Rekan Kerja Toxic – Setiap masuk ke babak kehidupan baru, pasti kamu bakal ketemu sama tantangan baru juga. Termasuk waktu kamu sudah lulus kuliah dan mulai masuk ke dunia kerja, atau disebut first jobber. Biasanya, ada banyak tantangan buat first jobber. Salah satunya adalah adaptasi dengan lingkungan kerja. Mulai dari aturan kantor, workflow, time management, sampai adaptasi sama rekan kerja.
Pstttt…tapi tahu kan kamu kalau di kantor juga ada rekan kerja toxic?
Buat kamu para first jobber, harus hati-hati ya! Biasanya, rekan kerja toxic bisa bawa dampak buruk nih, buat kamu. Bahkan bisa sampai bikin performa kerja jadi nggak maksimal. Sayangnya, masih banyak first jobber yang malah jadi merasa ragu sama dirinya sendiri waktu ketemu rekan kerja toxic dan ujung-ujungnya cuma bisa overthinking sampai self blaming.
“Ini tuh emang dia yang toxic atau aku aja yang lemah sih?”
Kalau pertanyaan ini sering bikin kamu overthinking, sampai ganggu aktivitas harianmu ada baiknya coba konsultasi sama psikolog ahli profesional supaya dampaknya nggak berlarut-larut dan membawa efek buruk untuk kamu seperti jadi nggak semangat ke kantor, performa kerja nggak maksimal, jadi takut buat bersosialisasi di kantor, dan lainnya. Nah sebagai langkah awal buat tenangin diri, kamu bisa baca dulu artikel ini sampai selesai ya!
Rekan Kerja Toxic
Pertama-tama, kita cari tau dulu yuk sebenarnya rekan kerja toxic itu apa sih dan perilakunya kayak gimana aja? Terus kenapa sebagai first jobber penting banget buat mengenali mereka. Keep scrolling, ya!
Dilansir dari artikel Science of People berjudul ‘The Toxic Coworker Survival Guide: How to Stay Sane & Thrive’ sebuah penelitian menunjukan minimal ada satu orang toxic di suatu perusahaan. Mereka bisa bikin lingkungan kerja jadi nggak nyaman. Misalnya, ngasih beban kerja lebih banyak ke orang lain padahal itu pekerjaannya dia sendiri atau sampai berperilaku kasar. Hmmm..udah kebayang kan gimana capeknya menghadapi satu orang toxic yang sudah cukup buat bikin satu kantor berasa mimpi buruk tiap hari?.
Ada beberapa karakter rekan kerja toxic yang perlu kamu kenali untuk menentukan strategi dalam menghadapi mereka.
- The Free Rider: Mereka ini karakternya suka bersosialisasi dan tergabung dengan tim yang sudah terbentuk dengan baik, dengan maksud apabila ada pekerjaan tim dia bisa mengandalkan rekan kerjanya dan mengambil peran sesedikit mungkin.
- The Fake Manager: Sesuai julukannya, tipe rekan kerja toxic seperti ini akan bersikap layaknya seorang manajer padahal bukan manajer. Mulai dari mengelola dan mengawasi semua operasional dalam tim bahkan sampai ngatur peran setiap orangnya.
- The Toxic Positive: Punya perilaku positif memang baik, tapi rekan kerja satu ini cenderung memaksakan timnya buat bersikap positif dalam keadaan apapun. Padahal ada kalanya kita nggak bisa bohong sama perasaan sendiri pas lagi capek atau burnout, kan?. Dukungan positif dari sesama rekan kerja emang penting, tapi kalau maksa dan meyakinkan kamu emosi negatif itu harus dipendam terus-terusan, yakin masih ngerasa di support? 🙁
- The Toxic Negative: Dari namanya pasti kamu udah paham, kan? Mirip sama orang Toxic Positive, tapi kalau yang satu ini menyebarkan energi negatif. Misalnya, suka ngeluhin target yang dikasih bos-nya atau selalu ngeluh soal cuaca yang panas pas saat perjalanan ke kantor.
- The Endless Conversationalist: Punya rekan kerja yang asik diajak ngobrol emang seru tapi kalau obrolannya nggak selesai-selesai bisa bikin kurang nyaman. Apalagi kalau sampai menghambat pekerjaan.
- The Dramatic: Rekan kerja ini cenderung suka cari perhatian dan melebih-lebihkan opini saat ambil keputusan. Hal ini terjadi karena mereka merasa bisa berkembang kalau ada dukungan dari orang lain.
- Social Comparison Orientation: Rekan kerja satu ini cenderung membandingkan pengalaman, pencapaian dan situasi sama orang lain. Rekan kerja ini juga digambarkan sebagai orang yang ‘menjilat’ kalangan C-level tapi sambil ‘menendang’ ke bawah sesama rekan kerjanya.
Wow, ada banyak juga ya karakternya! Dan seperti yang udah di jelasin di awal, bahwa mereka punya dampak buruk bahkan bisa bikin performa kerjamu jadi nggak maksimal. Jadi perlu banget mempersiapkan diri buat menghadapi perilaku toxic.
Wah parah banget, ya? Cuma karena beberapa yang toxic aja bisa sampai terjadi dampak buruk sebesar ini.
Tips Menghadapinya
Oke, sekarang kamu udah tau nih rekan kerja seperti apa yang toxic. Jadi, nggak ada lagi tuh overthinking kayak…
“Ini dia yang toxic atau aku yang lemah aja sih?”
Mungkin kebingunganmu sekarang berubah jadi…
“Kalau udah tau ada rekan kerja toxic, terus harus ngapain dong? Gimana cara buat hadapinya?”
Tenang aja nggak perlu bingung karena udah ada beberapa tipsnya buat kamu. Yuk baca sampai selesai!
1. Tentukan Batasan
Menurut laporan dari Udemy pada tahun 2019 tentang batasan di tempat kerja, ada sekitar 59% manajer merasa terdesak buat kerja pas istirahat makan siang, dan 66% karyawan pernah mengalami atau menyaksikan intimidasi. Dari data ini kita jadi tau ternyata ada dampak besar yang bisa terjadi dari penentuan batasan kerja. Jadi, menentukan batasan saat kerja itu penting banget.
Misalnya, ada rekan kerjamu yang minta tolong buat merevisi dokumen pas hari libur. Kalau menurutmu hal ini udah melewati batasan karena mengganggu waktu istirahatmu, jangan ragu buat menolak. Mungkin buat kamu para first jobber kadang merasa khawatir dicap negatif saat menolak sebuah pekerjaan. Tapi kamu bisa komunikasikan ini dengan sopan dan rasional. Supaya rekan kerjamu paham dengan batasanmu.
Punya batasan di tempat kerja bukan berarti kamu harus jadi orang yang kaku dan strict atau bahkan ‘itungan’. Tapi buat situasi tertentu yang dinilai berlebihan dan bawa dampak nggak baik tentu kamu harus tegas soal batasan kerja. Karena ini jadi salah satu cara buat nunjukin kalau kamu juga menghargai dirimu sendiri atau dengan kata lain punya self esteem yang tinggi.
2. Fokus Sama Diri Sendiri
Coba ingat kembali tujuan kamu bekerja. Mulai dari usaha menyambung hidup, menambah ilmu, sampai menambah koneksi, betul bukan? Dengan ingat sama tujuan-tujuanmu ini, bisa bantu kamu supaya terhindar dari kegiatan nggak penting bersama rekan kerja yang toxic. Misalnya bergosip. Hal ini bisa bikin reputasimu di cap buruk, lho! Kamu bisa beri batasan pada diri sendiri buat fokus bekerja. Misalnya, meminimalisir obrolan soal gosip dan lebih fokus pada obrolan soal pekerjaan bersama rekan kerja. Kamu tetap harus kontrol diri buat nggak terpancing oversharing. Kamu bisa tentukan batas-batas tentang hal apa aja yang mau diceritakan ke rekan kerja. Dengan begitu, kamu bisa membangun hubungan yang sehat sama rekan kerja yang akhirnya bisa bikin kerja makin produktif.
3. Jangan Lupa Tenangin Dirimu
Memang nggak bisa bohong kalau berhadapan sama rekan kerja yang toxic bikin energi terkuras. Jadi kamu sebagai first jobber juga perlu tenangin diri pas pulang kerja. Ada banyak cara yang bisa kamu lakukan. Mulai dari lakukan hobi, main game, quality time sama keluarga, teman atau pasangan. Tapi kalau kamu lagi sendirian nggak ada yang bisa diajak ngobrol buat cerita dan kamu juga udah capek buat beraktivitas fisik, mungkin kamu bisa coba konsultasi atau meditasi.
Sekarang udah banyak banget layanan konsultasi online dan meditasi yang bisa diakses kapan dan dimana aja, salah satunya Riliv. Mungkin sebagai first jobber kamu pernah berpikir
‘Duh, lemah banget sih aku. Masalah kerjaan aja sampe konsultasi sama psikolog’
Hey, tenang aja! Kamu nggak perlu merasa atau berpikir kayak gitu. Semua orang butuh tempat buat cerita dan tenangin diri. Dengan konsultasi sama psikolog ahli kamu udah curhat sama orang yang tepat. Karena psikolog ahli akan kasih solusi sesuai kebutuhanmu dan pastinya curhatan kamu aman, nggak akan bocor.
Tapi kalau kamu merasa belum siap buat cerita, nggak apa-apa. Mungkin kamu bisa coba meditasi supaya bisa tenangin hati dan pikiranmu. Di Riliv, ada lebih dari 500 konten meditasi yang bisa kamu akses dari aplikasi.