Broken Home – Hai, Rilivers! Apa yang di benak kalian kalau dengar soal ‘broken home’? Masa depan yang suram? Hidup acak-acakan? Atau hal buruk lainnya? Well, kali ini kita punya satu cerita tentang sudut pandang barunya soal broken home. Mau tau kayak gimana ceritanya? Yuk, langsung aja kita simak!
Hallo Riliv! Thanks for this chance for me to opened up about my darkest time. No one knows about my back story. Hmmm, sebelum cerita biasanya suka perkenalan diri dulu, kan? Tapi kayaknya aku lebih nyaman buat nggak memperkenalkan diri, hehe. Ok, here is my story.
Semua orang mengenalku sebagai anak yang receh, ambis, dan jutek. Bahkan beberapa dari mereka menyebut aku punya keluarga yang harmonis. Padahal dibalik itu semua cuma jadi pelarian aja.
Yes, I am from a broken home family and many things happened to my life. Waktu itu aku masih SD tapi udah ngerasa punya banyak banget beban. Hal ini bikin aku jadi pribadi yang tertutup dan kehilangan jati diri. Bahkan aku aja sampai nggak kenal sama diri sendiri. Sampai akhirnya terbentuklah karakter aku jadi anak yang pendiam dan benar-benar jutek, cuek, bodo amat sama sekitar. Hal itu juga yang bikin aku jadi nggak punya tempat cerita. Aku sengaja menutup diri, bahkan teman-temanku nggak ada yg tau soal latar belakangku. Di keluarga juga aku nggak terlalu terbuka. Cerita sama kakak juga cuma seperlunya aja dan nggak terlalu detail.
Sampai akhirnya waktu SMA ketemu sama circle pertemanan yang menurut aku positif. Soalnya mereka cukup suportif dan bisa bikin aku ngerasa nyaman. Aku jadi banyak ketawa dan lebih ramah sama orang sekitar juga. Wah jauh deh pokoknya kalau dibandingin sama aku waktu SD dan SMP. Gara-gara ini juga bikin aku pelan-pelan coba buat cari jati diri.
Usaha yang aku lakukan salah satunya beraniin diri buat konsultasi sama psikolog. Aku udah 4x konsultasi sama psikolog secara online buat bantu lepas dari trauma masa lalu. Sayangnya, buat cerita tentang diri aku ke orang lain itu hal yang susah banget. Karena aku udah terlanjur nyaman buat menyimpan segalanya sendirian. Tapi pas sesi konsultasi sering dikasih tau sama psikolognya buat pelan-pelan bisa ;lebih terbuka dan keluarin semua yang aku pendam selama ini.
Long story short through over years, ternyata aku bisa survive! Memang masih banyak yang harus diperbaiki lagi dari diriku, tapi seenggaknya aku udah bisa matahin stigma tentang anak broken home yang katanya nggak terawat, brandal, dan sebagainya. Tapi justru lewat pengalaman buruk tadi aku punya sudut pandang baru. Aku melihat kejadian yang aku alami ini sebagai keuntungan atau bahasa zaman sekarangnya sih privilege. Aku bisa belajar lebih banyak, bisa lebih mandiri, bisa lebih kuat juga.Sebenarnya aku mau cerita lebih banyak lagi, sih. Tapi, agak susah kalau diketik dan cukup menguras energi buat throwback ke masa-masa itu, hehe. Intinya, you can always rise from things that broke you, kok.
Sumber Cerita: Anonim, kontributor Riliv
—
Kisah ini ditulis dan telah mendapatkan persetujuan berdasarkan pengalaman nyata dari para pejuang sehat mental terpilih, yang telah mengikuti rangkaian acara MindFest 2022, a mental health event by Riliv. Rangkaian acara ini membawa misi bahwa semua orang berhak untuk #SehatMental dan mendapatkan akses serta layanan kesehatan mental tanpa terkecuali. Terdapat berbagai macam webinar, layanan konseling gratis, video mapping installation, dan masih banyak keseruan lainnya yang bisa kamu dapatkan secara GRATIS.
Karena #UdahSaatnya, kesehatan mental jadi prioritasmu.