Ditulis oleh Bella Karina Arviyanti, diedit oleh Neraca Cinta Dzilhaq, M.Psi., Psikolog
Kepribadian Ganda – Pernahkah kamu menonton film Split yang disutradarai M. Night Shyamalan? Film tersebut menggambarkan tokoh utamanya, seorang pria bernama Kevin, yang memiliki 23 kepribadian yang berbeda dalam dirinya. Kasus psikologi yang dialami Kevin tersebut adalah dissociative identity disorder atau DID yang sering dibilang gangguan kepribadian ganda. Akan tetapi, beberapa di antara kita mungkin salah mengartikan DID sebagai kerasukan. Jadi, mari kita kupas lebih lanjut mengenai gangguan kepribadian ganda ini dan membandingkannya dengan kasus kerasukan yang sering dialami!
Gejala dan Penyebab Kepribadian Ganda
Ada hari dimana kita tidak merasa seperti diri kita sendiri, seolah seseorang mengambil alih diri kita. Ketika kita merasa terputus dari lingkungan, tindakan, atau diri kita sendiri dan tanpa ingatan yang jelas kita telah melakukan sesuatu.
Kira-kira seperti itulah gambaran individu yang menderita DID. Beberapa gejala DID dapat bervariasi, namun yang paling sering ditemukan dalam individu yang mengalaminya adalah:
- merasa terputus dari diri sendiri dan dunia di sekitarnya
- melupakan periode waktu, peristiwa, dan informasi pribadi tertentu
- merasa tidak yakin tentang siapa dirinya
- memiliki banyak identitas yang berbeda
- merasakan sedikit atau tidak ada rasa sakit fisik
Periode disosiasi dapat berlangsung dalam waktu yang relatif singkat (jam atau hari) atau lebih lama (minggu atau bulan). Terkadang bisa berlangsung bertahun-tahun, tapi biasanya jika seseorang memiliki gangguan disosiatif lainnya.
Uniknya, dalam beberapa kasus, penderita DID akan merasakan kehadiran dua orang atau lebih yang berbicara atau hidup di dalam kepalanya di samping berganti-ganti identitas pribadi. Setiap identitas mungkin memiliki nama yang unik, riwayat dan karakteristik pribadi, termasuk perbedaan yang jelas dalam suara, jenis kelamin, tingkah laku, dan bahkan kualitas fisik seperti kebutuhan akan kacamata. Ada juga perbedaan dalam seberapa akrab setiap identitas dengan yang lain.
Dari mana gangguan ini berasal? Sejauh ini, menurut ahli, penyebab utama dissociative identity disorder adalah trauma masa kecil yang dibawa hingga dewasa. Misalnya, ketika seseorang memiliki keluarga yang abusif secara fisik dan emosional, kecenderungannya menderita DID akan sangat tinggi. Apalagi, ketika hal ini dibarengi dengan tidak adanya dukungan dari lingkungan, sehingga penderita DID mengalami stres. Atau dalam kasus lainnya, penderita DID pernah mengalami peristiwa traumatis seperti bencana alam, kematian orang terdekat, dan sexual abuse.
Namun tentu saja, dalam mendiagnosis DID, para ahli memerlukan step by step yang terstruktur. Berikut ini adalah proses dalam mengidentifikasi DID yang dilakukan oleh para ahli:
- Pemeriksaan fisik. Dokter memeriksa klien dan mengajukan pertanyaan mendalam untuk meninjau gejala dan riwayat pribadi klien. Tes tertentu dapat menghilangkan kondisi fisik, misalnya apakah klien pernah mengalami cedera kepala, penyakit otak tertentu, kurang tidur, atau gejala-gejala penyakit akut lainnya.
- Pengujian psikologis. Profesional kesehatan mental seperti psikolog dan psikiater akan mengajukan pertanyaan tentang pikiran, perasaan, dan perilaku klien serta mendiskusikan gejala-gejala yang klien alami. Selain melalui klien, praktisi juga akan membutuhkan informasi dari anggota keluarga atau orang lain yang dekat dengan klien.
- Melakukan diagnosis. Profesional kesehatan mental membandingkan gejala-gejala yang dialami klien dengan kriteria diagnosis dalam PPDGJ (Panduan Penegakan Diagnosis Gangguan Jiwa) dan DSM-5. Setelah itu, para ahli mengonfirmasinya dengan klien dan mulai mendiskusikan treatment psikologis yang disanggupi klien.
Baca Juga: Gangguan Kesehatan Mental = Gila?
Apakah Kepribadian Ganda Sama dengan Kerasukan?
Ada salah satu gangguan psikologis bernama Dissociative Trance Disorder (DTD) yang hampir mirip dengan DID. Namun, apakah kedua hal ini saling berhubungan? Dari gejala-gejalanya, DTD maupun DID memiliki kesamaan, yaitu bergantinya identitas diri seorang penderita menjadi orang lain. Namun, pada DTD, gejala yang kuat tampak pada perubahan sementara dalam kesadaran, hilangnya rasa identitas pribadi, penyempitan kesadaran lingkungan sekitar, memberi keterangan atau otobiografi palsu, serta munculnya perilaku stereotip dan gerakan yang berada di luar kendali seseorang, sehingga tampak seolah-olah dikendalikan sesuatu yang tidak tampak.
Selain itu, pada kasus-kasus DTD, pengaruh budaya dan tradisi bisa menjadi faktor yang memperkuat munculnya fenomena gangguan psikologis ini. Maka dari itu, hubungan antara peristiwa kerasukan dan gangguan disosiatif masih menjadi perdebatan di antara dokter dan peneliti. Untuk beberapa kasus, memang tidak bisa serta merta ditentukan apakah orang tersebut mengalami kerasukan atau menderita gangguan psikologis, karena studi yang komprehensif harus terus menerus dilakukan.
Namun, tetap saja stigma masyarakat terhadap gangguan psikologis ini juga harus dihilangkan. Sebab, tak jarang kebanyakan orang yang mengalami gangguan ini punya kemarahan, masalah seksualitas, dan kebutuhan attachment yang harus diselesaikan oleh bantuan profesional di bidang kesehatan mental.
Jika kamu punya kerabat atau merasa bahwa memiliki kecenderungan mengidap gangguan disosiatif seperti DID atau DTD, ada baiknya kamu segera menghubungi psikolog, ya! Riliv bisa menjadi sarana terbaik bagi kamu untuk mengontak profesional kesehatan mental dengan cepat dan mudah. Yuk, konsultasikan masalah kesehatan mentalmu dengan Riliv!
Referensi:
- Mayo Clinic. (n.d.). Dissociative disorders. Retrieved from Mayo Clinic: https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/dissociative-disorders/symptoms-causes/syc-20355215
- Mind Help. (n.d.). Dissociative Trance Disorder. Retrieved from Mind.Help: https://mind.help/topic/dissociative-trance-disorder/
- NHS. (n.d.). Dissociative disorders. Retrieved from NHS.uk: https://www.nhs.uk/mental-health/conditions/dissociative-disorders/
- Pietkiewicz, I., Kłosińska, U., Tomalski, R., & Hart, O. (2021). Beyond dissociative disorders: A qualitative study of Polish catholic women reporting demonic possession. European Journal of Trauma & Dissociation. https://doi.org/10.1016/j.ejtd.2021.100204
- Şar, V., Dorahy, M. J., & Krüger, C. (2017). Revisiting the etiological aspects of dissociative identity disorder: a biopsychosocial perspective. Psychology research and behavior management, 10, 137–146. https://doi.org/10.2147/PRBM.S113743