Hi, nama saya HL(nama samaran). Saya ingin bercerita sekaligus menyampaikan satu poin penting dari perjalanan saya menghadapi masalah kesehatan mental.
Saya adalah pasien anxiety disorder sejak tahun 2017
Pada awalnya saya tidak merasa aneh yang berlebihan, namun lama kelamaan kecemasan saya mengganggu kehidupan sehari-hari, sehingga pada akhirnya saya memutuskan untuk pergi ke psikolog dan psikiater.
Keluarga saya masih bisa dibilang skeptis mengenai kesehatan mental. Berhubung memang saya mudah stress sejak kecil, mereka menganggap saya hanya mengalami stress biasa. Ketika saya bilang mau ke psikolog dan psikiater pun, mereka tidak mendukung karena mereka takut saya harus minum obat-obatan yang tidak perlu.
Akhirnya saya pergi sendiri. Dan sejak saat itu saya jadi berpikir untuk bicara seperlunya saja kepada orang-orang mengenai penyakit saya. Karena saya tidak mau merepotkan orang lain dan membuat suasana menjadi heboh. Keluarga saya pun sudah menerima bahwa saya membutuhkan pertolongan, namun hanya sebatas itu dan saya masih tetap sendirian ketika kontrol ke dokter.
Setelah lewat satu tahun lebih, dan saya tidak merasa lebih baik
Tapi saya selalu menyimpan perasaan ini sendiri karena takut mengecewakan orang tua saya (yang berharap saya bisa segera sembuh dan lepas dari psikiater). Saya pun sering menangis sendiri, merasa kesal dan menyalahkan diri.
Sampai pada satu kejadian dikarenakan stress saya yang sudah sangat tinggi, akhirnya saya menangis di hadapan keluarga saya. Tak disangka, melihat saya menangis, mereka ikut menangis bersama saya. Mereka bilang mereka khawatir namun tidak bisa menunjukkan dan menanyakan langsung kepada saya, karena saya pun tidak bilang apa-apa ke mereka. Mereka bingung apa yang harus mereka lakukan untuk membantu saya.
Keluarga saya bukanlah keluarga broken home ataupun memiliki hubungan dysfunctional lainnya. Selama ini saya kira kami baik-baik saja, saling menyayangi dan menghargai. Tapi ternyata satu pelajaran berharga yang bisa saya ambil dari sini:
Cara kita menunjukkan kasih sayang kita kepada orang-orang terdekat bukanlah dengan berdiam diri dan tidak mau berbagi kesulitan hanya karena kita takut merepotkan atau mengecewakan mereka. Justru ketika kita mengalami kesulitan dan meminta tolong kepada orang lain, disaat itulah kita menunjukkan bahwa kita menyayangi mereka.
Untuk menghadapi kesehatan mental, kita sangat membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekat, terutama keluarga kita
Keluarga ada bukan hanya untuk berbagi kebahagiaan, orang tua membiayai anak-anaknya dan anak-anaknya akan membuat mereka bangga. Tidak sesederhana itu. Ada kalanya masalah datang dan kita sama-sama merasa tidak enak dan tidak nyaman untuk membicarakannya. Dan saya yakin masih banyak hubungan keluarga teman-teman juga yang seperti itu. Mungkin merasa kagok dengan Ayah, atau tidak bisa bicara baik-baik dengan Ibu yang biasanya selalu cerewet dan ngomel-ngomel :p
Tapi percayalah, walaupun sulit memulainya, kita harus melaluinya supaya masalah pun bisa dihadapi bersama. Di cerita saya sendiri, tahun ini adalah tahun dimana saya sangat sering menangis di hadapan keluarga saya. Padahal sejak kecil saya terbiasa mandiri dan tertutup dari mereka. Tapi sejak kejadian itu, saya merasakan kelegaan yang luar biasa dan akhirnya membantu penyembuhan anxiety disorder saya juga.
Sampai saat ini saya masih belum sembuh benar dari gangguan kesehatan mental saya. Namun, saya sudah membuka diri dan menunjukkan kelemahan saya, berkomunikasi lebih baik dan meminta pertolongan apabila memang saya membutuhkan. Keluarga saya menjalankan peran yang sangat besar. Sekarang saya pun ditemani orang tua saya ketika kontrol ke dokter ataupun terapi melawan situasi-situasi yang menjadi trigger anxiety disorder saya.
Semoga cerita ini membantu teman-teman sekalian yang juga masih berjuang melawan gangguan kesehatan mental. Semangat semuanya!
Written by HL
—
Riliv membuka kesempatan bagi pembaca untuk berbagi cerita seputar pengalaman kesehatan mental. Kirimkan tulisanmu dalam file Word ke story@riliv.co dengan subjek “#YOURSTORY – Judul – Nama”. Silakan menggunakan nama samaran bila berkenan.