode self-reflection alias refleksi diri. Memang tidak mudah untuk mengakui bahwa diri sendiri pernah atau berpotensi melakukan sesuatu yang berpotensi menjadi orang toxic, namun dengan melakukan refleksi diri, kita akan lebih memahami penyebab perilaku kita serta bagaimana perilaku tersebut berdampak pada orang lain. Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri yang bisa kamu renungkan, apakah kamu termasuk toxic people atau bukan, serta bagaimana cara menghindarinya.
Kamu Punya Trauma yang Tak Terdeteksi
Seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, toxic people dilahirkan dari masalah di masa lalu yang dialami oleh orang bersangkutan. Apalagi, jika masa lalunya juga berkaitan dengan unfinished business dengan toxic people lainnya. Maka dari itu, jangan remehkan pengalaman masa lalu yang kamu alami. Jika kamu masih kesulitan mengatasi masalah tersebut, kamu bisa mengontak atau mengunjungi psikolog terdekat dan melakukan terapi.
Tidak Suka Minta Maaf
Kebanyakan perilaku toxic people juga berupa sikap mau menang sendiri dan tidak mau mengakui kesalahan. Maka dari itu, apabila kamu merasa bahwa kamu menyakiti orang lain, segeralah meminta maaf. Yah, kita memang tidak bisa menjamin apakah orang lain akan memaafkan kita, namun setidaknya kita sudah berusaha sebaik-baiknya memperbaiki hubungan dan mengakui kesalahan kita.
Anti Kritik dan Saran
Orang toxic punya kecenderungan tidak terbuka terhadap kritik dan saran karena merasa dirinya paling benar dan mau menang sendiri. Ketika ada orang yang mengkritik kita, usahakan jangan terlalu memasukkan kritik ke hati, karena siapa tahu kritik itu bisa membantu kita memperbaiki aspek-aspek dalam diri kita. Sedangkan bila orang memberi saran, ucapkanlah terima kasih karena orang tersebut pasti akan mengapresiasinya, sekalipun pada akhirnya kita tidak menerapkan saran tersebut.
Tak Mau Memaafkan Orang Lain
Berkaitan dengan sikap memaafkan, ada baiknya jika kita pun memaafkan orang toxic yang menyakiti kita di masa lalu, karena sikap menyimpan dendam juga bisa berujung pada perilaku toxic. Meskipun kelihatannya gampang, memaafkan itu sangat sulit pada praktiknya. Apalagi jika kita sudah disakiti oleh orang yang kita sayangi. Namun, memaafkan juga akan membantu kita menghadapi trauma yang menghantui kita, sehingga kita bisa move on menjadi pribadi yang lebih baik dan tidak menularkan perilaku toxic ke orang lain akibat trauma tersebut. Ingat, menyimpan dendam itu tidak baik untuk kesehatan mental, lho!
Tidak Menghormati Batasan Orang Lain
Boundary adalah sebutan lain dari batasan aman seseorang membangun interaksi dengan kita. Jika boundary dilanggar, orang jadi merasa tersinggung, marah, dan pada akhirnya membenci kita karena tidak nyaman. Nah, biasanya orang toxic akan tak akan segan-segan melewati boundary ini, bahkan merasa tak bersalah jika menyakiti orang lain yang merasa boundary-nya terganggu.
Coba tanyakan pada diri sendiri, pernahkah kita secara tidak langsung atau tidak sengaja melanggar batasan atau boundary dengan orang lain? Jika hal itu terjadi, ada baiknya kita meminta maaf, lalu menjaga jarak dengan orang tersebut. Eits, menjaga jarak bukan berarti menjauhi mereka, ya! Sekalipun kamu menjauh sedikit, tetaplah menjadi teman yang baik bagi mereka. Menjaga jarak adalah upaya menjaga boundary dari kita untuk orang tersebut, supaya mereka tetap nyaman berinteraksi dengan kita.
Hidup di Bayang-bayang Masa Lalu
Rilivers, melatih mindfulness akan membantu kamu menghindari sikap-sikap yang membuat kamu menjadi toxic people. Bagaimana bisa demikian? Konsep mindfulness adalah menghadirkan diri sendiri pada keadaan saat ini dan tidak mencemaskan apa yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi. Melalui mindfulness, kita akan menjadi pribadi yang lebih reflektif, karena mindfulness juga berkaitan dengan memaafkan diri sendiri atas perilaku yang pernah kita lakukan di masa lalu, atau toxic people yang berpengaruh terhadap kita hingga saat ini.
Kesimpulan
Demikianlah, Rilivers. Menghindari orangtoxic itu memang tidak mudah, karena suka atau tidak, mereka akan selalu ada. Nah, daripada kita pusing-pusing mikirin orang lain, kita bisa mencoba memperbaiki diri sendiri agar tidak memberi kerugian ke orang lain, yang kemungkinan sama dengan yang dilakukan orang toxic tersebut kepada kita. Meskipun demikian, segala merubah diri menjadi yang lebih baik itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar, bahkan bisa berlangsung seumur hidup. Jadi, apapun yang terjadi, tetap nikmati prosesnya, ya!
Referensi:
Clear, J. (2018). Atomic Habits: An Easy & Proven Way to Build Good Habits & Break Bad Ones. New York: Penguin Publishing Group.