Hai, nama saya Kresnanda. Saat ini umur saya 25 tahun, saya akan sedikit berbagi cerita tentang mental illness yang saya alami selama ini karena akhir-akhir ini sering sekali terdengar berita anak muda yang bunuh diri karena berbagai masalah, terutama karena trauma dan depresi masa lalu.
Hidup di keluarga multi etnis
Saya hidup di sebuah keluarga dengan budaya yang berbeda, ayah saya Padang-Cina, dan ibu saya adalah Jawa kental. Lahir sebagai anak pertama di keluarga besar membuat beban yang saya pikul sangatlah berat. Om dan tante saya sangat mengharapkan saya untuk jadi pedoman yang baik.
Sejak kecil ayah dan ibu saya terbiasa menggunakan didikan yang kasar, sejauh ini saya berpikir bahwa mereka dulu belum siap untuk punya anak, sementara ayah ingin anak perempuan. Dugaan ini muncul karena dia begitu baik pada adik perempuan saya, berbanding terbalik dengan perlakuannya ke saya.
Pendidikan dan Kekerasan
Setiap hari, saya selalu melewati hari-hari yang horor. Ayah tidak pernah menjadi sosok yang baik pada saya, caci maki, tamparan, pukulan, hukuman fisik selalu saya terima. Bahkan saya pernah dilempari batu sebesar kepalan tangan, nyaris kepala saya pecah kalau saja ibu tidak menghalaunya, saya juga pernah ditodong pisau dan diancam akan dibunuh. Setiap hari saya mendapatkan kekerasan seperti itu, dan keluarga semua tidak ada yang mau ikut campur.
Bagi ayah dan ibu, nilai sekolah tinggi adalah segalanya. Jika nilai sekolah saya di bawah angka tujuh, maka saya harus siap dikurung seharian di dalam kamar, menulis abjad dalam buku tulis sampai bosan, dan tidak boleh makan. Belum lagi omelan pedas dari ayah, dan pukulan gagang sapu yang selalu saya terima.
Ayah juga melarang saya untuk banyak bergaul dengan orang lain, saya jadi pribadi yang sangat tertutup dan penakut saat itu. Di lingkungan sekolah, karena kulit saya putih … saya selalu mendapat ejekan dan bullying. Pulang sekolah menangis, akan jadi bencana. Namun diam saja pun membuat hidup saya semakin menderita.
Lingkungan yang tidak sehat
Belum sampai di situ, saya yang masih kelas lima SD saat itu sering menerima pelecehan seksual dari tetangga saya. Mereka melakukan banyak hal yang sejatinya pada saat itu belum saya mengerti, yang saya pahami adalah dengan menuruti permintaan mereka maka saya akan mendapat teman dan perlindungan yang aman.
Saya benar-benar tumbuh di lingkungan yang sangat tidak sehat, hingga saya semakin dewasa, semua yang saya alami berubah jadi trauma-trauma yang sangat mengerikan bagi saya. Pada akhirnya ayah dan ibu bercerai, jadi pukulan telak selanjutnya. Saya semakin hilang pedoman dan contoh baik dalam hidup. Saya tidak punya arah hidup yang jelas.
Di mana saya dapat perlindungan?
Karena kejadian di masa kecil itulah, saya jadi pribadi yang dingin. Saya memandang perempuan seperti ibu itu tidak ada gunanya karena tak pernah bisa melindungi, saya haus kasih sayang dan perhatian.
Hidup saya sibuk mencari perlindungan, saya jadi ambisius, tidak bisa menerima kesalahan, dan sulit mengampuni siapapun yang melakukan kesalahan… bahkan kepada diri sendiri pun saya jadi begitu keras.
Saya mencoba untuk bertahan dengan semua rasa sakit di jiwa saya ini, mau cerita pun malu. Pernah cerita pun hanya ditanggapi bahwa saya kurang ibadah, sampai di umur yang semakin dewasa, saya menghadapi banyak masalah serius, dan kesulitan dalam menyelesaikan itu dengan baik.
Tidak ada gunanya hidup…
Saya terpuruk, saya kehilangan minat untuk hidup. Beberapa kali saya mencoba bunuh diri namun gagal, saya merasa kepribadian saya jadi terpecah belah. Kadang saya begitu kuat dan optimis, namun bisa seketika kepribadian lain muncul begitu lemah dah bodoh. Saya ingin sekali mencari bantuan pada tenaga ahli, namun keterbatasan biaya membuat saya hanya bisa mencoba bertahan dengan sisa-sisa kewarasan saya.
Mencoba untuk bangkit
Sejauh ini saya hanya pernah konsultasi sebanyak dua kali dengan sahabat saya, dia tidak mendiagnosa saya mengidap apapun. Dia tidak mengatakannya kepada saya, kami lebih fokus kepada pemulihan jiwa saya. Meski berat sekali untuk bangkit, terlebih saya survive ini sendiri tanpa bantuan keluarga, saya terus berusaha untuk sembuh.
Sekarang saya masih sering merasa depresi dan kebingungan, saya masih mengalami banyak trauma, namun saya jauh lebih bisa mengendalikan pikiran saya. Bagi kalian yang mempunyai nasib sama seperti saya, pesan saya adalah kalian harus percaya bahwa hal buruk yang sedang terjadi, pasti akan segera berlalu.
Salam
Discussion about this post