Cemas berlebihan – Cerita ini diambil dari pengalaman asli salah satu teman yang mengirimkan email kepada Riliv. Sebut saja namanya Andini. Dirinya ingin berbagi tentang kisah perjuangannya bersama sang suami dalam menghadapi kecemasan berlebihan yang ternyata diam-diam mulai memengaruhi kualitas rumah tangganya. Apakah kamu merasa relate dengan kisahnya?
Pengalamanku Mengalami Kecemasan
Selama 15 tahun, hidupku dipenuhi kegelapan.
Suamiku berhenti bekerja karena harus menjalani operasi, sementara itu aku punya 2 anak yang harus kutanggung kebutuhan sekolah maupun rumahnya.
Semua bertambah buruk ketika pasca-operasi suamiku, putraku mengalami kecelakaan dan koma selama seminggu.
Tidak lama kemudian, aku mulai merasakan sensasi aneh pada tubuhku.
Pertama-tama, aku mulai merasa takut sendirian, tidak mau keluar dari rumah. Seluruh tubuhku berkeringat, dadaku sakit, dan aku pusing. Gara-gara itu, aku pun masuk UGD karena kupikir aku mengalami gangguan jantung. Tapi anehnya, dokter berkata bahwa aku baik-baik saja. Pernyataan dokter ini membuatku heran. Tidak, aku tidak mempercayainya!
Aku yakin bahwa ada sesuatu yang lebih buruk muncul ketika gangguan ini terus berlanjut, hingga akhirnya suatu ketika, dokter memberiku saran untuk mengunjungi psikolog. Namun, aku tidak langsung menanggapinya. Aku ragu untuk pergi. Hingga akhirnya, aku pun memutuskan untuk mengikuti saran dokter karena sudah tak tahan dengan gangguan ini.
Benar saja, psikolog mengatakan bahwa aku mengalami gangguan dari hantu yang tak terlihat. Memang kesannya seperti gangguan jantung, namun ternyata yang kualami ini berkaitan dengan mentalku. Hantu itu bernama gangguan kecemasan dan serangan panik.
Memang kesannya seperti gangguan jantung,
namun ternyata yang kualami ini berkaitan dengan mentalku.
Andini (narasumber)
Aku yakin bahwa aku hanyalah satu dari sekian banyak penderita gangguan ini. Karena sayangnya, mereka seringkali tidak menyadari permasalahan ini. Penyebab gangguan ini adalah pikiran negatif yang terus menerus ingin kutekan, namun ternyata meninggalkan beban yang berat untuk ditanggung.
Cemas adalah reaksi yang wajar dalam menghadapi masalah. Tapi untuk kalian yang mengalaminya, kalian perlu menyadari bahwa akan selalu ada pikiran was-was pada berbagai hal tanpa alasan yang logis. Inilah mengapa kalian harus bisa mengendalikannya. Psikolog menjelaskan, bahwa gangguan kecemasan yang aku alami ini bisa berakibat pada serangan panik, fobia, kecemasan sosial, hingga obsessive compulsive disorder (OCD).
Tapi pertanyaannya, bagaimana aku bisa mengalami gangguan kecemasan? Jawabannya, ada banyak faktor. Berdasarkan kisahku, trauma yang kualami sejak anakku kecelakaan bisa menjadi salah satu faktornya. Namun, masih banyak lagi faktor yang tidak kuceritakan dalam kisahku ini, yang mungkin juga dialami Teman-teman di luar sana, antara lain:
- Bawaan genetik.
- Stres karena lingkungan atau tempat kerja.
- Penyalahgunaan zat berbahaya.
- Kelainan atau gangguan kesehatan anggota tubuh.
- Self-esteem yang rendah.
Bagaimana kita bisa tahu bahwa kita mengalami gangguan kecemasan?
Berkaca dari kisahku tadi, dalam menghadapi gangguan cemas berlebih, ada beberapa hal yang wajib kita perhatikan, karena bisa jadi gejala-gejala gangguan kecemasan itu kita alami, namun tidak kita sadari. Berikut inilah gejala-gejala umumnya yang disampaikan psikolog:
- Kesulitan untuk mengendalikan rasa khawatir yang tak terkendali.
- Rasa cemas mempengaruhi cara kita berinteraksi atau bersosialisasi dengan orang lain, sehingga kita jadi sulit berkomunikasi.
- Kita merasa takut berlebihan bahwa hal-hal kecil dalam hidup kita tidak berjalan lancar.
- Kita kesulitan menjaga konsistensi aktivitas karena kecemasan tersebut.
Kukira aku bisa mengabaikannya….
Aku ingin berpesan kepada kalian yang membaca kisahku ini, STOP mengabaikan gangguan kecemasan! Siapa pun bisa mengalami gangguan kecemasan, jadi tolong perhatikan gejala-gejalanya agar kalian tidak mengalami apa yang harus kuhadapi. Jika ada orang-orang di sekitar kalian yang diduga mengalami kecemasan, perhatikanlah tingkah lakunya sebagai berikut:
- Mulai sering mengisolasi diri atau menjauhi pergaulan.
- Penyalahgunaan alkohol dan zat yang dapat berujung masalah kesehatan.
- Depresi dan munculnya gangguan mental lainnya yang menyebabkan sulitnya beraktivitas.
- Masalah kesehatan fisik karena tekanan maupun perilaku menyakiti diri sendiri (self-harm).
- Percobaan bunuh diri.
Aku butuh bantuan, apa yang bisa kulakukan?
Jadi, apakah kecemasanku ini bisa sembuh? Ya, tentu saja. Buktinya, aku sekarang sudah merasa lebih baik. Kecemasan bisa disembuhkan dengan berbagai terapi. Salah satunya Cognitive Behavioral Therapy (CBT). Terapi ini berfungsi untuk menantang pikiran-pikiran negatif yang kita alami, sehingga kembali berpikir secara realistis.
Kalau saja waktu itu aku tidak mengindahkan saran dokter, mungkin aku tidak akan sembuh seperti sekarang. Aku senang bahwa aku memilih pergi ke psikolog dan menjalani serangkaian terapi. Setelah melewati beberapa sesi, akhirnya aku dapat mengatasi permasalahanku secara mandiri.
Demikianlah, Teman-teman, kisahku berjuang menghadapi gangguan kecemasan. Teruntuk kamu yang mengalami kecemasan, menemui psikolog itu mungkin awalnya menakutkan. Namun, pertolongan profesional dapat membantumu mengenali segala keluhan dan permasalahanmu. Jika kamu masih kesulitan menemukan profesional, kamu bisa meminta sahabat/keluarga untuk membantumu.
Pesan dari Riliv
Kisah Andini di atas mengandung pesan bagi kita semua, yakni jangan pernah ragu meminta pertolongan pada psikolog jika kamu membutuhkannya. Beruntung banget, sekarang kamu tak perlu repot kemana mencari bantuan profesional, karena Riliv menyediakan layanan konseling online dengan psikolog langsung dari smartphone tanpa perlu bertatap muka. Tanpa perlu menunggu, kamu bisa segera menemukan bantuan langsung dari genggamanmu.
#UdahSaatnya kamu bebaskan diri untuk bercerita. Nikmati pelayanan profesional dari psikolog yang terpercaya bersama Riliv!