Ditulis oleh Avifa Khairunisa, diedit oleh Neraca Cinta Dzilhaq, M.Psi., Psikolog
Toxic Friend Adalah – Toxic friend adalah kata yang tidak asing di telingamu, bukan? Secara singkat, toxic friend dapat diartikan sebagai teman atau bahkan sahabat yang memberikan pengaruh negatif pada kehidupanmu.
Toxic friend itu ibarat racun dalam pertemananmu. Bukannya mendukungmu untuk hal yang positif seperti normalnya seorang sahabat, toxic friend akan menghalangimu berkembang dan membuatmu rendah diri, anxious dan takut, hingga trauma jika situasi sudah serius.
Dalam artikel ini, kamu akan mempelajari tentang apa akibatnya toxic friend bagi pertemanan. Scroll ke bawah, yuk!
Ciri-ciri Toxic Friend
Seperti apa sih, ciri-ciri teman yang toxic dan patut dihindari? Perhatikan poin-poin di bawah ini, yuk, agar kamu dapat membedakan teman yang baik dan teman yang hanya akan merusak kebahagiaanmu!
- 100 untuk temanmu, 0 untukmu. Teman toxic tidak pernah mendengar ceritamu atau peduli padamu, meskipun kamu selalu perhatian padanya. Menurut psikolog Susan Heitler Ph.D., adanya ketidakseimbangan dalam hubungan pertemanan itu patut diwaspadai. Sebuah hubungan sosial harusnya berjalan secara timbal balik. Jika kamu nggak mendapatkan hal ini dari temanmu, lebih baik kamu waspada.
- Mengkritikmu tanpa dukungan dan membuatmu rendah diri. Kejujuran itu penting, namun sikap pengertian seorang teman adalah hal yang paling kamu butuhkan. Heitler menambahkan bahwa kritik itu penting dalam membangun hubungan, namun kritik tanpa saran yang membangun, bahkan terasa merendahkan, bisa menjadi pertanda bahwa temanmu itu tidak pantas untukmu.
- Bertindak seperti bosmu. Toxic friend akan mengontrolmu dan membuatmu bersikap sangat hati-hati agar tidak memancing emosinya. Lagi-agi, Heitler juga meminta untuk mewaspadai teman-teman yang mengontrol. Bahkan, seolah-olah kamu selalu salah di mata mereka.
Jika kamu merasa stres dalam pertemananmu dikarenakan teman dengan perilaku seperti poin-poin di atas, kamu harus cepat keluar dari toxic circle itu, deh! Lalu, apa sebenarnya dampak berteman dengan orang toxic terhadap hidupmu?
Pengaruh Toxic Friend dalam Hidupmu
Menurut psikolog Gillian Needleman, dibutuhkan waktu hingga kamu menyadari apakah pertemananmu tergolong sehat atau toxic. Kita tidak bisa serta merta melabeli bahwa pertemanan kita toxic jika kita tidak mengenal lebih jauh siapa saja yang berada dalam circle pertemanan itu.
Misalnya, dalam pertemanan, pertengkaran adalah hal yang wajar. Namun, terus menerus memicu emosi negatif akan merugikan pihak-pihak berkepentingan dalam pertemanan itu. Lagipula, pertemanan sehat akan memberikanmu lebih banyak kebahagiaan dan efek positif, serta masalah di antara kalian dapat selalu terselesaikan dengan baik. Selain itu, keuntungan punya circle pertemanan yang sehat bisa meningkatkan kepuasan hidup dan menjadi social support yang bagus untuk kesehatan mentalmu.
Sementara ketika bersama teman toxic, kamu cenderung merasa lelah dan berat hati. Toxic friend akan membuatmu mempertanyakan identitas dan harga dirimu serta merusak rasa percaya diri.
Kamu akan merasa rendah diri karena apapun yang kamu lakukan untuk mereka, tidak akan pernah terasa cukup. Sebab, teman yang toxic lebih senang memanfaatkanmu daripada melakukan sesuatu untukmu.
Toxic friend dapat menyebabkan stres dan anxiety. Kamu akan merasa cemas jika mereka sedang bad mood dan merasa takut jika mereka akan marah. Jika dibiarkan, stres dan anxiety tersebut dapat berubah menjadi masalah kesehatan mental, seperti depresi.
Di masa dewasa, peran pertemanan sangat menentukan gaya hidupmu. Maka dari itu, kamu juga bisa terkena pengaruh buruk teman toxic, lho! Sebut saja, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, ngebut-ngebutan di jalan, konsumsi alkohol berlebih, dan kebiasaan-kebiasaan nggak sehat lainnya.
Bagaimana cara mengatasi teman yang toxic?
Lalu, gimana caranya untuk terbebas dari genggaman toxic friend? Pertama, kamu harus sadar bahwa daripada mempertahankan dan mencoba memperbaiki perilaku mereka, akan lebih baik untuk segera menghindar.
Berikut adalah beberapa cara yang Riliv rekomendasikan untuk melepas hubungan dengan si teman toxic:
- Kurangi komunikasi. Jika sebelumnya kamu chatting setiap hari, kurangi menjadi 3x seminggu, lalu seminggu sekali. Membatasi komunikasi ini dilakukan demi kebaikan kamu sendiri. Daripada kamu merasa stres, mendingan lakukan langkah preventif seperti ini.
- Cobalah utarakan keresahanmu. Kalau kasusnya teman toxic kamu ini ada di tempat kerja, pasti rasanya emosi banget nggak sih harus berhadapan dengan kata-kata mereka yang membuat kamu kehilangan self-esteem? Coba, deh, belajar lebih terbuka kepada mereka. Misalnya, ketika teman toxic mulai menyalahkan kamu atau merendahkan dengan kata-katanya, kamu bisa mengatakan, “Sebenarnya, aku ngerasa sedih setiap kamu berkata (…).” Komunikasi yang lebih terbuka akan menjamin pekerjaan yang lebih efektif dan menguatkan kualitas hubungan dalam pekerjaan, begitu pula dalam pertemanan.
- Jika mereka tidak berubah, menghilang saja! Block atau delete akun sosial media mereka. Kalau kamu kerja bareng mereka, mintalah pengertian dari manajer atau team leader agar tidak menempatkanmu di tim yang sama dengan mereka. Kamu juga bisa berkonsultasi dengan pihak HRD jika ada rekan kerjamu yang berperilaku toxic.
Semoga penjelasan ini dapat membantumu memilah mana teman yang baik dan yang bukan, ya! You only live once, jadi jangan sia-siakan waktumu untuk orang yang tidak menghargaimu.
Kamu adalah orang yang baik. Jadi, kamu juga pantas mendapat teman yang baik! Namun, jika kamu merasa kesepian dan butuh teman curhat, kamu bisa melakukan konsultasi mudah dengan psikolog melalui aplikasi konseling online Riliv.
- Amati, V., Meggiolaro, S., Rivellini, G., & Zaccarin, S. (2018). Social relations and life satisfaction: the role of friends. Genus, 74(1), 7. https://doi.org/10.1186/s41118-018-0032-z
- Heitler, S. (2016). 8 Signs of a Toxic Friendship. Retrieved from Psychology Today: https://www.psychologytoday.com/us/blog/resolution-not-conflict/201603/8-signs-toxic-friendship
- Nadkarni, A., Levy-Carrick, N. C., Kroll, D. S., Gitlin, D., & Silbersweig, D. (2021). Communication and Transparency as a Means to Strengthening Workplace Culture During COVID-19. NAM perspectives, 2021, 10.31478/202103a. https://doi.org/10.31478/202103a
- Ríos-González, O., Ramis-Salas, M., Peña-Axt, J. C., & Racionero-Plaza, S. (2021). Alternative Friendships to Improve Men’s Health Status. The Impact of the New Alternative Masculinities’ Approach. International journal of environmental research and public health, 18(4), 2188. https://doi.org/10.3390/ijerph18042188